Senin, 28 September 2009

KARYA OLAH NASKAH DRAMA KELAS XI IPA 4

Hidup ini memang penuh cerita, baik cerita masa lalu, masa sekarang, maupun masa yang akan datang. Bahkan, karena demikian heterogenitas dan kemajemukan masyarakat yang juga dilatarbelakangi oleh adat dan budaya yang beragam, munculla cerita-cerita rakyat yang demikian banyak dan menaik untuk dibaca. Ada juga cerita yang melegenda dan masuk ke tatanan budaya masyarakat komunitas pendukungnya. Ini merupakan kekayaan warisan budaya yang amat membanggakan dan perlu dilestarikan.

Blog ini adalah krativitas siswa yang mencoba mengolah cerita rakyat nusantara ke dalam naskah drama. melalui kegiatan ini diharapkan siswa menjadi lebih mengenal cerita bangsa sendiri serta mengapresiasinya dengan baik ingga di kemudian hari bisa membanggakannya.

Sebagai bagian dari fase belajar pengembangan kompeetensi, semuanya berproses dan berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh sebab itu, mari kita hargai dan kita apresiasi karya siswa ini sebagai langkah apresiasi budaya bangsa. Semuanya demi pembentukan dan pengokohan budaya bangsa yang tampil dengan hakikat jati diri dalam hakikat bermartabat. Silakan berkarya dan menikmati!

209 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. NASKAH DRAMA
    LEGENDA BATU MENANGIS

    Karya : Ericha rizky apriliza

    (1/3)

    1. BABAK I
    1.1. Adegan I
    Alkisah, di sebuah desa terpencil di daerah Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah seorang janda tua dengan seorang putrinya yang cantik jelita bernama Darmi. Mereka tinggal di sebuah gubuk yang terletak di ujung desa. Sejak ayah Darmi meninggal, kehidupan mereka menjadi susah. Ayah Darmi tidak meninggalkan harta warisan sedikit pun.
    1. Darmi : “Dasar, ayah yang tidak tahu di untung. Sudah mati, malah membuat orang susah. Bukannya meninggalkan sesuatu untuk dinikmati anak istrinya, dia pergi dengan cepat. Ayah macam apa itu.” (keluh Darmi sehari setelah ayahnya meninggal)
    2. Ibu : “Darmi, durhaka bila kau menghina ayahmu seperti itu nak. Tak boleh.” (ibu menjawab keluhan Darmi)
    3. Darmi : “Ibu mendengar ucapanku ya? Hah, dasar suami dan istri sama-sama tak tahu diuntung.”
    4. Ibu : “Kau berbicara apa nak. Tolong jaga mulutmu itu.”
    5. Darmi : “Hah, lelah aku berbicara dengan orang lusuh sepertimu, seperti aku mempunyai banyak waktu saja. Sudah, aku mau tidur.” (bentak Darmi kepada ibunya, dan ia berjalan menuju kamar)
    6. Ibu : “Ya, Tuhan.hamba mohon pertolonganmu. Tolong bukakan mata hati anak hamba.” (doa ibu, sabar)
    Karena ayah Darmi tidak meninggalkan harta warisan sedikit pun, ibu Darmi bekerja di sawah atau ladang orang lain sebagai buruh upahan untuk memenuhi kebutuhan hidup ia dan anaknya.

    2. BABAK II
    2.1. Adegan I
    Suatu hari ibu Darmi melaksanakan kegiatan rutinnya, yaitu menjadi petani di sawah. Ia melihat anaknya berkaca dan hanya bersolek mengagumi kecantikannya.
    7. Ibu : “Nak! Ayo Bantu ibu bekerja di sawah.”
    8. Darmi : “Tidak! Aku tidak mau pergi ke sawah. Nanti kuku dan kulitku yang indah ini kotor terkena lumpur.” (ketus Darmi)
    9. Ibu : “Apakah kamu tidak kasihan dengan ibumu ini nak?” (Tanya ibu dengan nada memelas)
    10. Darmi : “Aku capek!”
    11. Ibu : “Nak, ayolah. Carilah pengalamanmu disini.”
    12. Darmi : “Hah, telinga ibu masih berfungsi tidak? Aku capek. Lagian, ibu saja yang sudah tua bekerja di sawah, karena tidak mungkin ada laki-laki yang tertarik pada wajah ibu yang keriput itu.” (ucap Darmi ketus)
    Mendengar ucapan Darmi, ibu tak dapat berkata-kata lagi. Dengan perasaan sedih, ia pun berangkat kesawah. Sementara itu, Darmi masih di gubuk, terus bersolek dan mempercantik diri.
    1.2. Adegan II
    Dengan keadaan letih, ibu pulang dari sawah menuju gubuknya. Terlihat Darmi sedang duduk di depan gubuk.
    13. Darmi : “Bu, mana uang upahnya itu?”
    14. Ibu : “Upah apa nak?”
    15. Darmi : “Berlagak tidak tahu. Yah upah ibu bekerja di sawahlah.”
    16. Ibu : “Jangan nak! Uang ini untuk membeli kebutuhan hidup kita hari ini.”
    17. Darmi : “Tapi, bu! Bedakku sudah habis. Aku harus beli yang baru.”
    18. Ibu : “Kamu memang anak tidak tahu diri! Tahunya hanya menghabiskan uang saja, tetapi tidak mau bekerja.” (jawab ibu sangat kesal)
    19. Darmi : “Ayolah bu!”
    20. Ibu : “Yah sudahlah.” (ucap ibu sambil memberikan penghasilannya kepada Darmi)

    BalasHapus
  6. (2/2)
    3. BABAK III
    3.1. Adegan I
    Keesokan harinya, ketika ibu pulang dari sawah, ibu bergegas untuk pergi ke pasar. Darmi berpesan agar dibelikan dibelikan sebuah alat kecantikan. Tapi, ibunya tidak mengerti alat kecantikan yang ia maksud. Kemudian ibu mengajak Darmi kepasar.
    21. Ibu : “Nak, ibu mau ke pasar, untuk membeli beras. Beras disini sudah habis.”
    22. Darmi : “Kalau begitu, aku minta belikan alat kecantikan yang bagus yah. Jangan lupa.”
    23. Ibu : “Tapi Darmi, ibu tidak tahu alat kecantikan yang kamu maksud.”
    24. Darmi : “Ibu tanya saja kepada penjualnya!”
    25. Ibu : “Ibu tak mengerti.”
    26. Darmi : “Hah, ibu ini bagaimana sih, itu saja tidak tahu.”
    27. Ibu : “Kalau begitu, ayo temani ibu ke pasar!” (ajak ibu semangat)
    28. Darmi : “Aku tidak mau pergi bersama ibu!” (jawab Darmi ketus)
    Setelah didesak, kemudian Darmi pun bersedia ikut kepasar.menemani ibunya.
    29. Darmi : “Aku mau ikut ibu kepasar tetapi dengan syarat ibu harus berjalan di belakangku.”
    30. Ibu : “Memang kenapa, nak?” (Tanya ibu penasaran)
    31. Darmi : “Aku malu kepada orang-orang kampung, jika berjalan berdampingan dengan ibu.”
    32. Ibu : “Kenapa harus malu, nak? Bukankah aku ini ibu kandungmu?”
    33. Darmi : “Ibu seharusnya berkaca. Lihat wajah ibu yang sudah keriput dan pakaian ibu sangat kotor itu! Aku malu punya ibu berantakan seperi itu.” (seru darmi, merendahkan ibunya)
    Walaupun sedih, sang ibu pun menuruti kehendak anaknya, Darmi. Berangkatlah mereka kepasar secara beriringan. Darmi berjalan di depan, sedangkan ibu berjalan dibelakang mengikuti Darmi dengn membawa keranjang. Meskipun keduanya ibu dan anak, penampilan mereka terlihat sangat berbeda. Sang anak terlihat cantik dengan pakaian yang bagus, sedangkan sang ibu kelihatan sanat tua dengan pakaian kotor dan penuh tambalan.
    3.2.Adegan II
    Ditengah perjalanan, Darmi dan ibunya bertemu dengan lelaki yang berasal dari kampung lain.
    34. Lelaki 1 : “Hei manis! Mau kemana kamu?” (dengan logat mamuji)
    35. Darmi : “Mau ke pasar.” (jawab dengan nada pelan)
    36. Lelaki 1 : “Manis, bolehkah aku bertanya? Siapa wanita tua di belakangmu itu, apakah itu ibumu?” (dengan nada meremehkan)
    37. Darmi : “Tentu saja bukan ibuku! Jika kau ingin tahu, dia pembantuku.” (dengan nada yang sinis)
    Laksana disambar petir ibu mendengar ucapan Darmi. Tapi ibu tetap berjalan dan diam dengan perasaan yang sedih.

    BalasHapus
  7. (3/3)

    3.3. Adegan III
    Setelah itu, keduanya pun melanjutkan perjalanan ke pasar. Kemudian, mereka bertemu lagi dengan seorang laki-laki yang cukup tampan.
    38. Lelaki 2 : “Cantik, alangkah cantik wajahmu. Hendak kemana kamu?” (dengan bernada genit)
    39. Darmi : “Hu, tak perlu memuji. Kau juga adalah lelaki tampan, menurutku. Oh ya, aku hendak ke pasar, tampan. Ada sesuatu yang perlu aku beli.” (membalas genit)
    40. Lelaki 2 : “Cantik, siapakah wanita reyot di belakangmu? Jangan bilang kalau dia adalah ibumu.” (bernada merendahkan)
    41. Darmi : “Ya jelas bukanlah. Dia budakku. Malunya aku bila punya ibu seperti dia!” (bernada merendahkan)
    42. Lelaki 2 : “Hati-hati yah. Sepertinya budakmu itu berbahaya! Hahaha.. (bernada merendahkan, sekaligus tertawa lepas)
    43. Darmi : (membalas senyum kepada lelaki tampan itu, sekaligus memejamkan salah satu matanya dengan genit)
    Jawaban yang di lontarkan Darmi itu membuat hati ibunya semakin sedih. Tapi, sang ibu masih kuat menahan rasa sedihnya.
    3.4. Adegan IV
    Mereka berjalan terus. Ketika mendekati pasar, ibu Darmi merhenti di tengah jalan tanpa sebab. Kemudian ia menuju tempat duduk di pinggir jalan dan mendudukinya.
    44. Darmi : “Bu, kenapa berhenti?” (Tanya penasaran)
    Namun, ibu tidak menjawab pertanyaan Darmi. Kemuudian Darmi melihat mulut ibunya komat-kamit sambil menengadahkan kedua tangannya ke atas.
    45. Darmi : “Hei, sedang apa ibu?” (Tanya dengan nada membentak)
    Ibu tidak menjawab pertanyaan Darmi. Tatapi ia berbicara dengan menghadap ke langit.
    46. Ibu : “Ya, Tuhan! Ampunilah hambamu yang lemah ini. Hamba sudah tidak sanggup menghadapi sikap anak hamba yang durhaka ini. Ya, Tuhan, Hamba selalu menginginkan yang terbaik untuk putri hamba. Tolonh berikan yang terbaik untuk dia. Berikanlah hukuman yang setimpal untuk Darmi.” (Doa ibu sambil menangis)
    Seusai ibu mengucapkan doa itu, tiba-tiba langit yang cerah berubah menjadi gelap. Awan-awan hitam bermunculan. Petir menyambar-nyambar memekakkan telinga. Pelan-pelan, kaki Darmi mengeras dan berubah menjadi batu. Darmi pun mulai panik.
    47. Darmi : “Ibu…! Ibu…! Apa yang terjadi dengan kakiku bu? Kakiku mengeras bu!” (teriak Darmi panik)
    48. Ibu : “Maaf Darmi!” (ucap ibu menangis)
    49. Darmi : “Ibu! Mafkan Darmi! Maafkan Darmi, bu! Darmi janji tidak akan mengulanginya lagi!” (seru Darmi semakin panik)
    50. Ibu : “Ibu hanya menginginkan yang terbaik untukmu nak.”
    51. Darmi : “Maaf bu!” (ucap Darmi menyesal sambil menangis)
    Perlahan-lahan, seluruh tubuh Darmi mengeras dan berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi dari kaki, badan hingga kepala. Sebelum kepala Darmi berubah menjadi batu, sang ibu masih melihat air mata menetes dari kedua mata anaknya. Semua orang yang lewat menyaksikan kejadian itu.
    3.5. Adegan V
    Tidak berapa lama, cuaca pun kembali terang kembali. Seluruh tubuh Darmi telah berubah menjadi batu. Batu itu pun disandarkan di pinggir tebing. Oleh masyarakat setempat, batu tersebut dinamakan batu menangis, hingga sekarang batu itu tetap dirawat


    -SELESAI-

    BalasHapus
  8. Naskah Drama

    Karya: Cherry Chrisanty
    No. Absen:09

    (1/3)

    Asal Usul Danau Toba

    Babak I
    Intro: Musik Dangdut mengiringi masuknya Toba, si anak Yatim Piatu yang tinggal di sebelah utara Pulau Sumatera yang sangat kering dengan peralatan pancingnya. Intro diakhiri dengan musik dangdut yang berkolaborasi dengan musik pop.
    1.Toba: (dengan logat batak)” Halo, Penonton. Apa kabarnya? Baik – baik sajakah? Aku ke sini mau memancing ikan. Doakan aku ya!!” (setelah menunggu kira – kira 3 jam) “Lihatlah, dari pagi aku menunggu ikan, tapi kenapa tidak ada yang tertarik dengan umpanku? Apa umpanku sudah ketinggalan zaman? Atau, sudah ada yang lebih up to date lagi dari umpanku? Perasaan, umpan ini adalah umpan yang paling up to date sekarang. Apa dewi fortuna belum mengiringi langkahku? Bagaimana aku bisa makan hari ini? Tuhan, tolonglah hambamu ini. ”
    2.Toba: (mengayun tali pancing sambil melamun)
    3.Toba: (ekspresi terkejut karena tiba – tiba tali pancing terasa berat) “Eh, penonton ikan apa yang tertarik dengan umpanku?”
    4.Toba: “Wah, hari ini aku dapat ikan mas. Besar lagi. Cukup untuk dua hari kumakan. Para penonton, Bapak - bapak, Ibu - ibu, semua yang ada di sini, pasti kebagian ikan mas ini. Tenang saja.”(sambil mengusap ikan mas yang besar)
    5.Musik dangdut dilantunkan, ikan tersebut berubah menjadi wanita berparas cantik dan anggun, dan Toba terkejut bercampur tidak percaya melihatnya?
    6.Toba : “Putri dari mana kau? Dari kayangankah? Soalnya elok sekali paras kau.”
    7.Putri : “Halo, penonton semua. Aku Putri. Aku dari kayangan. Aku yang punya sejarah yang suram. Dulu, saya pernah dikutuk oleh para dewa karena telah melanggar peraturan di kayangan dan telah tersurat jika saya tersentuh tangan maka saya akan berubah seperti makhluk yang menyentuh saya. Karena saya disentuh oleh manusia, maka saya menjadi manusia.”
    8.Toba : “Panjang sekali cerita kau, tak mengerti aku. Ah! Sudahlah, kau pulang dulu ke rumahku nanti baru kau ceritakan ulang.”
    9.Sesampainya di rumah Toba
    10.Putri : “Ini rumah Abang? Berantakan sekali ya, Penonton!”
    11.Toba: “Iyalah. Pasti kau kira rumahku itu bersih, aman, rapi, dan indah seperti julukan kota di seberang sana? Ya, beginilah kalau tinggal sendirian. Aku cuma di rumah itu malam hari. Sisanya, aku mengurusi ladang milik ayahku dan memancing.”
    12.Putri : “Lho, ayah Aang kemana? Kenapa tidak kelihatan dari tadi?”
    13Toba : Beliau sudah meninggal 3 tahun lalu, terus sebulan setelah ayahku meninggal ibuku menyusul. Eh, tapi sudahlah tak perlu kau pikirkan. Itu sudah berlalu.
    14.Putri : Maaf, aku mengingatkan Abang dengan masa lalu. Ngomong – ngomong, nama Abang siapa?
    15.Toba : “Aku, Toba. Kalau kau siapa? Eh, sebentar, katanya kau dari kayangan. Berarti kupanggil kau Putri saja. Lebih elok didengar orang kampung. Eh, tadi kau ngomong mau cerita lagi kenapa kau sampai bisa dikutuk jadi ikan mas. Ceritalah. Aku siap mendengar.”
    16.Putri :”Ah! Sudahlah, tak perlu diingat lagi. Aku tak mau mengingat masa laluku. Tadi juga aku sudah berbagi dengan penonton dan Abang, tapi sepertinya Abang agak telat mikir. Yang penting sekarang, aku bisa menikmati rasanya menjadi seorang manusia.”
    17.Toba: ”Ya, sudahlah kalau kau tak mau ceritera, yang penting penonton sudah tahu keluh-kesah kau. Biarlah aku tidak tahu.
    18.Toba: ”Penonton, aku mau menyatakan cintaku dengan si Putri ya. Putri, jujur, aku jatuh cinta padamu. Paras kau yang elok dan anggun, tutur kata kau yang lembut, dan semuanya. Apa kau mau menikah denganku?”
    19.Putri : “Baiklah. Aku bersedia. Tapi ada satu syarat. Biarkan penonton jadi saksi. Abang tidak boleh memberitahu bahwa aku berasal dari ikan dan saat kita punya anak nanti, abang tidak boleh menghinanya dengan sebutan anak ikan.”
    20.Toba: “Kalau masalah itu kau tak perlu takut. Rahasia ini akan kujaga baik – baik. Mari, kau kukenalkan dengan orang kampung. Kujamin mereka terpesona melihat keanggunanmu. Penonton juga bisa memegang ucapanku ini.”
    21.Toba: “Warga, ayo ke sini! Aku mau mengenalkan kalian dengan calon istriku yang berasal dari i……”

    BalasHapus
  9. (2/3)

    22.Warga kampung:”Toba, dari mana kau dapat wanita ini? Bagaimana kau bisa bertemu dengannya? Kapan ketemunya? Apa dia tersesat?”
    23.Toba: (dengan logat batak yang khas) “Dia kudapat dari desa sebelah. Katanya dia tersesat. Wah kalau kalian tanya bagaimana, panjang ceriteranya, aku sendiri sampai tidak mengerti bagaimana aku bisa bertemu dengan wanita berparas anggun ini. Aku salah satu orang yang lebih dari beruntung dapat menikahinya.”

    Babak II
    24.Toba dan Putri telah menikah dan Toba sudah pindah rumah.
    25.Toba: (masih dengan logat batak yang kental) “Putri, terimakasih sekali, karena kau aku bisa tinggal di rumah moderen seperti ini. Tidak seperti rumahku yang dulu. Sekali lagi terimakasih, Putri. Penonton, aku sekarang jadi orang kaya yang bertempat tinggal di rumah moderen, walaupun sikapku masih kampungan. Maklum, aku lahir, besar, dan akan tua di kampung.”
    26.Putri: “Abang, tidak perlu sungkan. Yang penting, sekarang kita bahagia. Iya, kan, Penonton?”
    27.Toba: “Betul ‘kali kau.”
    28.Putri: (mengerahkan kesaktian yang dimilikinya) “Abang, ini adalah pemberianku yang terakhir. Setelah ini, kesaktianku akan hilang. Dan, aku tidak bisa memberikanmu sesuatu yang berharga lagi. Pergunakan pemberianku yang terakhir ini dengan sebaik – baiknya. Penonton, kalian sudah melihat apa yang kuberikan pada suamiku. Selanjutnya, kuingin kalian memantau suamiku. Kalau dia nakal, lapor ke saya, biar saya lapor ke Pak RT.”
    27.Toba:”Kau tak perlu takut. Aku pasti menggunakannya untuk hal – hal yang bermanfaat. Kau juga tak perlu ragu, aku tidak akan menyia – nyiakanmu, karena kau, aku bisa sukses. Kalau tidak ada kau, mungkin aku masih kerja sendirian di ladang sekarang. Penonton kalau nakalnya cuma sedikit, tak perlu dilaporkan. Nanti aku yang susah. Setuju?”

    Babak III
    29.Toba dan Putri dikaruniai bayi laki – laki yang lucu.
    30.Toba:”Nang, ning, ning, nang, ning, nung. Putri, kau lihat anak kita lucu ‘kali.” “Penonton, lihat, aku sudah jadi bapak sekarang.”
    31.Putri:”Iya, Bang. Ngomong – ngomong, anak kita dikasih nama apa, Bang? Abang masih telmi ya, Penonton, padahal sudah mau jadi ayah dari anakku”
    32.Toba:”Anakku yang lucu, kuberi nama kau “Samosir”. Putri dan penonton, setuju?”
    33.Putri:”Samosir, nama yang bagus. Cocok untuk anak kita, Bang.
    34.Samosir:”Halo, penonton, aku Samosir, anak Pak Toba dan Bu Putri. Salam kenal!”

    Babak IV
    35.Anak itu tumbuh menjadi anak yang tampan, tetapi anak ini punya kebiasaan buruk, ia sering merasa lapar. Hal ini seringkali membuat Toba marah.
    36.Toba: (berteriak sambil setengah marah)”Putri, kau tidak masak hari ini? Bagaimana kau ini? Tak malu kau dilihat penonton sebanyak ini. Kau juga tidak tahu aku lelah pulang kerja. Ternyata, sampai rumah aku harus marah lagi.”
    37.Putri: “Maaf, Bang. Tadi Samosir merasa sangat lapar. Jadi, bekal buat Abang dimakan sama Samosir. Ini mau saya buatkan lagi bekal untuk Abang. Ditunggu ya, Bang.
    38.Toba: (masih setengah marah) Ya, sudah kutunggu. Tapi, lain kali awas kau begitu.” “Mana si Samosir?” “Samosir, ke mana kau? Sudah kenyang kau makan, Nak? Enak kau makan jatah punya ayahmu ini? Kau, tahu ayahmu ini lelah, letih, dan lesu. Kau enak saja makan punya ayahmu ini.”
    39.Samosir:”Maaf, Ayah. Tadi, Samosir sangat lapar. Jadi, Samosir makan punya ayah.”
    40.Toba:”Ya sudah, ayah maafkan. Tapi kau janji lain kali, tidak boleh mengambil milik orang lain. Itu tidak lebih dari pencuri. Mengerti?”
    41.Samosir:”Iya, Ayah. Samosir, janji.”
    42.Toba:”Bagus.”
    43.Hal ini berlangsung terus sampai akhrnya kesabaran Toba sudah melampaui batas
    44.Toba: (dengan nada marah) “Samosir, apa yang waktu itu kau janjikan kepada aku? Kau melanggar janjimu. Sekarang, aku harus menghukummu.” “Kau tidak boleh tidur di rumah ini, sebelum kau bisa merubah tabiat burukmu itu.”
    45.Putri: (sambil menangis)”Jangan, Bang!” “Samosir masih kecil, kalau Samosir sakit bagaimana, Bang? Apa Abang tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan Samosir jika Abang melakukan ini. Samosir tak berdaya, Bang. Dia masih kecil.

    BalasHapus
  10. (3/3)

    46.Toba: (masih dengan nada marah) “Ini jadinya kalau anak ini terus dimanja. Dia selalu bertindak sesuka hati, tidak memikirkan orang lain. Kalian berdua sama saja.”
    47.Putri: (dengan nada memelas) “Sekarang terserah pada Abang! Kalau Abang ingin menghukum Samosir. Silahkan! Tapi, Abang harus turuti permintaan saya. Saya minta Abang tidak mengusir Samosir dari rumah. Hanya itu permintaan saya.”
    48.Toba: (marah agak mereda) “Samosir, karena ibumu yang meminta, Ayah tidak bisa menolak. Ayah tidak jadi mengusirmu. Tapi kau tetap harus menjalani hukumanmu.” “Selama seminggu, kau tidak kuizinkan tidur di kamar. Tempat tidurmu di gudang.” “Mengerti?”
    49.Samosir: (sambil menangis) “Iya, Ayah. Samosir mengerti.”
    50.Empat bulan berlalu, Samosir yang sudah bebas dari hukumannya, masih dengan kebiasaannya yang sering lapar. Kali ini, kemarahan Toba sudah memuncak.
    51.Toba: (sangat marah) “Samosir, di mana kau?”
    52.Samosir: “Aku di sini Ayah. Ada apa Ayah memanggilku?”
    53.Toba: “Jangan banyak bertanya kau! Apakah kau makan lagi bekal untuk Ayah?”
    54.Samosir: “Maaf, Ayah! Tadi, Samosir sangat lapar, terpaksa Samosir makan bekal Ayah?”
    55.Toba: (menarik telinga Samosir sambil membawanya ke luar rumah) “Kau tahu Ayah dari mana? Kau tahu Ayah ini bekerja di ladang, Banting tulang. Kau seenaknya saja makan bekal Ayah. Sekali, dua kali sudah Ayah maafkan, tapi ini sudah berulang kali. Kau tahu itu bukan?
    56.Samosir: (menangis) Maaf, Ayah! Samosir akan mencoba untuk tidak mengulanginya lagi. Jangan hokum Samosir lagi Ayah.
    57.Toba: “Sudah! Tak ada lagi kata maaf buat anak nakal seperti kau!” “Dasar anak kurang ajar. Tidak tahu diuntung. Betul-betul kau anak keturunan perempuan yang berasal dari ikan!!”
    58. Sambil menangis, Samosir berlari pulang menemui ibunya di rumah. Kepada ibunya dia mengadukan bahwa dia dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan yang diucapkan ayahnya kepadanya di ceritakan pula. Mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali, terutama karena suaminya sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan kepada anaknya itu.
    59.Putri: (terkejut mendengar cerita Samosir) Anakku, apakah kau berkata jujur? Apakah kau tidak membohongi Ibu?
    60.Samosir: “Tidak, Bu. Apa benar aku ini anak ikan, Bu? Jawab, Bu!
    61.Putri: “Sekarang, Ibu minta kau untuk tidak mempedulikan perkataan Ayahmu.” “Segeralah pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah kita dan kau harus memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit itu.”
    62.Samosir: “Baik, Bu!”
    63. Samosir segera melakukan perintah ibunya itu. Dia berlari-lari menuju ke bukit yang dimaksud ibunya dan mendakinya.
    64. Ketika tampak oleh ibunya bahwa Samosir sudah hampir sampai ke puncak pohon kayu yang dipanjatnya di atas bukit , dia pun berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh dari rumah mereka itu.
    65. Putri: (sambil berlari ke arah sungai) “Sudah tidak ada lagi yang bisa kupercaya. Toba sudah berkhianat!”
    66. Akhir cerita, Putri tiba di tepi sungai itu, kilat menyambar disertai bunyi guruh yang megelegar. Sesaat kemudian, ia melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar. Pada saat yang sama, sungai itu pun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat lebat. Beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap kemana-mana dan tergenanglah lembah tempat sungai itu mengalir. Toba tak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar yang di kemudian hari dinamakan orang Danau Toba dan Pulau kecil di tengah-tengahnya diberi nama Pulau Samosir.

    -SELESAI-

    *Palembang, 30 September 2009
    Sumber:
    http://www.bali-directory.com/education/folks-tale/AsalMulaDanauToba.asp
    http://www.e-smartschool.com/cra/001/CRA0010010.asp

    BalasHapus
  11. Dongeng Sungai Jodoh
    (1/3)
    Di suatu ruang tamu yang mewah.
    1. Mak Piah : “Nikmat sekali menjadi orang kaya, orang terkaya di kampung. Hahaha. Kalau mau apa saja tinggal suruh pembantu.” (duduk di kursi sambil memakan buah anggur)
    2. Siti Mayang : (datang sambil membawa pakaian)
    “Mama!!” (berteriak)
    3. Mak Piah : “Ada apa anakku yang cantik?” (sambil berdiri)
    4. Siti Mayang : “Coba mama lihat pakaianku ini.”
    5. Mak Piah : “Ada apa dengan pakaianmu ini nak?”
    6. Siti Mayang : “Warnanya luntur. Kalau luntur, pakaian ini terlihat jelek. Siti malu kalau diejek teman-teman Siti.”
    7. Mak Piah : “Ini pasti ulah Mah Bongsu!”
    8. Siti Mayang : “Betul, ma. Ini pasti ulah dia. Mama tahu tidak bahwa Mah Bongsu itu iri dengan Siti. Kemarin ia juga menjelek-jelekan mama.”
    9. Mak Piah : “Apa? Dasar buruh cuci kurang ajar. Mah Bongsu!!” (berteriak memanggil Mah Bongsu)
    10. Mah Bongsu : “Iya, bu. Ada apa ibu memanggil saya?”
    11. Mak Piah : “Kamu berani sekali menjelek-jelekan aku! Lalu kamu juga merusak pakaiannya Siti, anakku yang cantik ini. Kamu iri dengan kecantikan Siti?”
    12. Mah Bongsu : “Maksud ibu apa? Saya tidak mengerti. Soal pakaian itu, saya tidak sengaja mencampurkannya dengan pakaian lain.”
    13. Siti Mayang : “Alasan saja kamu ini. Kamu pikir kamu itu siapa? Kamu itu hanya seorang buruh cuci yang yatim piatu! Kamu iri pula dengan kecantikan aku. Iya kan??”
    14. Mak Piah : “Siti, sekarang kamu ke kamar kamu ya, nak. Nanti kita akan membeli pakaian yang baru dan lebih mahal dari pakaian ini. Dan kamu, Mah Bongsu, aku akan memberi hukuman padamu. Kamu tidak akan saya upah selama satu bulan. Mengerti kamu?”
    15. Mah Bongsu : “Tidak, mbak Siti. Saya memang tidak sengaja. Saya juga tidak iri dengan mbak Siti.”
    16. Siti Mayang : “Panggil aku dengan sebutan nona!!”
    17. Mah Bongsu : “Iya bu.”
    18. Mak Piah : “Sana pergi!”
    Di sebuah hutan, berjalanlah seorang pemuda tampan.
    17. Pemuda : “Hari ini aku harus berburu sesuatu.”
    Ia melihat ada sebuah pohon besar yang berbuah lebat. Ia pun mengambil semua buah yang ada di pohon tersebut.
    Tiba-tiba, pohon tersebut berubah menjadi seorang penyihir.
    18. Penyihir : “Dasar pencuri! Kau mencuri semua buah-buahan milikku.”
    19. Pemuda : “Saya tidak bermaksud mencurinya.” (jawabnya dengan terbata-bata)
    20. Penyihir : “Oleh karena itu, aku akan menyihirmu menjadi seekor ular.” (katanya sambil mengeluarkan tongkat sihirnya)
    Pemuda itu pun berubah menjadi seekor ular. Ia pun langsung bersembunyi dengan merayap di atas pohon.
    21. Penyihir : “Kemana ular itu? Hei ular, aku lupa memberitahu sesuatu. Kamu akan berubah kembali ketika ada seorang gadis yang benar-benar tulus kepadamu.”
    Penyihir itu pun menghilang.
    22. Ular : “Aku harus mencari gadis itu agar aku dapat kembali menjadi manusia.”
    Keesokan harinya, Mak Piah datang ke rumah Mah Bongsu.
    23. Mak Piah : “Mah Bongsu!!”
    24. Mah Bongsu : “Ada apa, bu?”
    25. Mak Piah : “Ada apa? Kamu masih bertanya untuk apa aku datang ke rumahmu yang jelek ini?”
    26. Mah Bongsu : “Ibu ingin saya mencuci?”
    27. Mak Piah : “Tentu saja. Aku punya banyak sekali pakaian yang harus kamu cuci. Ini pakaiannya.”
    Mak Piah memberikan Mah Bongsu sebuah bakul besar yang berisi penuh dengan pakaian kotor.
    28. Mah Bongsu : “Baiklah, bu. Akan saya cuci sekarang.”
    29. Mak Piah : “Sana pergi. Awas kalau pakaian saya rusak karena ulahmu!”
    30. Mah Bongsu : “Iya, bu.”

    BalasHapus
  12. (2/3)
    Mah Bongsu langsung bergegas ke sebuah sungai dekat rumahnya.
    31. Ular : “Sakit sekali tubuhku ini. Aku baru tahu, menjadi seekor ular itu tidaklah menyenangkan. Sering sekali dilukai manusia.”
    Tiba-tiba ular itu pingsan di sebuah batu dekat sungai tempat Mah Bongsu mencuci.
    32. Mah Bongsu : “Kasihan ular ini. Sepertinya ia terluka karena panah. Dasar manusia kejam. Aku akan merawat ular ini.”



    Ular yang terluka itu dimasukkan ke dalam bakul cuciannya dan kemudian dibawa pulang.
    33. Mah Bongsu : “Akan kutaruh kau di sini. Aku akan mengambil obat untukmu.”
    34. Ular : “Baik sekali gadis ini.”
    Ular ini pun melihat ke sekeliling rumah Mah Bongsu. Ia merasa iba dengan keadaan rumah Mah Bongsu yang sudah tua dan tidak terawat.
    35. Mah Bongsu : “Sini aku obati supaya kamu cepat sembuh.”
    Beberapa hari kemudian ular itu pun sembuh. Mah Bongsu pun merawatnya dengan baik sehingga ular itu pun bertambah besar dan mengelupas kulitnya.
    Oleh Mah Bongsu, kulit itu dibakar. Asapnya mengepul-ngepul. Ketika asapnya bertiup ke arah Pulau Jawa, tiba-tiba kain batik Solo ternama bertumpuk di rumah Mah Bongsu. Ketika asapnya bertiup ke Negeri Tiongkok, kain sutra pun juga bertumpuk di rumahnya. Begitu pula ketika asapnya bertiup ke arah India, Malaysia, dan Singapura.
    Beberapa bulan kemudian, Mah Bongsu pun menjadi orang terkaya di kampung. Akan tetapi, ia tetap dermawan. Tidak sengaja Siti Mayang melihat Mah Bongsu.
    36. Siti Mayang (dengan kaget) :”Astaga! Apa yang terjadi? Mengapa tiba-tiba Mah Bongsu menjadi orang kaya? Akan aku adukan ke mama!”
    Siti Mayang pun bergegas pulang ke rumahnya.
    37. Siti Mayang : “Mama!!”
    38. Mak Piah : “Ada apa, nak? Kamu ini mengagetkan saja.”
    39. Siti Mayang : “Mama tahu tidak bahwa Mah Bongsu itu menjadi orang kaya sekarang!”
    40. Mak Piah : “Apa? Kamu tidak bercanda, siti? Kalau dia kaya, kita bisa tersaingi! Kita tidak boleh membiarkan hal ini terjadi.”
    41. Siti Mayang : “Betul, ma. Kita harus melakukan sesuatu.”
    42. Mak Piah : “Ini pasti perbuatan jin! Malam ini mama akan ke rumahnya, mengintip apa rahasia yang membuatnya kaya raya.”
    43. Siti Mayang : “Ide yang bagus, ma.”
    Siti Mayang dan Mak Piah pun tertawa dengan licik.
    Pada malam harinya Mak Piah datang ke rumah Mah Bongsu.
    44. Mak Piah : “Aku harus mengintip agar tidak ketahuan!”
    Mak Piah pun mencoba mengintip dari celah-elah rumah Mah Bongsu.
    45. Mah Bongsu : “Ular, ini kusediakan makan malam untukmu.”
    46. Ular : “Terima kasih, Mah Bongsu.”
    47. Mah Bongsu : “Seharusnya sayalah yang harus berterima kasih padamu, ular. Karena kaulah yang memberiku kekayaan ini.”
    Mak Piah mendengar percakapan antara Mah Bongsu dan si ular.
    48. Mak Piah : “Jadi, ular itu yang membuat Mah Bongsu kaya raya. Baiklah akan kucarikan seekor ular untuk Siti tercinta.”
    Mak Piah pun mencari seekor ular di pinggir sungai dan memasukkannya ke dalam karung goni.
    49. Mak Piah : “Siti anakku, ular ini akan membuat kita kaya.”
    Mak Piah pun memasukkan ular tersebut ke dalam kamar Siti Mayang. Tanpa Mak Piah sadari bahwa ular itu melilit tubuh Siti Mayang dan menggigit Siti Mayang.
    50. Siti Mayang : “Ma, ular ini menggigitku.”
    51. Mak Piah : “Sayang, tahanlah sedikit. Ular ini akan membuat kita menjadi kaya raya bahkan lebih kaya dari Mah Bongsu. Kita akan menjadi orang terkaya di negeri ini.”

    BalasHapus
  13. (3/3)
    Keesokan malamnya, seperti biasa Mah Bongsu menyediakan makan malam untuk si ular. Ia langsung terkejut ketika menyadari bahwa rumahnya berubah menjadi sebuah istana yang megah.
    52. Mah Bongsu : “Ular, apakah ini berasal dari kekuatan sihirmu?”
    53. Ular : “Mah Bongsu, janganlah terkejut. Aku ingin kita ke sungai tempat kita pertama kali bertemu.”
    54. Mah Bongsu : “Baiklah, akan ku antar.”
    Mah Bongsu dan si ular pergi ke sungai tempat mereka pertama kali bertemu.
    55. Ular : “Mah Bongsu, lihatlah aku.”
    Si ular pun langsung berubah menjadi seorang pemuda tampan. Betapa terkejutnya Mah Bongsu melihatnya.
    56. Pemuda : “Mah Bongsu, aku ingin melamarmu untuk menjadi istriku.”
    Mah Bongsu pun menerima lamaran si pemuda itu. Keesokan harinya digelar sebuah pesta pernikahan Mah Bongsu dan pemuda itu. Sementara di rumah Mak Piah:
    57. Mak Piah : “Maafkan mama, nak. Kalau saja mama tidak membawa ular itu masuk ke kamarmu, mungkin kamu masih hidup sekarang.”
    Mak Piah menangis karena kematian Siti Mayang yang dipatuk ular yang dibawa Mak Piah. Terlihat dari wajah Mak Piah bahwa ia sangat menyesal telah membawa ular itu masuk ke kamar Siti Mayang. Masyarakat setempat menamai sungai tempat pertemuan Mah Bongsu dan si ular dengan nama Sungai Jodoh dan desa yang ditempati Mah Bongsu dengan nama Desa Tiban yang berasal dari kata ketiban. Banyak orang yang datang ke sungai tersebut, berendam dan membasuh diri mereka agar mendapat jodoh dan rezeki seperti Mah Bongsu.


    Daisy Orlana
    XI IPA 4 / 10
    Sumber: Syamsuddin B. M. , Cerita Rakyat Dari Batam, Grasindo, Jakarta: 2001

    BalasHapus
  14. Loro Jonggrang
    (1/3)
    Prolog : Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteram dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

    Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam, sakti dan mempunyai pasukan jin

    1. Bandung : "Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!", ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya.

    2. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita.

    3. Bandung : "Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku," pikir Bandung Bondowoso.

    4. Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang.

    5. Bandung : "Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?", Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang.

    6. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso.

    7. Loro : "Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya", ujar Loro Jongrang dalam hati. "Apa yang harus aku lakukan ?".

    8. Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar.

    9. Loro : Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena saya memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso, ujar Loro jonggrang dalam hati.

    10. Bandung : "Bagaimana, Loro Jonggrang ?" desak Bondowoso.

    11. Loro : "Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya," kata Loro jonggrang.

    12. Bandung : "Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?".

    BalasHapus
  15. (2/3)
    13. Loro : "Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang.

    14. Bandung : Lalu apa?

    15. Loro : Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah, ujar Loro.

    16. Bandung : "Seribu buah?" teriak Bondowoso.

    17. Loro : "Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.”

    18. Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya.

    19. Penasehat : "Saya percaya tuanku bisa membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!", kata penasehat.

    20. Bandung : "Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!"

    21. Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar.

    22. Bandung : "Pasukan jin, Bantulah aku!" teriaknya dengan suara menggelegar.

    23. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso.

    24. Jin : "Apa yang harus kami lakukan Tuan ?", tanya pemimpin jin.

    25. Bandung : "Bantu aku membangun seribu candi," pinta Bandung Bondowoso.

    26. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.
    Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin

    27. Loro : "Wah, bagaimana ini?", ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal.

    28. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami.

    29. Loro : "Cepat bakar semua jerami itu!" perintah Loro Jonggrang.

    30. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung... dung...dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing

    BalasHapus
  16. (3/3)
    31. Jin : "Wah, matahari akan terbit!" seru jin. "Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari," sambung jin yang lain.

    32. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu.

    33. Bandung : heran melihat kepanikan itu.

    34. Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi.

    35. Bandung : "Candi yang kau minta sudah berdiri!".

    36. Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!.

    37. Loro : "Jumlahnya kurang satu!" seru Loro Jonggrang. "Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan".

    38. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu.

    39. Bandung : Ia menjadi sangat murka. "Tidak mungkin...", kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. "Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!" katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang.

    40. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu.

    41. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro Jonggrang.

    Selesai..

    Florensia
    XI.P4 / 15
    Sumber :
    http://www.e-smartschool.com/cra/001/CRA0010006.asp

    BalasHapus
  17. TIMUN MAS
    Karya : Agustinus Haris P


    1.BABAK 1
    Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun. Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu.
    1.Raksasa :”Hai kalian sepasang suami istri yang memberikan kalian anak,ambilah biji mentimun ini,”(raksa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.)
    2.Pak Petani :”Tt...te....terima kasih tuan raksasa” kata bapak petani dengan terbata- bata.”Tetapi bagaimana cara untuk mendapatkan seorang anak dari biji mentimun ini?”tanya Pak Petani.
    3.Raksasa :”Ha ha ha ha! mudah saja,tanamlah biji mentimun ini lalu rawatlah dengan baik sampai pohonnya berbuah” jawab raksasa sambil tertawa.
    4.Pak Petani & Bu Petani :”Terimakasih Tuan Raksasa” sahut mereka serempak.
    5.Raksasa :”Hei kalian jangan pergi dulu!,setelah anak itu berusia 17 tahun anak itu harus kalian harus menyerahkan anak itu padaku.Jika tidak,rumah kalian berdua akan aku hancurkan!”ancam Raksasa itu.
    2.BABAK 2
    Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas. Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga padanya.Kemudian tanpa terasa Timun Mas telah berusia 17 tahun,sampai suatu ketika raksasa tersebut datang kembali....
    6.Raksasa :”Ha Ha Ha....,dimana Timun Mas lelaki tua.Aku akan mengambilnya,karena sekarang ia sudah berumur 17 tahun dan kalian telah berjanji menyerahkannya padaku.” kata raksasa itu dengan suara keras.
    7.Pak Petani :"Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya," katanya. Petani itu segera menemui anaknya.
    8.Bu Petani :”Timuun Maaaass,kemarilah naak”panggil Bu Petani.
    9.Timun Mas :”Iya Buuuuu.....”jawab Timun Mas.
    10.Bu Petani : "Anakkku, ambillah ini," katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. "Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin," katanya.
    Raksasa menunggu cukup lama. Ia pun menjadi tak sabar..
    11.Raksasa :”Pak Tani,kenapa isterimu lama sekali !?”tanya raksasa kesal.
    12.Pak Tani :”Tunggulah sebentar Tuan,sebentar lagi ia pasti kembali.” jawab Pak Petani dengan agak takut.
    13.Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.

    BalasHapus
  18. 3.BABAK 3
    14.Raksasa :”Hei Timun Mas,jangan lari kau naak!” teriak Raksasa itu dari jauh.
    15.Timun Mas:”Coba saja kalau kau bisa menangkapku!” Timun Mas mencoba memancing raksasa tersebut.`
    Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa.
    17.Timun Mas :”Raskanlah ini Raksasa jahat!”(Timun Mas lalu melemparkan segenggam garam itu ke arah Raksasa.Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.)
    18.Raksasa :Raksasa pun terkejut dan berkata ”Kaupikir lautan seperti ini dapat mengahalangiku nak,tidak sama sekali!!”(lalu raksasa itu pun dengan mudah berenang melewati lautan yang luas itu)
    Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya.
    19.Timun Mas :”Aku masih mempunyai beberapa kejutan untukmu lagi,Raksasa Jahat.!”tantang Timun Mas.( Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa.)
    20.Raksasa :”Argh!!,sakit!” (Raksasa berteriak kesakitan karena tertusuk duri)
    Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas.
    21.Timun Mas :”Wah,benda ajaib pemberian ibu tersisa 2.Baiklah aku akan memakai yang ke 3”( Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas.)
    22.Raksasa :”Owh,kebun mentimun yang sangat luas!.Kebetulan sekali,aku sangat letih dan lapaar.”(Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa pun tertidur.)
    Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi Raksasa itu pun terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya.
    23.Timun Mas :”Huwf,aku lelah sekali telah berlari terus menerus.Rasanya aku tak kuat lagi.”(Timun Mas sangat kelelahan,ia tidak sanggup lagi untuk berlari.)dan seketika itu pun................
    24.Raksasa :”Hoah,rasanya enak sekali sehabis makan banyak mentimun dan tidur.Aku sampai lupa harus menangkap Timun Mas.”(seketika itu juga Raksasa yang telah terbangun dari tidurnya langsung berlari untuk menangkap Timun Mas.)
    sementara itu Timun Mas...
    25.Timun Mas :”Tidak,Raksasa itu kembali lagi untuk menangkapku.Baiklah,ini benda ajaib yang terakhir semoga dengan ini semuanya berakhir.Rasakan ini Raksasa jahat!!”
    Timun Mas yang sangat ketakutan,lalu melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.
    26.Timun Mas :”Huwff,akhirnya Raksasa jahat itu lenyaplah sudah.Aku harus bergegas menemui ibu dan ayah.”(dengan sisa tenaga terakhirnya Timun Mas berjalan menuju ke tempat ayah dan ibunya.)
    Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat.
    27.Pak Tani :”Anakku!..”teriak ayahnya gembira.
    28.Bu Tani :”Syukurlah nak,kau selamat. Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku,"(lalu ibu dan ayah Timun Mas merangkulnya dengan senyum di bibir mereka bertiga.....)
    Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.

    BalasHapus
  19. Asal Usul Kota Banyuwangi

    Babak I

    Pada zaman dahulu di daerah ujung timur Propinsi Jawa Timur berdirilah sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Raden Banterang sangat gemar berburu.
    1. Raden Banterang : “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,”
    2. Para pengawal : “Siap Baginda!” (dengan lantang dan tegas)
    3. Raden Banterang : “Aku tidak mau menunggu lama, jadi segera siapkan peralatan berburu dan kita akan berangkat.”

    Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengawalnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan, ia melihat seekor kijang melintas di depannya.
    4. Raden Banterang : “Wah, kijang itu sungguh menarik, dia akan menjadi buruanku yang pertama.”
    5. Para pengawal : “Baiklah baginda, kami akan membantumu menangkapnya.”
    6. Raden Banterang : “Tidak, kalian tidak perlu membantuku, biar aku sendiri yang menangkap kijang itu.”
    7. Para pengawal : “Tapi hal itu terlalu bahaya baginda, di hutan ini banyak binatang buas, perkenankanlah kami mengawalmu baginda.”
    8. Raden Banterang : “Aku tidak takut dengan semua itu pengawalku, jika aku diserang binatang buas, aku dapat melawannya sendiri.”
    9. Para pengawal : “Tapi…. Tunggu baginda!”

    Raden Banterang segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia pun terpisah dengan para pengawalnya.
    10. Raden Banterang : “Kemana seekor kijang tadi? Sialan, cepat sekali kijang itu berlari, tapi aku akan terus mencarinya hingga dapat.” (berkata secara pelan-pelan)

    Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya.
    11. Raden Banterang : “Hem, segar sekali air sungai ini, rasanya semua dahagaku menjadi hilang.”

    Setelah meminum air sungai itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba ia dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.
    12. Raden Banterang : “Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan ia adalah setan penunggu hutan, tapi kelihatannya tidak mungkin.” (dengan ekspresi takut)
    Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu.
    13. Raden Banterang : “Kamu manusia atau penunggu hutan ini?”
    14. Gadis cantik : “Aku adalah manusia.” (sambil tersenyum)
    15. Raden Banterang : “Perkenalkan, namaku Raden Banterang, aku adalah putra Raja. Siapa namamu gadis cantik? Dan mengapa kamu ada di tempat yang berbahaya seperti ini?” (terpesona menatap gadis itu)
    16. Gadis cantik : “Namaku Surati berasal dari kerajaan Klungkung, aku berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayahku telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan.”
    17. Raden Banterang : “Malang sekali nasibmu gadis cantik, baiklah aku akan menolongmu. Mari kita kembali ke istana ayahku. Di sana pasti kamu akan merasa nyaman karena orangnya ramah-ramah.”
    18. Gadis cantik : “Terima kasih atas pertolonganmu, mungkin aku tidak dapat membalas apa-apa padamu.”
    19. Raden Banterang : “Tidak apa-apa, saya ikhlas membantumu. Ayo kita kembali ke istana, hari sudah mulai gelap.”

    BalasHapus
  20. Babak II

    Tak lama setelah Surati tinggal di istana, Raden Banterang pun menikah dengannya dan membangun keluarga yang bahagia. Pada suatu hari, Surati berjalan-jalan sendirian ke luar istana.
    20. Lelaki compang-camping: “Surati! Surati!” (dengan suara keras)
    21. Surati : “Siapa laki-laki yang berpakaian compang-camping ini?” (bisik-bisik)
    Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa.
    21. Rupaksa : “Surati, mengapa kamu menikah dengan Raden Banterang? Ia telah membunuh ayahanda kita, kita harus membalas dendam padanya.”
    22. Surati : “Maafkan saya kakak, saya tidak bisa membantu kakak untuk membalas dendam, saya berhutang budi pada Raden Banterang karena waktu itu ia yang menyelamatkan saya.”
    23. Rupaksa : “Apa? Kamu sungguh tidak berbakti kepada ayahandamu. Tapi sudahlah, saya tidak bisa memaksa, ini untukmu sebagai kenangan.”
    24. Surati : “Terima kasih kakak, maaf jika saya telah membantah kakak.”
    25. Rupaksa : “Ikat kepala ini harus kamu simpan di bawah tempat tidurmu.”
    26. Surati : “Baiklah kakak, saya akan menyimpannya.”

    Ketika Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping.
    27. Lelaki compang-camping : “Tuanku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri. Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat tidurnya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan.”
    Lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius.
    28. Raden Banterang : “Cepat sekali lelaki itu menghilang, tapi apa benar yang dikatakannya?”

    Sesampainya di istana, Raden Banterang bergegas menuju tempat tidur istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping itu.
    29. Raden Banterang : “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kamu berencana membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini! Begitukah balasanmu padaku?”
    30. Surati : “Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki! Justru Adinda merasa sangat berhutang budi pada Kakanda.”
    31. Raden Banterang : “Aku tidak bisa percaya padamu, kamu telah mengkhianatiku. Sebelum kamu membunuhku, maka aku akan mengakhiri hidupmu terlebih dahulu.”
    32. Surati : “Ampun Kakanda, Adinda sangat mencintai Kakanda, Adinda tidak mungkin mencelakakan Kakanda.”
    33. Raden Banterang : “Tidak ada ampun untuk niat jahatmu.”(nada bicara yang kasar)

    Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Ia pun membawa istrinya secara paksa ke tepi sungai. Setelah tiba di sungai.
    34. Surati: “Dari mana Kakanda mempunyai pikiran bahwa Adinda akan membunuh Kakanda?”
    35. Raden Banterang : “Aku tahu dari seorang lelaki compang-camping yang bertemu denganku ketika aku sedang berburu di hutan. Lelaki compang-camping itu mengatakan bahwa kamu menyuruh pemilik ikat kepala itu untuk membunuhku.”
    36. Surati : “Apa? Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda, dia memberi ikat kepala itu sebagai kenangan dan menyuruh saya untuk menyimpannya di bawah tempat tidurku.”

    BalasHapus
  21. 37. Raden Banterang : “Semua itu omong kosong, kamu pasti benar-benar berencana membunuhku, aku tidak peduli dengan semua alasanmu.”
    38. Surati : “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Sebenarnya kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda dimintai bantuan, tetapi Adinda menolaknya!”
    39. Raden Banterang : “Kamu pasti berbohong, kamu hanya mengarang semuanya.”
    40. Surati : “Baiklah Kakanda ! Ketika Kakanda telah membunuh Adinda, jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” (dengan hati yang sedih)
    41. Raden Banterang : “Terserah apa katamu, ucapan kamu hanya mengada-ada.”

    Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.
    Tidak berapa lama, bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar.
    42.Raden Banterang : “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya! Betapa bodoh dan kejamnya aku, aku sudah membunuh istriku sendiri, padahal dia tidak bersalah sedikitpun.”
    Sejak itu, sungai tersebut menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.

    Sumber: www.e-smartschool.com/CRA/001/CRA0010017.asp

    Nama : Aris Saputra
    Kelas : XI IPA 4
    Nomor absen : 07

    BalasHapus
  22. Semangka Emas
    (Cerita dari Melayu Sambas)

    Babak I

    Pada zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan.

    Muzakir : Wah, uangku sudah terkumpul banyak, aku harus segera menyimpannya di tempat yang aman sebelum semua orang miskin yang kotor itu meminta-minta padaku.

    Dermawan : Jangan begitu kak, mereka juga manusia yang membutuhkan sesama, jadi wajar saja kalau kita menolong mereka. O ya kak, nanti aku mau menyumbang sembako untuk panti jompo. Kakak mau ikut?

    Muzakir : Ikut? Tidak salah? Yah tidak mungkin lah, nanti lama kelamaan harta kita habis dikuras mereka. Kamu saja yang bodoh karena selalu dimanfaatkan oleh mereka.

    Saudagar : Jangan begitu Muzakir, kamu tidak boleh berkata seperti itu kepada adikmu, dia kan bermaksud baik, lagipula kamu harus mengubah sifat burukmu itu. Ayah sudah semakin tua dan sudah semakin dekat dengan ajal, tapi sebelum itu ayah akan memberikan kalian harta sama rata. Harta ini harus kalian manfaatkan untuk saling membantu terutama yang membutuhkan. Kalian tidak boleh saling iri ataupun berbantah satu sama lain apalagi setelah ayah meninggal, pokoknya kalian harus menjadi sepasang kakak adik yang rukun, kalian berjanji?

    Muzakir dan Dermawan : Ya ayah..

    Muzakir : Aku harus membeli peti besi nih lalu menyimpan semua uangku di lemari besi ini, jadi jika ada orang miskin datang meminta akan kutertawakan mereka. Apalagi mereka yang lumpuh, buta, dan cacat mental. Hahaha… Kasihan yah mereka! Bila mereka masih tidak mau pergi, aku akan memanggil orang gajianku untuk mengusir mereka dari rumahku biar semua orang aneh itu datang berbondong-bondong ke rumah si Dermawan, rasain tuh! Sok baik sih sama orang.
    Dermawan : Hai, kalian semua, kenapa kalian datang ke sini?
    Orang miskin : Maaf tuan, kami tadi bermaksud meminta derma dari Pak Muzakir, tapi ia malah mengusir kami dengan kasar. Sekarang perut kami sangat lapar karena kami belum makan sejak 2 hari yang lalu tuan.
    Dermawan : Wah, keterlaluan tuh si Muzakir! Mari masuk, saya akan memberikan kalian makanan dan minuman yang banyak agar kalian tidak menderita lagi.
    Orang miskin : Terima kasih banyak tuan. Kami sudah terlalu banyak merepotkan tuan.
    Dermawan : Ayo masuk, jangan malu-malu, anggap saja rumah sendiri.
    Dermawan : Aduh, bagaimana yah? Uang aku sudah mulai menipis karena terus-menerus berderma, aku harus memikirkan cara nih. O ya, gimana kalau aku kerja aja ya. Kan lumayan hasilnya bisa digunakan mencukupi kebutuhanku, sisanya bisa kutabung deh. Sebelum itu, mungkin aku harus menjual rumah ini karena terlalu besar sedangkan biayanya kurang. Walaupun gajiku nantinya hanya cukup untuk makan saja, tapi bagiku sudah cukup memuaskan.

    BalasHapus
  23. Ibu 1: Eh jeng, dengar-dengar si Dermawan menjadi miskin karena terlalu banyak memberi derma kepada orang-orang miskin, benar-benar mulia yah hatinya itu.
    Ibu 2 : Iya tuh, ia berani berkorban demi orang lain, benar-benar pemuda yang baik hati, coba saja dia dekat dengan saya, sudah saya jodohkan dia dengan putri saya.
    Muzakir : Hah? Dermawan berubah miskin? Bukannya sebelumnya dia kaya? Apa aku tidak salah dengar yah? Tapi sukur deh, biarin tuh dia ngerasain, udah dikasih tau jangan bantu mereka masih saja bandel, akibatnya miskin kan. Hahahaha.. Kasihan deh kamu Dermawan, bodoh sih kamu. Aku mau membeli rumah yang lebih bagus dan kebun kelapa yang luas biar dia iri lihat aku. Hahaha…
    Dermawan : Kakak membeli rumah lagi? Kaya sekali dia ya.. Tapi aku tidak boleh kalah, aku harus bekerja lebih keras supaya bisa mempunyai penghasilan yang lumayan. Jadi aku masih bisa membantu orang miskin itu, kasihan sekali mereka.
    Dermawan : Aaahh.. Lelahnya.. Akhirnya bisa istirahat juga..
    BRUUUKK!!
    Dermawan : Loh? Suara apa itu? Oh, ternyata ada burung jatuh.
    Burung : Ciiiit… Cit….
    Dermawan : Kasihan sekali burung ini, kamu pasti sakit sekali ya rung? Wah, sayapmu patah, ya? Biar kucoba membalut lukamu. Nah, sudah selesai, sekarang kamu makan yah, nih ada sedikit beras, walaupun sedikit, mungkin bisa membantu kamu memulihkan tenagamu. Jadi bisa terbang lagi deh.
    Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan sesaat kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali mengunjungi Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, dan biji itu diletakkannya di depan Dermawan.
    Dermawan : Hahaha.. Apa ini burung kecil? Biji apa ini? Kecil sekali, mungkin ini yah niat baikmu untuk membalas budiku. Baiklah, aku akan menanamnya di kebun belakang rumahku, terima kasih banyak yah burung kecil, aku senang juga menerima pemberianmu ini.
    Burung : Ciiit..
    Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Yang tumbuh adalah pohon semangka. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan subur.
    Dermawan : Aneh, harusnya yang namanya pohon semangka itu banyak buahnya, tapi kok ini cuman ada satu yah? Tapi walaupun cuman satu, ukuran semangka ini aneh juga ya kalau dipikir, bentuknya lebih besar daripada semangka biasa.
    Dermawan : Akhirnya setelah sekian lama membesarkan buahnya, kini sudah saatnya untuk memanen, belum lagi wanginya sedap dan sangat harum membuatku sangat lapar. Aaaah, bukan main beratnya semangka ini. Mungkin aku harus memanggil beberapa warga di sini untuk membantu mengangkatnya. Em, pak, boleh tolong mengangkat semangka ini?
    Bapak : Boleh, tapi kok berat sekali yah? Pasti isinya juga luar biasa. Mau diletakkan di mana tuan?
    Dermawan : Di sana saja pak, terima kasih banyak yah pak.
    Dermawan : Kini sudah saatnya aku membelah semangka ini. Waw, kenapa semangka ini bisa berisi emas urai murni? Wah.. Hore!! Aku kaya!!
    Burung : Ciiit… Citt.. Cit..
    Dermawan : Itu pasti suara burung kecil yang memberikanku biji ini. Terima kasih burung kecil! Terima kasih! Terima kasih!
    Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.
    Dermawan : Dengan emas ini, aku bisa membeli rumah yang bagus dan pekarangan yang luas sekali. Semua orang miskin pun akan kusuruh ke sini dan diberi kebutuhan yang cukup. Lagi pula aku yakin, aku tidak akan jatuh miskin seperti dulu lagi karena uangnya sangat banyak dan hasil perkebunanku pun melimpah ruah.

    BalasHapus
  24. Babak II
    Muzakir yang melihat Dermawan yang menjadi kaya lagi, merasa iri dan muncul lah ide buruknya.
    Muzakir : Kenapa Dermawan bisa mendadak bisa kaya lagi yah? Aku harus segera ke rumahnya nih untuk mengetahui rahasianya.
    Dermawan : Jadi begitulah kak ceritanya..
    Muzakir : Baiklah, kalau begitu aku akan memerintah orang gajianku untuk mencari burung yang patah kaki atau patah sayap itu.
    Anak buah : Tuan, kami masih belum bisa menemukannya, lagi pula tuan, di hutan seluas ini mana bisa ditemukan dengan mudah burung yang seperti itu, mungkin itu hanya cerita karangan si Dermawan tuan.
    Muzakir : Ah! Bodoh kalian semua! Kalian saja yang tidak bisa mencarinya, bukan ceritanya yang palsu. O ya, bagaimana kalian menangkap burung dengan apitan, nanti serahkan burung itu padaku.
    Anak buah : Baik tuan.
    Anak buah : Ini tuan hasil tangkapannya.
    Muzakir : Oh, burung yang malang, sini biar kuobati kamu, tapi nanti kamu harus memberikanku balasan yah seperti yang kamu berikan pada adikku, Dermawan.
    Setelah beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Burung itu pun kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira.
    Muzakir : Aku akan menanamnya di halaman belakang rumahku seperti yang dikatakan oleh Dermawan.
    Muzakir : Wah, benar, setelah berbulan-bulan lamanya aku menunggu, penantianku tak sia-sia, hahaha.. Sekarang aku akan menjadi kaya raya, aku harus segera meminta orang gajianku untuk membawanya masuk rumah dan aku akan mengambil parang untuk memotong semangka ini.
    Baru saja semangka itu terpotong, menyemburlah dari dalam buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir. Baunya busuk seperti bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruangan itu tidak luput dari siraman lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu.
    Muzakir : Aduuuuuh!! Siaaaaaaaaal!! Kenapa bisa begini sih?! Aduh! Bau……. Tolooong….
    Semua Orang : Hahahahaha.. Sukurin tuh kamu Muzakir, makanya jadi oarng jangan jahat, apalagi pelit, tuh akibatnya, emang enak. Hahahha…
    Muzakir : Toloooong!!!! Ampun!! Aku janji tidak akan pelit ataupun jahat pada kalian lagi!!
    Semua Orang : Hahahaha…

    Jessica
    XI IPA 4
    20

    BalasHapus
  25. SUNGAI JODOH

    Babak 1
    1.Pada suatu masa di suatu pedalaman pulau Batam,ada sebuah desa yang didiami sang gadis yang bernama Mah Bongsu.Ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga,majikannya bernama Mah Piah dan Pak Bantul.Mereka mempunyai seorang putri yang bernama Siti Mayang.Suatu hari,Mah Bongsu mencuci di sebuah sungai.Saat sedang menyuci Mah Bongsu melihat ular yang besar.

    2.Mah Bongsu:”Ular!”,teriaknya
    3.Ular:”Tenanglah saya tidak akan melukaimu.”
    4.Mah Bongsu:”Ternyata ular itu bias bicara”,bicaranya dalam hati.

    5.Kemudian ular itu mendekati Mah Bongsu sambil menunjukkan luka di punggungnya.

    6.Ular:”Tolonglah saya,obatilah lukaku ini.”

    7.Melihat ular itu merasa kesakitan,dengan keberaniannya Mah Bongsu mengambil
    ular tersebut dan dibawanya pulang ke rumah.Mah Bongsu merawat ular itu hingga
    sembuh.kulitnya melupas sedikit demi sedikit.

    8.Ular:”Ambillah kulitku ini”
    9.Mah Bongsu:”Baiklah.”

    10.Mah Bongsu memungut kulit ular tersebut

    11.Ular:”Dan bakarlah kulitku itu,jika asapnya mengarah ke Negri Singapura maka kamu akan memperolah setumpuk emas dan berlian,jika aspanya mengarah ke Jepang akan adanya sejumlah alat elektronik buatan Jepang,dan bila asapnya ke Bandar lampung kamu akan memperoleh berkodi-kodi kain tapis lampung.”

    12.Mah Bongsu hanya diam dan binggung dengan ucapan ular.

    13.Ular:”Saya tidak berbohong.cobalah dahulu,baru nanti kamu bias percaya.”

    14.Mah Bongsu berusaha untuk mencobanya

    BalasHapus
  26. Babak II

    15.Setelah Mah Bongsu mencoba ternyata semua yang dikatakan ular benar,Lama
    kelamaanMah Bongsu menjadi kaya melebihi majikannya,Mah Piah.

    16.Mah Bongsu:”Dengan kekayaan yang saya miliki sekarang saya akan
    membagikan sebagian hartaku uktuk kepentingan fakir miskin
    dan orang-orang yang membutuhkan.”

    17.Mah Bongsu pun keluar dari panggung dan masuklah Mah Piah,Pak Bantul yang berlaku sebagai suami Mah Piah.Kekayaan yang dimiliki Mah Bongsu membuat orang-orang bertanya-tanya terutama majikannya.

    18Mah Piah:”Pasti Mah Bongsu memelihara tuyul.”
    19.Pak Bantul:”Bukan memelihara tuyul,melainkan mencuri hartaku.”
    20.Mah Piah:”Mungkin juga,ayo kita cari tahu.”

    21.Telah beberapa hari orang didusun terutama keluarga Pak Bantul telah menyelidiki asal mula kekayaan Mah Bongsu tetapi tidak dapat menemukannya.Pak Bantul pun keluar dari panggung dan digantikan oleh Mah Piah,tetangga Mah Bongsu,dan putri Mah Bongsu.

    22.Mak Ungkai:”Yang penting kita tidak dirugikan,walaupun dia memiliki harta yang berlimpah ia tidak sombong,ia masih mau menolong orang.”
    23.Tetangga Mah Bomgsu:”Ia,dia sangat dermawan.”

    24.Mendengar hal itu Mah Piah dan putrinya merasa tersaingi.

    25.Mah Piah:”Mereka belum tahu Mah Bongsu melakukan semua itu hanya untuk menutupi kejahatannya.”
    26.Siti Mayang:”Ia.Ayo bu kita cari tahu apa yang di lakukan Mah Bongsu.”

    Babak III

    27.Hampir tiap malam Mah Piah dan Siti Mayang mengintip rumah Mah Bongsu dan
    akhirnya mereka melihat sesuatu.

    28.Siti Mayang:”Ular!,teriaknya.”
    29.Mah Piah:”Dimana?”
    30.Siti Mayang:”Itu bu didalam rumah Mah Bongsu.”
    31.Mah Piah:”Bertapa besarnya ular itu,hampir sebetis.”
    32.Siti Mayang:”Lihat bu,kulitnya terkelupas.”

    33.Dari rumah Mah Bongsu terlihat asap yang besar.

    34.Siti Mayang:”Ibu kenapa ada asap di rumah Mah Bongsu?”
    35.Mah Piah:”Ibu juga tidak tahu,ayo kita lihat.”

    36.Ketika itu pula Mah Bongsu sedang mengambil kulit ular yang terkelupas dan
    membakarnya.

    37.Mah Piah:”Kenapa tiba-tiba ada sejumlah alat elektronik disana?Oh,berarti dengan membakar kulit ular itu la Mah Bongsu dapat menjadi kaya.Mulai besok ibu akan mencari ular sebesar itu di hutan.”
    38.Siti Mayang:”Untuk apa bu,ular itu sangat mengerikan.”
    39.Mah Piah:”Kamu diam saja,ikuti kata-kata ibu.”

    40.Keesokan harinya Mah piah pergi kehutan untuk mencari ular.Tak lama kemudian
    Ia pun mendapatkan ular sebesar yang di lihatnya di rumah Mah Bongsu.

    41.Mah Piah:”Nah,ini yang saya cari.Dari ular yang berbisa ini saya akan mendapatkan harta lebih banyak dari pada yang diperoleh Mah Bongsu.”

    42.Mah Piah pun membawa pulang ular berbisa itu.Sesampainya di rumah Siti Mayang takut melihat ular itu.

    43.Siti Mayang:”Ibu,apa ini?”,teriaknya.
    44.Mah Piah:”Itu ular yang serupa dengan yang di miliki Mah Bongsu.Kita akan kaya raya.Untuk malam ini ular itu tidur sama kamu karena tidak ada tempat lagi.”
    45.Siti Mayang:”Ibu saya takut ular itu akan menggigit dan melilit saya.”
    46.Mah Piah:”Tenanglah anakku,jangan takut,bertahanlah,ular itu akan mendatangkan harta karun untuk kita.”
    47.Siti Mayang :”Baiklah bu.”

    48.Akhirnya Siti Mayang pun tidur bersama ular.

    BalasHapus
  27. Babak IV

    49.Sementara itu luka ular milik Mah Bongsu telah sembuh.Mah Bongsu pun
    semakin menyayangi ularnya.Sewaktu Mah Bongsu sedang menghidang makanan
    untuk ular.Dan sekarang yang ada di atas panggung hanyalah ular dan
    Mah Bongsu.

    50.Ular:”Tolong antarkan saya ketempat pertama kali kita bertemu.”
    51.Mah Bongsu:”Sekarang juga?hari sudah malam.”
    52.Ular:”Tidak,saya ingin malam ini juga.”
    53.Mah Bongsu:”Biaklah.”

    54.Mah Bongsu mengantarkan ular itu ke sungai,sesampainya di sungai ular
    mengutarakan hatinya.

    55.Ular:”Mah Bongsu kamu aku ingin membalas semua kebaikan mu.”
    56.Mah Bongsu:”Tidak ular,saya hanya menjalankan tugas ku untuk menolong sesama.”
    57.Ular:”Saya ingin melamar dan memperistrimu.Apakah kamu mau?”
    58.Mah Piah tidak menjawab sepata kata pun.Ular segera menanggalkan kulitnya dan
    pada saat itu pula ular itu berubah menjadi seorang laki-laki yang tampan dan
    gagah,kulitnya pun berubah menjadi gedung yang megah di depan pondok Mah
    Bongsu.

    59.Mah Bongsu:”Ular,kemana kamu?”
    60.Pemuda tampan:”Ini lah saya Mah Bongsu.Kamu lihat lah didepan pondok mu disana ada sebuah gedung megah.”
    61.Mah Bongsu:”Kulit ular itu dapat berubah menjadi sebuah gedung?”
    62.Pemuda tampan:”Bila kamu tidak percaya pergilah kepondok mu dan lihat lah.”

    63.Ternyata apa yang dikatakan lelaki tampan itu benar.Dan pemuda tampan itu pun
    melamar Mah Bongsu.

    64.Pemuda tampan:”Lalu,maukah kamu menjadi istriku?”
    65.Mah Bongsu:”Tetapi sepertinya saya tidak pantas menikah dengan mu,saya hanya seorang pembantu.”
    66.Pemuda tampan:”Saya tidak peduli,saya mencintaimu.Apakah kamu juga memiliki perasaan yang sama dengan ku?”
    67.Mah Bongsu:”Sebenarnya ia.”


    68.Mereka pun menikah tiga hari tiga malam.berbagai hiburan pun
    ditampilkan,bermacam macam makanan yang ada disana dan para tamu tak henti
    henti berdatangan untuk mengucapkan selamat.Dibalik kegembiraan Mah
    Bongsu,Mah Piah mengalami kesedihan.

    69.Siti Mayang:”Ibu!Tolong ibu”,teriaknya,
    70.Pak Bantul:”Bu itu suara putri kita”
    71.Mah Piah:”Ia,ayo kita ke kamarnya.”
    72.Pak Bantul:”Putri kita telah tiada bu.”
    73.Mah Piah:”Ini semua salah ku,seharusnya saya tidak iri dengan Mah Bongsu dan tidak membiarkan ular itu tidur dengan Siti.Ular itu bukan membawa keberuntungan tetapi membawa petaka bagi keluarga kita.Maaf kan saya pak.Saya meyesal.”
    74.Pak Bantul:”Sudah lah jangan menyesal,semuanya sudah terlanjur.”

    75.Siti Mayang pun meninggal akibat dililit dan dipatok ular berbisa itu dan Mah
    Bongsu Hidup berbahagia dengan pemuda tampan itu.Sungai pertemuan antara ular yang berubah wujud menjadi pemuda tampan dengan Mah Bongsu dipercayai sebagai tempat jodoh,maka disebut sungai jodoh.

    -SELESAI-

    Florensya Yuliani
    XI.P4/16
    Sumber:http://www.e-smartschool.com/cra/001/CRA0010014.asp

    BalasHapus
  28. Legenda Sungai Jodoh

    Karya : Prawini P. D.
    No. Abs : 30

    Babak I
    Konon zaman dahulu, di Pulau Batam terkenallah sebuah legenda yang menceritakan tentang pertemuan seekor ular dengan seorang dara manuasi di Sungai Jodoh.

    Siti : “Bongso!!! Bajuku mana?! Kau tahu tidak aku harus pergi menghadiri pesta ulang tahun anak Pak Kades lusa??”(Siti pun membongkar semua lemari bajunya.)
    Siti : “Belum dicuci?? BONGSO!!!!”(berteriak keras)

    Bongso pun datang dengan tergopoh-gopoh.

    Bongso: “Iya Siti, ada apa??”
    Siti : “Siti, Siti!!! Kanjeng! Berapa kali sudah kukatakan panggil aku Kanjeng Siti Mayang!”
    Bongso: “Iya, Kanjeng Siti Mayang.”
    Siti : “Ini!(melemparkan semua baju kotor yang ada di bakul penampungan baju kotor ke arak Bongso). Cuci semua itu seperti baru lagi!”
    Bongso: “Baik, Kanjeng…”

    Bongso pun pergi meninggalkan Siti Mayang sambil menenteng bakul cucian.

    Bongso: “Aduh, aduh!! Anak-anak zaman sekarang! Sayang desa ini masih desa yang berlandaskan hukum. Kalau desa ini bukan desa hukum, Kanjeng satu ini sudah saya ajak cuci baju bersama-sama. Nasib, nasib… punya majikan miskin, anaknya miskin, ditambah pembantu yang miskin seperti saya. Coba kalau saya punya suami, ahh… hidup takkan serumit ini.”(Bungsu pun berbicara sendiri sambil mencuci baju dan mulai menyanyikan lagu-lagu melipur hati).
    “Ibu-ibu, Bapak-bapak, siapa yang punya anak tolong aku, aku yang tengah malu karena cuma diriku yang tak laku-laku, uwoh-uwoh…”

    BalasHapus
  29. Babak II
    Di lain tempat didunia ini, hiduplah seorang Pangeran sihir tetapi tidak pernah berhasil untuk menyihir. Dan ia sedang mencoba peruntungannya terhadap mantera barunya.

    Pangeran: (berjalan-jalan menyusuri hutan)“Oh ya, tadi Mahaguru Besar Treanggono Tantular Gandring baru mengajarkan mantera baru. Akan kupelajari mantera ini. Ah, kebetulan ada ular. Semoga kali ini mantera yang kupelajari berhasil. Akan kucoba pada ular ini.(Mengeluarkan tongkat sihir, Pangeran sihir pun bersiap-siap untuk melancarkan serangan terhadap ular yang tidak berdosa tersebut). Mangkudoyo pegasusselya kolibritum sancaissneils. Hai ular, jadilah emas!!”

    Blaarrr dududuarrr…

    Pangeran: (Pangeran Sihir pun merasa terjadi keanehan ditubuhnya). Lho, mengapa pohon-pohon disekitarku ini membesar?? Lalu, awan-awan itu kok menjadi bertambah tinggi?? Lah, ular ini, ular ini… kok rasanya pernah lihat ya? Tapi, dimana ya? Ular inikan ular yang tadi! Mengapa rasanya tanganku kaku ya? Tanganku… tanganku… dimana?? Oh, TIDAK!!!(berteriak histeris)

    Begitulah, ternyata si Pangeran Sihir yang ingin mengubah ular yang tak berdosa, malah dirinya sendiri yang berubah menjadi ular. Itu membuktikan kelalaian pendidikiannya akan sihir.

    Pangeran: “Aku tak boleh putus asa! Aku harus menyihir diriku kembali menjadi seorang lelaki yang tampan dan bergelar Pangeran! Kalu bisa lebih tampan dari sebelumnya.”(Pangeran sihir pun kembali mencoba mantera yang diingatnya dari Mahaguru Besar). “Tung kelontang tampanisme cowokke.”(teriaknya).

    Jeedeeeerr…jeeeedddeeeeerrrr…
    Melihat kilat menyambar-nyambar dilangit dan tanpa sengaja kilat itupun menyambar punggung sang Pangeran Sihir.

    Pangeran: “Punggungku…punggungku terbakar!!! Sakit!! Tolong!!(berteriak-teriak). Oh tidak, sekarang aku malah melukai diriku sendiri!!”(menggeliat kesakitan).

    Pangeran sihir terlihat begitu putus asa dan dalam keputusasaannya dia berteriak.

    Pangeran: “Mahaguru Besar Treanggono Tantular Gandring, aku Pangeran Sihir menyesal karena sering membolos pada pelajaran mantera. Sekarang aku berjanji tidak akan pernan membolos lagi!!!! Tolonglah aku Mahaguru!! Sekarang punggungku sakit sekali dan aku sudah tidak kuat untuk mencoba sihir yang lain!!”(teriak Pangeran sihir).

    Kemudian, Pangeran Sihir merasa tidak ada gunanya mencoba mantera yang lain karena takut akan berubah menjadi yang lebih aneh atau malah menyakiti dirinya sendiri dan memang tidak ada lagi mantera yang diingatnya.

    Pangeran: “ Sebaiknya aku menenangkan diri dulu di Sungai yang tak jauh dari sini.”(merayap menuju sungai).

    Saat Pangeran Sihir masuk kedalam sungai dan berenang di air yang tenang, tanpa disadarinya aliran sungai semakin cepat dan akhirnya tubuh Pangeran Sihir yang telah berubah menjadi ular pun terbawa oleh arus menuju tempat Bongso sedang mencuci.

    BalasHapus
  30. Sangkuriang

    Babak I

    Pada zaman dahulu kala di sebuah hutan ada sepasang kekasih yang berasal dari kayangan. Yang dikutuk oleh Dewa Kayangan.
    Dewa Kayangan : “Hai, kalian berdua, kalian telah menodai negeri kayangan dengan kalian, maka dari itu kalian akan saya kutuk. “
    Wanita : “Ah,tidak dewa maafkanlah kesalahan kami, kami berjanji tidak mengulangi kesalahan itu lagi.”
    Pria : “ Ya, dewa tolong maafkan kesalahan kami, kami menyesal telah berbuat hal itu.”
    Dewa Kayangan : “Baiklah, tapi saya akan tetap memberi hukuman pada kalian.”
    Maka beberapa saat kemudian wanita dan pria itu berubah menjadi seekor binatang. Yang perempuan menjadi seekor babi dan yang pria berubah menjadi seekor anjing.
    Pada suatu hari ada seorang pangeran yang ditemani oleh beberapa pengawalnya pergi berburu di hutan tempat wanita dan pria itu berada.
    Pangeran : “Pengawal, saya haus tolong carikan saya minum, saya ingin minum sekarang.”
    Pengawal :” Baiklah pangeran.”
    Lalu pengawalnya pun mencari minum untuk sang pangeran. Setelah beberapa lama mencari mereka hanya menemukan kelapa dan membawa beberapa kelapa itu untuk sang pangeran.
    Pengawal : “ Pangeran hanya ini yang kami temukan. Air dari kelapa ini akan menghilangkan rasa haus pangeran.”
    Pangeran :” Tidak apa pengawal, terima kasih kalian telah mencari minum buat
    saya.”
    Pengawal : “ Sama- sama pangeran.”
    Pangeran : “ Pengawal, apa kalian tidak merasa haus? Kalau kalian merasa haus minum saja kelapa yang kalian ambil tadi.”
    Pengawal : “ Terima kasih pangeran.:
    Pangeran : “ Sama-sama.”
    Setelah beberapa saat istirahat, pangeran dan para pengawalnya pun melanjutkan kembali perburuannya. Kelapa yang telah diminum tadi ditinggal di tempat meraka istirahat tadi. Tak berapa lam setelah mereka pergi, wanita yang dikutuk menjadi babi tadi datang bersama teman-temannya dan meraka menemukan buah kelapa bekas pangeran minum tadi.
    Wanita : “ Aku merasa haus dan ingin sekali minum dan beruntungnya aku menemukan buah kelapa ini teman-teman walaupun bekas diminum tapi masih ada sisa sedikit.”
    Temannya : “Ya, aku juga merasa haus.”
    Wanita yang menjadi babi itu pun meminum air buah kelapa yang bekas pangeran tadi minum dan teman-temannya meminum air kelapa yang lainnya.
    Beberapa hari kemudian, wanita yang menjadi babi itu pun hamil setelah minum air kelapa bekas pangeran. Berita membuat bahagia dan bingung.
    Teman-teman : “ Wah, selamat ya kamu hamil. “
    Wanita : “ Terima kasih. Tapi aku masih bingung kenapa aku bisa hamil.”
    Teman-teman : “ Sudahlah jangan pikirkan lagi hal itu yang penting kamu sekarang harus berhati-hati dan jaga kandungan kamu.”
    Pria : “ Ya, benar kata mereka yang penting sekarang kamu jaga kandungan kamu itu.”
    Wanita : “ Baiklah.”
    Beberapa bulan kemudian, wanita itu hamil. Dia mendapatkan anak manusia yangn berjenis kelamin perempuan. Anak itu sangat lucu dan cantik. Mereka pun senang menyambut kehadiran bayi mungil itu. Anak itu diberi nama Dayang Sumbi.

    BalasHapus
  31. Babak II

    Beberapa tahun kemudian, Dayang Sumbi tumbuh menjadi dewasa. Dia begitu anggun dan cantik.
    Suatu hari ketika Dayang Sumbi sedang menenun, ada benang yang jatuh menggelinding keluar dan Dayang sumbi tidak sempat mengambil benang itu.
    Dayang Sumbi : “ Aku berjanji barang siapa yang dapat menemukan benangku, kalau dia laki-laki akan ku jadikan suami, tapi kalau dia perempuan akan ku jadikan saudaraku.”
    Tak beberapa lama muncul seekor anjing yang membawa benang Dayang Sumbi yang jatuh tadi. Dayang Sumbi pun bingung karena yang menemukannya adalah seekor anjing.
    Dayang Sumbi : “ Bagaimana ini yang menemukan benangku adalah seekor anjing? Padahal dalam janjiku kalau yang menemukan benangku laki-laki akan ku jadikan suami dan kalau perempuan akan ku jadikan saudara kalau anjing?”
    Tiba-tiba …
    Anjing : “ Jangan bingung, aku ini sebenarnya adalah seorang manusia.”
    Dayang Sumbi : ” Siapa tadi yang baru berbicara kepadaku?”
    Anjing : “ Aku yang baru saja tadi berbicara denganmu.”
    Anjing itu lalu berubah menjadi pria tampan.
    Dayang Sumbi : “ Betapa tampannya kamu, dari mana kamu datang?”
    Pria : “ Aku adalah anjing yang tadi menemukan benangmu. Siapakah namamu gadis cantik? “
    Dayang Sumbi : “ Namaku Dayang Sumbi.“
    Setelah beberapa lama mereka bercakap mereka akhirnya saling mencintai dan menikah. Namun, setelah menikah pria tersebut berubah kembali menjadi seekor anjing. Walaupun begitu Dayang Sumbi tetap mencintai dan merawatnya sepenuh hati.
    Beberapa bulan kemudian, Dayang Sumbi hamil dan melahirkan seorang anak lak-laki dan diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang gagah dan penurut. Dan Sampai sekarang Sangkuriang belum mengetahui bahwa anjing peliharaan di rumahnya adalah ayahnya.
    Setiap hari Sangkuring selalu pergi berburu di hutan bersama anjing peliharaannya yang diberi nama Si Kumang.
    Suatu hari …
    Dayang Sumbi : “ Sangkuriang, tolong kamu carikan ibunda hati babi hutan.”
    Sangkuriang : “ Baiklah, Ibunda.”
    Sangkuriang pun pergi ke hutan dan mencari babi hutan untuk diambil hatinya untuk memenuhi permintaan ibundanya. Mengetahui bahwa Sangkuriang akan memburu babi hutan maka Kumang menemui wanita yang dikutuk menjadi babi untuk menyelamatkannya.
    Kumang : “ Hai, kamu sebaiknya pergi dari sini karena Sangkuring akan memburu babi hari ini. “
    Wanita : “ Baiklah aku akan pergi. “
    Lalu wanita itu pun pergi namun waktu berjalan dia jatuh ke jurang dan tiba-tiba langit menjadi gelap dan muncul suara. Ternyata itu suara Dewa Kayangan.
    Dewa Kayangan : “ Kamu telah lulus dari hukuman maka kamu boleh kembali ke kayangan. “
    Wanita : “ Terima kasih.”
    Lalu wanita yang berubah menjadi babi tadi kembali menjadi manusia dan kembali ke kayangan.

    BalasHapus
  32. Hingga sore Sangkuriang dan Kumang belum juga menemukan babi untuk diambil hatinya. Dan karena hari sudah mendekati malam dan Sangkuriang tidak ingin mengecewakan ibunya dia pun membunuh si Kumang dan mengambil hatinya untuk diberikan ke ibunya.
    Sangkuriang : “ Ibu ini hati babi yang ibu minta. “
    Dayang Sumbi : “ Terima kasih, Sangkuriang. Ibu akan memasak hati ini untuk makan malam kita”
    Malamnya Sangkuriang dan ibunya makan hati babi yang sebenarnya hati anjing.
    Dayang Sumbi : “ Kemana si Kumang sampai malam begini belum pulang?”
    Sangkuriang : “ Sebenarnya tadi Sangkuriang sudah membunuh si Kumang dan mengambil hatinya.”
    Dayang Sumbi : ” Jadi hati yang kita makan sekarang ini bukan hati babi tapi hati anjing.”
    Sangkuriang : “ Iya, bu. Maafkan Sangkuriang ya, bu.”
    Dayang Sumbi : “ Tidak bisa. Kumang itu sebenarnya adalah ayahmu dan kamu telah membunuhnya.”
    Sangkuriang : “ Tidak mungkin ayahku adalah seekor anjing.”
    Lalu Dayang Sumbi pun memukul kepala Sangkuriang. Dan pukulan itu menimbulkan bekas di kepalanya. Dan Sangkuriang pun pergi dari rumah. Dia berlari dan akhirnya dia terjatuh di sungai dan pingsan.
    Besoknya ada seorang petapa menemukannya dan membawanya pulang.
    Petapa : “ Siapa namamu? Dimana kamu tinggal?
    Sangkuriang : “ Aku tidak ingat siapa diriku dan dimana aku tinggal.”
    Petapa : “ Baiklah, kalau begitu kamu untuk sementara tinggal disini bersama saya sampai kamu ingat siapa dirimu. Dan namamu untuk sementara Sangkalana.”
    Sangkuriang : “ Terima kasih.”
    Selama tinggal bersama petapa itu Sangkuriang yang sekarang bernama Sangkalana diajari beberapa jurus untuk berkelahi hingga dia menjadi dewasa.

    BalasHapus
  33. Babak III

    Dan pada suatu hari ada sayembara melawan jin. Yang bisa mengalahkan jin itu akan mendapat hadiah. Yang pria menjadi raja dan yang wanita menjadi anak. Sangkalana pun ikut sayembara itu.
    Sangkalana : “ Petapa ijinkan saya untuk ikut sayembara itu. “
    Petapa : “ Baiklah, pergilah ikut sayembara itu kalahkan jin itu.”
    Suatu hari ketika Dayang Sumbi bangun dati tidurnya di pagi hari ia melihat ada asap yang mengepul dan dia bertanya pada orang yang lewat.
    Dayang Sumbi : “ Pak, permisi saya mau bertanya asap yang di sana berasal darimana?”
    Orang yang lewat : “ Oh, asap itu. Di sana lagi ada pertarungan antara Sangkalana dan jin.”
    Dayang Sumbi : “ Oh, terima kasih pak.”
    Orang yang lewat : “ Sama-sama.”
    Dalam pertarungan itu Sangkalana yang memenangkannya.
    Beberapa hari kemudian Sangkalana pergi berburu ke hutan. Di hutan dia menemukan harimau kumbang. Langsung saja dia membunuhnya. Setelah membunuhnya, dia melihat seorang gadis cantik yang sedang mencuci baju. Lalyu didatanginya gadis itu.
    Sangkalana : “ Hai, siapa namamu?”
    Dayang Sumbi : “ Nama saya Dayang Sumbi. Kamu?”
    Sangkalana : “ Saya Sangkalana.”
    Setelah berkenalan Sangkalana pun terpikat dengan kecantikan Dayang Sumbi.
    Sangkalana : “ Ehm, maukah kamu menikah denganku?”
    Dayang Sumbi : “ Ehm, tapi sebelum saya menjawab pertanyaanmu bolehkah saya melihat kepalamu?”
    Sangkalana : “ Boleh.”
    Lalu Sangkalana pun menundukkan kepalanya dan Dayang Sumbi pun melihat kepalanya. Betapa terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat kepala Sangkalana. Ternyata di kepala Sangkalana ada bekas pukulan yang sama dengan bekas pukulan Sangkuriang. Menyadari hal itu Dayang Sumbi pun mencari akal.
    Dayang Sumbi : “ Saya mau menikah denganmu . tapi ada syaratnya.”
    Sangkalana : “ Katakanlah syarat itu. Apapun akan saya lakukan.”
    Dayang Sumbi : “ Syaratnya kamu harus membuat sebuah kapal yang besar dan membendung sungai dalam waktu semalam sampai ayam berkokok menandakan hari sudah mulai pagi.jika kamu bisa memenuhi syarat itu kamu bisa menikah denganku.”
    Sangkalana : “ Baik akan saya lakukan.”
    Sangkalana pun berpikir bagaimana caranya menyelesaikan syarat itu dalam waktu semalam. Syarat itu tak mungkin dilakukan sendirian. Lalu dia ingat bahwa petapa itu memiliki kalung yang dapat memanggil jin. Dia pun pulang ke rumah petapa itu dan membunuh petapa itu lalu mengambil kalung itu.
    Malamnya dia pun mulai melakukan syarat yang diberikan oleh Dayang Sumbi dan mulai memanggil para jin untuk membantunya.

    BalasHapus
  34. Sangkalana : “ Kalian harus membantu saya membuat kapal dan membendung sungai sampai ayam berkokok.”
    Para jin : “ Baiklah. “
    Mereka pun mulai melakukan pekerjaannya.
    Malamnya Dayang Sumbi pun melihat sudah sampai mana pekerjaan Sangkalana. Ketika dia melihat pekerjaan Sangkalana sudah hamper selesai namun pagi masih cukup lama. Dia pun mencari ide untuk menghentikannya. Dia pun meminta tolong pada ayam dan kelinci temannya.
    Dayang Sumbi : “ Kelinci, kamu sekarang pergi ke timur bentangkan kain merah dan berikan cahaya untuk menandakan datangnya pagi dan kamu ayam kamu sekarang ajak temanmu untuk berkokok.”
    Ayam dan kelinci pun melakukan tugasnya. Lalu ketika jin melihat ke arah timur dia melihat matahari yang sebenarnya adalah kain yang dibentangkan oleh kelinci dan setelah itu ayam mulai berkokok. Para jin itu pun segera pergi dan meninggalkan pekerjaannya. Sangkalana pun marah dan dia menjebol kembali bendungan yang telah dibuatnya. Dan menendang kapal yang dia buat. Kapal itu pun terbalik dan hanyut bersama air sungai.
    Kapal yang hanyut itu sekarang menjadi sebuah gunung. Gunung itu sekarang dikenal dengan nama Gunung Tangkuban Perahu. Gunung itu sekarang berada di Bandung, Jawa Barat.

    Karya : Sherla Ferly Annam
    No. Absen : 37
    Sumber : Cerita Rakyat Jawa Barat, Sangkuriang

    BalasHapus
  35. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  36. MALIN KUNDANG



    Babak I


    Di suatu desa di barat Pulau Sumatra, hiduplah suatu keluarga kecil. Terdiri dari seorang seorang Ibu, dan seorang anak laki-laki yang rupawan. Sang ibu merupakan seorang janda yang di tinggal mati oleh suaminya karena kecelakaan saat berlayar. Sang ibu bermata pencaharian sebagai pedagang ikan di pasar. Anaknya seorang anak yang cerdas namu sedikit nakal. Ia bernama Malin Kundang. Mereka adalah keluarga yang serba kekurangan.
    Suatu hari…
    Ibu : “Lin, bangu sudah pagi. Cepat mandi, lalu bantu ibu berjualan.”
    Malin : “Aaaahh, ibu. Aku masih ngantuk. Beri aku lima menit lagi untuk tidur.”
    Ibu : “Tidak ada lima menit lagi. Cepat bangun. Nanti pasar keburu ramai, Cepat mandi sana.”
    Malin : “Iya, iya, bu.”
    Ia pergi dengan langkah gontai menuju kamar mandi umum dan segera mandi.
    Setelah selesai semuanya, ia berlari ke belakang rumah.
    Malin berlari kearah belakang rumah.
    Ibu : “Ada apa lagi, Malin? Cepatlah!”
    Malin : “Iya, aku ambil ayamku dulu!”
    Sesampainya di pasar ibu Malin pun berjualan. Malin bermain dengan ayam peliharaannya. Namu tiba-tiba.. Buumm…
    Malin : “Huhuhuhuhu Ibu, tanganku sakit. Huhuhuhu”
    Ibu Malin segera berlari kearah Malin.
    Ibu : “Ada apa, nak?? Lenganmu terluka. Apa yang terjadi??”
    Malin : “Tadi aku sedang bermain dengan si pitung (ayam Malin). Aku mengejarnya, tapi aku malah tersandung dan jatuh. Sakit sekali, Bu. Huhuhuhuu”
    Ibu : “Ya sudah, ayo kita pulang. Ibu obati lenganmu di rumah.”
    Sepanjang jalan Ibu Malin menggendong Malin dan mengobatinya sesampai dirumah.Sesampai dirumah, Ibunya dengan hati-hati dan penuh kasih sayang mengobati anak semata wayangnya itu. Luka itu membekat di lengan kanan Malin.
    Tahun—tahun pun berlalu, Malin telah tumbuh menjadi anak yang dewasa.
    Malin : “Bu, aku tidak mau merepotkan ibu terus. Aku rasa aku sudah besar dan sudah bisa membantu ibu mencari uang. Aku kasihan llihat ibu begitu kerasnya mencari uang. Aku mau menjadi anak yang bertanggung jawab, Bu.”
    Ibu : “Kamu mau pergi kemana, nak? Tak apa, ibu tak masalah jika harus bekerja asal kamu bersama ibu terus. “
    Malin : “Tidak, Bu. Aku tidak mau menyusahkan ibu. Aku besok akan pergi merantau dan aku akan pulang dengan uang yang banyak untuk ibu.”
    Ibu : “Tidak. Kamu tidak boleh pergi. Ibu sendirian disini jika kamu pergi. Ibu taka pa harus bekerja, percayalah.”
    Malin : “Jangan memaksakan diri. Aku anji aku akan segera pulang dengan membawa uang banyak. Aku sudah janji dengan seorang saudagar akan menumpang kapalnya besok untuk pergi ke pulau seberang. Izinkanlah ak pergi, bu.”
    Ibu : “Ya sudah, tepati saja janjimu, nak. Semoga kamu menjadi orang sukses kelak kedepannya. Jaga dirimu di negeri orang dan cepatlah kembali.”
    Malin : “Ya, bu.”

    BalasHapus
  37. Babak II

    Keesokan harinya Malin pergi menumpang kapal seorang saudagar kaya kenalannya. Disana ia di ajarkan oleh seorang yang berpengalaman mengenai ilmu pelayaran. Belum berjalan lama ia berada di atas kapal itu, ada serombongan perampok di tengak lautan yang membajak kapal mereka. Semua awak kapal di bunuh. Namun untungnya Malin selamat karena ia bersembunyi di dalam sebuah ruangan kecil tertutup kayu.
    Setelah cukup lama ia terkatung-katung di atas laut, akhirnya ia terdampar di sebuah pulau kecil yang subur. Di sana ia memulai usahanya. Berkat kegigihan dan keuletannya, ia pun berhasil menjadi orang yang sukses, Ia memiliki banyak kapal dagang dang ratusan anak buah dalm usahanya. Ia juga mempersunting seorang gadis sebagai istrinya.
    Suatu hari ketika Ibu Malin yang badannya makin mengurus sedang berjualan di pasar.
    Tetangga :” Ibu Malin, saya dengar-dengar anakmu sudah berhasi menjadi orang kaya di pulau seberang. Apa benar itu Ibu Malin? Kenapa dia tidak kembali lagi kesini menjemputmu untuk tinggal bersmanya disana?”
    Ibu : “Terima kasih, Tuhan jika kabar ini adalah benar. Dia pasti akan segera kembali kesini menepati janjinya. Saya sudah sangat merindukannya.”

    Babak III
    Mendengar kabar ini, setiap hari Ibu Malin pergi ke dermaga menunggu kepulangan anaknya. Ia terus berharap tanpa kenal lelah walaupun sang anak tak kunjung datang. Sampai akhirnya suatu hari ia melihat sebuah kapal yang besar dengan banyak awak kapal disana menuju ke arah dermaga. Berdiri pulalah seorang laki-laki dan perempuan diatas dek kapal itu. Yakinlah ia bahwa itu adalah Malin beserta istrinya. Setelah kapal cukup dekat, ia melihat bekas luka yang ada di lengan kanan lelaki itu. Yakinlah ia bahwa lelaki itu adlah Malin Kundang, anak lelakinya yang selama ini ditunggu-tunggunya. Ia menghampirinya dan memeluknya.
    Ibu : “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar? “
    Melihat wanita tua dengan pakaian lusuh dan kotor, ia pun menjadi marah. Ia tahu bahwa wanita itu adalah ibunya, tetapi ia malu mengakuinya dihadapan istri dan awak-awak kapalnya.
    Malin : “Hei, wanita kotor! Siapa kamu main peluk-peluk aku saja?! Bajuku bisa kotor karena kamu! Dan kamu bilang apa tadi? Anakmu? Aku anakmu? Tidak mungkin!! Ibuku bukan seorang wanita tuo kotor dan lusuh sepertimu! Pergi kau menjauh dariku!”
    Ibu : “Kamu bicara apa, Malin. Kamu Malin Kundang, anakku! Aku tahu persis itu. Lihat bekas luka di lengan kananmu. Kamu ingat itu bekas luka saat kamu jatuh mengejar si pitung sewaktu kecil? Aku yang mengobatimu. Aku tahu persis itu bekas luka yang sama dengan anakku, Malin, yang sedang pergi merantau ke pulau seberang dan sekarang sudah menjadi orang sukses. Sama persis sepertimu. Aku yakin kamu adalah Malin, anakku!”
    Malin : “Ciih..!! Tak sudi aku punya ibu sepertimu! Jangan pernah lagi mengaku-ngaku sabagai ibuu lagi!”
    Ibu : “Apa kamu sekarang sudah berubah menjadi anak yang durhaka, nak? Ibu yakin kamu tidak begitu.”
    Malin : “Berani-beraninya kau bilang aku durhaka. Enyah kau daari hadapanku!”
    Ibu : “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu.”
    Setelah itu, Malin dan awak-awak kapalnya kembali berlayar. Di tengah perjalanan, terjadilah badai besar dan dahsyat yang menghantam kapal Malin. Badai itu menghancurkan kapal miliknya. Tubuh Malin perlahan-lahan menjadi kaku dan Keras sampai akhirnya berubah menjadi sebuah batu karang. Ia terkena kutukan ibunya karena ia durhaka tidak mengakui ibu kandungnya sendiri yang teramat menyayanginya. Batu Malin Kundang dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.

    http://dongeng.org/cerita-rakyat/nusantara/malin-kundang-si-anak-durhaka.html

    Ivonne Andreani
    XI IPA 4 / 19

    BalasHapus
  38. ASAL USUL PELABUAHAN TAPAK TUAN
    Medisa Primasari
    XI P4

    Intro : Musik mengiringi masuk.nya Naga Jantan dan Naga Betina. Musik diakhiri dengan ending lagu yang lebih bersemangat dan dengan volume yang lebih kuat dari sebelumnya.

    1. Naga Jantan: “Selamat malam penonton, dalam pementasan drama “Asal Usul Pelabuhan Tapak Tuan” ini, saya berperan sebagai Naga Jantan, sang penunggu pulau terpencil yang terletak tidak jauh dari pantai Aceh selatan. Tapi kalau ditanya sejak kapan kami ada di pulau ini, kami juga tidak bisa menjawabnya. Dalam cerita ini pula, saya memiliki kekuatan yang luar biasa hebat, yaitu kekuatan untuk menciptakan badai, angina, bahkan api. Saya juga bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa. Tentu saja! Karena saya adalah Naga, dan ini adalah legenda yang belum tentu kebenaranya!”
    2. Naga Betina: “Selamat malam penonton. Jika teman saya sudah memperkenalkan diri, maka saya juga akan mengenalkan diri saya. Dalam drama ini, saya berperan sebagai Naga Betina, yang juga sebagai penunggu pulau. Saya adalah isteri dari Naga Jantan. Kami berdua sebenarnya sudah cukup bahagia, namun, terkadang kami merasa kesepian, karena kami belum dikaruniai anak.”

    3. Musik melantun, Naga Jantan dan Naga Betina mengambil posisi di tepi pantai. Musik mengalun semakin pelan, lembut, kemudian menghilang perlahan.

    4. Naga Betina: “Hei, lihat! Ada sebuah perahu kecil yang terombang ambing karena ombak! Dan lihatlah, mereka terdiri dari dua orang dewasa dan satu anak yang sedang di gendong oleh ibunya.”

    5. Naga Jantan:” Benar! Dan lihatlah, mereka ketakutan. Rupanya mereka sudah melihat kita! Wah, yang laki-laki berusaha membelokkan perahunya agar tidak melaju ke arah pulau kita. Ha ha ha ha ha ha lucu sekali, seperti kucing terbakar ekor. Serba salah dan ketakutan! Lalu, apakah kita akan menontoninya terus atau akan menolongnya? ”

    BalasHapus
  39. 6. Naga Betina: Aku tertarik dengan anak kecil yamg digendong itu. Ia manis sekali. Seperti boneka! Kita ambil saja anaknya! Aku kira kita bisa membesarkan dan merawatnya. Siapa tahu ia akan menjadi anak angkat kita yang baik. Yang akan menghangatkan suasana di pulau ini.”

    7. Naga Jantan: “Ya, aku setuju! Lalu bagaiman dengan orangtuanya? Apakah akan kita ambil juga? Ahh, lebih baik setelah anaknya kita ambil, akan kutiup perahunya. Dengan begitu, perahunya akan kembali ke asalnya! Sekarang aku akan membuat badai agar perahu kecil itu terombang-ambing. Dengan demikian, anak kecil itu bisa terlepas dari gendongan ibunya. Kau harus bersiap siap menangkap anak kecil itu, jangan sampai ia terluka.”

    8. Dilantunkan musik gemuruh saat kedua naga membuat angin, dan badai, yang membuat lautan berombak sangat dahsyat.

    9. Naga Betina: “Ya! Anak kecil ini sudah bearda di dekatku. Sekarang kau tiup saja perahu itu agar bergerak kembali ke asalnya.” ( Sambil menggendong anak kecil itu)

    10. Musik berhenti, suasana menjadi tenang. Perahu sudah menghilang, badai pun reda.

    11. Anak kecil: (Diperankan oleh boneka)

    12. Naga Betina: “Aduh, anak ini menangis terus, sepertinya ia ketakutan. Tolong Bantu aku menenangkan dia.”

    13. Naga Jantan: (Menghembuskan tiupan lembut yang menenangkan sang anak). “Aku akan mencarikan makanannya agar dia dapat tumbuh dengan sehat dan gemuk. Namun akan ku buatkan tempat tidurnya terlebih dahulu. Ahh! Aku harus membuatkan dia mainan juga. Dan pakaian tentunya!”

    14. Naga Betina: “Ngomong-ngomong, kita belum tahu namanya.” ( menggendong dan menimang-nimang anak itu) “Anak manis, siapakah namamu?”

    15. Anak kecil : “Namaku Bungsu”

    16. Naga Betina: Ah, namamu Bungsu? Hmmm bagus sekali nama itu, Nak. Wah, jika sudah besar nanti, kau tentu akan cantik. Sangat cantik dan rupawan. Bagai bidadari! (Melihat Naga Jantan) Bagaimana jika kita beri nama dia ……. Puteri Bungsu?”

    17. Naga Jantan: (Menatap pada si anak) Ya, tepat sekali. Namamu sekarang adalah Puteri Bungsu. Kau mau, kan? Kau bersedia dinamai Putri Bungsu, bukan?


    18. Anak Kecil: (Mengangguk-angguk dan tersenyum)

    19. Cerita pada babak I diakhiri dengan mengalunkan lagu-lagu berirama lembut yang menghantar penonton dalam babak II, sekaligus mengiringi masuknya Puteri bungsu.


    Babak II

    20. Puteri Bungsu: “Selamat malam penonton, saya adalah Puteri Bungsu, dalam babak ini, saya sudah remaja dan sudah melalui bertahun-tahun hidup dengan kedua Naga itu.”

    21. Musik lembut mengalun. Naga Jantan, Naga Betina, dan Puteri Bungsu mengambil posisi di tepi pantai dan sedang bermain-main serta bersenda gurau hingga mereka lelah. Musik hilang perlahan

    BalasHapus
  40. 22. Puteri Bungsu: “Aku sangat lelah, aku ingin istirahat dahulu disini.” ( Membaringkan diri dan memejamkan mata, namun tidak benar-benar tertidur).

    23. Naga Betina: (Berbicara dengan Naga Jantan) “Jangan keras-keras bicarannya. Aku hendak mengemukakan kecemasan yang akhir-akhir ini mengganggu perasaanku.”

    24. Naga Jantan: “Ya, bicaralah. Kulihat Puteri Bungsu sangat lelap tidurnya. Aku yakin, dia tidak akan mendengar percakapan kita.”

    25. Naga Betina: “Aku punya firasat, orang tuanya akan datang kemari dan mengambilnya! Aku merasa bahwa Puteri bungsu semakin pandai dan dia memiliki akal dan pikiran. Cepat atau lambat, dia akan berpikir bahwa dia bukan naga. Bukan makhluk seperti kita. Dan hal itu akan membuat dia bertanya-tanya, siapakah dia sebenarnya dirinya.”

    26. Naga Jantan: “Oh, kalau dia berpikiran seperti itu, aku akan mempengaruhinya dengan kesaktianku. Sehingga dia tidak merasa bahwa kita bukan orang tuanya. Sehingga ia tidak pernah berpikiran bahwa ia berbeda dengan kita. Tapi, ku akan melakukannya nanti, jika kita sudah melihat gejala dalam dirnya. Aku pasti akan segera tahu, kapan harus mengerahkan kesaktianku. Dan jangan kuatir, aku akan mengawasi lautan, jangan sampai ada kapal yang mendekati pulau ini.”

    27. Puteri bungsu: (Berbisik dalam hati). “Oh, mengapa hal itu tidak pernah terpikirkan olehku? Mengapa aku tidak pernah sadar bahwa aku manusia, sedangkan kedua naga itu adalah binatang? Sekarang aku menyadari bahwa aku memiliki orang tua. Tapi dimanakah mereka? Dan menangapa aku hidup dengan kedua naga ini? Aku akan berusaha mencari tahu, namun aku akan tetap bersikap seperti biasanya. Tapi bagaimana caranya? Naga Jantan akan selalu mengawasi lautan, ia tidak akan membiarkan ada satu kapal pun yang mendekati pulau ini. Ah, aku akan membuat diriku terlihat oleh para penumpang kapal dengan berdiri di tempat tinggi, lalu dengan cermin aku akan memantulkan sinar matahari kearah perahu dan kapal ketika kedua naga itu sedang beristirahat. Aku yakin dalam beberapa hari saja, ada manusia yang akan mengetahui keberadaanku”

    28. Babak II diakhiri dengan alunan musik dengan irama dan tempo sedang. Naga Jantan, Naga Betina, dan Puteri Bungsu keluar dari panggung. Nelayan 1, nelayan 2, dan Nelayan 3 masuk. Langsung mengambil posisi. Musik semakin lembut memasuki babak III.

    Babak III

    29. Nelayan 1: Apa kabar penonton? Dalam drama ini, saya berperan sebagai Nelayan 1, dan kedua teman saya ini adalah Nelayan 2 dan Nelayan 3.
    30. Nelayan 2 dan 3: (mengangguk) “Betul! Itulah kami.”

    BalasHapus
  41. 31. Nelayan 2: “Sekarang kami sedang berada di pantai Aceh Selatan. Letaknya tidak jauh dari pulau kedua naga itu.” (Berbicara dengan Nelayan 1 dan 3). “Kemarin, aku melihat seorang gadis yang cantik bagai bidadari di pulau naga itu. Dan ketika melihat aku, dia langsung memaikan cermin. Dia memantulkan sinar matahari dengan gerakan seperti memanggil-manggil. Ah, sungguh sayang, aku tidak sempat mendarat di pulau itu!”
    32. Nelayan 1: “Ah, kukira gadis itu bukan manusia. Siapa tahu itu hanya bayangan atau hanya peri atau bahkan jin penunggu pulau itu.”
    33. Nelayan 3: “Itu benar. Ada seorang gadis disana. Gadis itu sangat cantik dan rupawan. Hanya sayang, kita tidak bisa menghampirinya. Di pulau itu ada sepasang naga jahat yang sakti. Mereka akan membunuh kita tanpa ampun jika kita mendekati pulau itu.”
    34. Musik berirama sedang mengiringi keluarnya ketiga nelayan itu, dan masuknya ayah serta ibu Puteri Bungsu. Musik semakin lambat, kemudian menghilang.

    Babak IV


    35. Ayah: “Selamat Malam penonton, perkenalkan, saya adalah ayah kandung dari Puteri Bungsu yang di culik oleh kedua naga yang jahat itu! Dan ini adalah isteri saya. Ibu dari Puteri Bungsu.”

    36. Ibu: (Tersenyum kepada penonton)

    37. Musik hanya dimainkan sebentar. Ayah dan Ibu mengambil posisi ditengah panggung dan sedang duduk di meja makan.

    38. Ibu: “Aku yakin Tuhan Yang Maha Kuasa mendengar dan mengabulkan doa-doa kita, Kanda. Gadis yang banyak dibicarakan itu, aku yakin adalah si Bungsu, anak kita yang dulu hilang sewaktu perahu kita dihempas badai.”

    39. Ayah: “Kupikir juga begitu. Baiklah, kali ini adalah upaya kita yang terakhir. Aku akan mengajak beberpa pelaut untuk memberanikan diri mendatangi pulau itu! Tapi… apakah kau ingat, ciri apa yang ada pada diri si Bungsu, yang akan meyakinkan kita bahwa si gadis itu benar-benar anak kita?”

    40. Ibu: (Berpikir) “Aku ingat! Di bagian leher anak kita terdapat dua buah tahi lalat yang letaknya berdampingan, yang satu berukuran besar dan yang satu lagi berukuran kecil.”

    41. Ayah: “Besok pagi aku akan berangkat ke pulau itu dengan mengajak beberapa awak kapal yang bersedia menemaniku berangkat ke pulau naga itu.”

    42. Musik mengalun lembut. Latar rumah diganti dengan latar pantai pulau Naga itu, disertai dengan masuknya nelayan 1, 2, dan 3, dan Puteri Bungsu. Ayah dan Nelayan

    BalasHapus
  42. 1, 2, dan 3 mengambil posisi di pinggir depan. Puteri Bungsu, dan kedua Naga mengambil tempat di pojok belakang panggung. Kedua naga dalam posisi berbaring.

    43. Ayah: “Untunglah kita bisa mendarat di pulau ini dengan selamat. Sekarang sembunyikan perahu itu agar tidak terlihat oleh kedua naga. Aku rasa sekarang mereka sedang istirahat. Ayo kita bergegas bersembunyi untuk melihat keadaan!”

    44. Nelayan: “Baik!” (Menyembunyikan perahu di balik batu)

    45. Puteri Bungsu: (Melihat dari kejauhan). “Gawat! Bagaimana ini? Jika kedua naga itu bangun, manusia-manusia itu akan di bunuh. Apa yang harus aku lakukan? Ahh, aku harus kesana dan memperingatkan mereka.” (Berjalan ke arah kapal yang ditambatkan).

    46. Ayah: (dari tempat persembunyian di dekat kapal) “Hei lihat! Itu ada seorang gadis yang mendekati kapal kita! Tetap di tempat! Jangan ada yang bergerak! Biarkan dia mendekati kapal kita dahulu.” (Memperhatikan gadis itu dengan seksama)

    47. Ayah: (Melihat kearah leher gadis itu dan melihat adanya dua buah tahi lalat, kemudian meloncat, menghadang Puteri Bungsu). “Anakku, Bungsu?”

    48. Puteri Bungsu: (Menjerit pendek dan berlari ketakutan karena kaget dan tidak mengira bahwa lelaki yang menghadangnya adalah ayah kandungnya)

    49. Ayah: (Mengejar Puteri Bungsu) “Jangan takut, aku adalah ayahmu!”

    50. Puteri Bungsu: ( Terus Berlari)

    51. Ayah: (Mengerahkan semua awak kapalnya untuk menangkap Puteri Bungsu).

    52. Ayah dan Nelayan: (Berhasil menangkap Puteri bungsu dan membawanya kedalam kapal).

    53. Puteri Bungsu: (Meronta-ronta dengan kasar, berusaha melepaskan diri. Menjerit, minta tolong.)

    54. Ayah: “Oh anakku, janganlah takut, aku ini ayahmu. Ibumu pasti akan sangat gembira melihatmu.”

    55. Nalayan: (Mendorong perahu kelaut, lalu mengayuhnya sampai ketengah, dan memasang layer agar didorong angin).

    56. Diiringi musik berirama lembut, Naga Jantan dan Betina bangun.

    57. Naga Jantan: (Tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan kaget karena tidak melihat puteri Bungsu) “Puteri Bungsu tidak ada!”

    BalasHapus
  43. 58. Naga Betina: (Terbangun) “Ah, mungkin dia bermain-main seperti biasa.”

    59. Naga Jantan: (Berlari kearah laut dan melihat perahu layer yang sedang bergerak kearah jauh) “Kurangajar perahu itu, dia rupanya telah mendarat! Tidak mustahil mengambil Puteri Bungsu! Aku akan mencelakakannya!”

    60. Naga Betina: “Nanti dulu, periksa dulu, apakah Puteri Bungsu ada di dalam kapal itu! Berhati-hatilah, jangan sampai Puteri Bungsu celaka!”

    61. Naga Jantan: (Memasang telinga dan mata, meneliti perahu layer dengan seksama, kemudian melihat Puteri Bungsu dalam perahu itu). “Kurangajar orang-orag itu!” (Bersiap untuk menghembuskan topan ciptaannya)

    62. Nelayan : (Menjerit ketakutan saat melihat naga yang sangat besar dan mengamuk)

    63. Ayah: “Bantu aku mendayung perahu, agar perahu kita dapat lebih cepat bergerak!”

    64. Naga Jantan: ( Menghembuskan topan)

    65. Musik dimainkan bergemuruh saat Naga Jantan menghembuskan topan, sebagai efek dari gelombang dan gemuruh badai.

    66. Puteri Bungsu: (Meloncat tiba-tiba dari perahu)

    67. Ayah: “Anakku? Oh, kembalilah ke perahu. Ibumu sangat ingin melihatmu, Nak!”

    68. Puteri Bungsu: “Mungkin belum saatnya aku bertemu dan berkumpul dengan ibu, Ayah! Sekarang selamatkan perahu sebelum binasa oleh amukan naga itu. Aku akan berusaha memadamkan kemarahannya, sementara itu cepatlah menjauh!”

    69. Naga Jantan: (Akan menghembuskan topan yang jauh lebih dahsyat)

    70. Puteri Bungsu: (Sudah tiba di daratan) “Hentikan, Naga Jantan! Jangan lanjutkan. Biarlah mereka pergi. Bukankah aku telah kembali ke sisimu?”

    71. Naga Jantan: “Tidak, tak kan ku biarkan mereka selamat. Mereka sudah sangat kurang ajar! Mereka harus mati sebelum sampai kerumahnya!”

    72. Puteri Bungsu: “Jangan! Kalau niat itu tetap kau lakukan, aku akan membenturkan kepalaku pada tebing batu itu! Mereka telah gagal mengambil aku, ampunilah. Percayalah, aku berjanji tidak akan meninggalkan kalian berdua.”

    73. Musik gemuruh berhenti, diganti dengan musik berirama sedang sbagai akhir dari babak IV. Nelayan, Ibu, Naga dan Puteri Bungsu keluar dari panggung, digantikan oleh Tuan. Musik Berhenti.

    BalasHapus
  44. Babak V

    74. Tuan: Selamat malam penonton, kali ini saya berperan sebagai Tuan, seorang pertapa sakti yang bisa membantu orang lain.

    75. Musik mengalun pelan, Ayah dan Tuan mengambil posisi di tengah panggung.

    76. Ayah: (Belum berkata apapun)

    77. Tuan: “Bersyukurlah kepada TuhanYang Maha Agung, bahwasanya Dia telah menggerakkan hatiku untuk menolongmu, Nak. Insya Allah aku akan berusaha membebaskan puterimu dari cengkraman kedua naga itu. Namun, aku berharap engkau selalu berdoa. Meminta kepada-Nya, agar aku mendapatkan kelancaran. Sebab ketahuilah, keberhasilanku tergntung dari keridoan-Nya.”

    78. Ayah: “B… baik Bapak Tuan, saya akan berdoa. Dan saya sangat berterima kasih, Pak…”

    79. Tuan: “Ooooo, jangan berterimakasih kepadaku. Kepada-Nyalah kau berterimakasih, Nak.”

    80. Ayah : (Pamit pulang)

    81. Tuan: “Dengan nama Allah Yang Maha Besar, Maha Pengasih dan Penyayang” (Lalu meloncat meninggalkan kediamannya, melesat dengan cepat, kemudian mendarat di pulau, dekat kediaman kedua naga itu).

    82. Dimainkan musik pelan untuk mengiringi kedua naga masuk.

    83. Tuan: “Maafkan aku yang tua ini mengganggu kalian, wahai sepasang naga”

    84. Naga Jantan: “Orang tua, engkau datang kemari untuk mengambil puteri Bungsu, bukan?”

    85. Tuan: “Ooo, sudah mengetahui maksudku rupanya? Syukurlah. Tapi ketahuilah, aku bukan mengambilnya untukku. Melainkan untuk mengembalikannya kepada yang berhak. Sebab, meskipun kalian merasa berhak, tetapi tidak pantas. Tidak wajar. Sejak kapan naga memiliki anak manusia?”

    86. Naga Jantan: “Wah,wah, berkotbah rupanya? Hmm, hanya bila telah melangkahi mayat kamilah, engkau bisa mengambil Puteri Bungsu!” (Membuka mulut dan menghembuskan api kearah Tuan).
    87. Naga Betina: (Tidak tinggal diam, dan membantu Naga Jantan).

    BalasHapus
  45. 88. Tuan: ( Mengayukan tongkatnya yang mengyemburkan air yang deras, kemudian tongkat Tuan berdesing ketika disabetkan kearah kedua naga dan mengeluarkan hawa panas)

    89. Dimainkan musik gemuruh untuk mengiringi pertarungan antara Naga dan Tuan.

    90. Naga Betina: (Terkena tongkat Tuan dan menggeliat kepanasan, kemudian mengeang kaku, tidak bernyawa lagi)

    91. Naga Jantan: (Marah, merubah diri menjadi besar dan berusaha mencaplok Tuan)

    92. Tuan: (Berhasil menghindar dan mengayukan tongkatnya dengan sangat cepat dan mengayunkan kearah perut Naga Jantan).

    93. Naga Jantan: (Menjerit, bergulung-gulung dengan perut terobek tongkat Tuan. Isi perutnya muntah keluar. Dan tidak bernyawa lagi).

    94. Puteri Bungsu: (Keluar dari Persembunyiannya dan memburu mayat Naga. Menangis)

    95. Tuan: “Puteri bungsu, marilah kita pulang. Ayah-ibumu telah menunggumu, Nak.”

    96. Puteri Bungsu: (Menghaturkan terimakasih kepada Tuan. Kemudian meninggalkan pulau).

    97. Semua pemain meninggalkan panggung dan narrator masuk dengan diiringi musik yang sangat pelan dan lembut.

    98. Narator: “Konon, tempat bekas prtempuran Tuan dengan kedua naga sakti itu, smapai sekarang masih terlihat bekas-bekasnya. Terutama bekas telapak kaki Tuan, pertapa yang budiman itu, dapat di lihat di Gunung Lampu. Sebagian masih jelas terlihat. Dari tempat itulah didirikan kota pelabuhan, di wilayah Aceh bagian Selatan. Tapak Tuan, artinya telapak kaki Tuan. Mungkin begitu. Terima Kasih.

    99. Musik lembut berhenti. Diganti oleh musik keras yang mengiringi masuknya semua pemain. Musik menghilang ketika pemain turun dari panggung.

    BalasHapus
  46. Legenda Gunung Tangkuban Perahu

    Calista/8

    Babak I

    1.Narator :”Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Suatu hari di beranda istana.”

    2.Pelayan pribadi:”Putri sedang apa?”

    3.Dayang Sumbi:”Aku sedang menenun. Kamu tidak bisa lihat?”

    4.Pelayan pribadi:”Maaf Putri. Tapi kelihatannya Putri tidak sehat.”

    5.Dayang Sumbi:”Cerewet kamu!”

    6.Pelayan pribadi:”Maaf Putri.”

    7.Dayang Sumbi:”Cepat kamu pergi dari sini! Aku tidak mau diganggu.”

    8.Pelayan pribadi:”Baik, Putri.”

    9.Narator:”Maka, tinggallah Putri sendirian di beranda istana yang sangat indah, yang di kelilingi taman dan kolam yang indah.Tiba-tiba.”

    10.Dayang Sumbi:”Aduh, kepalaku pusing sekali (menjatuhkan pintalan benang)”

    11.Narator:”Putri berkali-kali menjatuhkan pintalan benangnya, sehingga ia menjadi murka.”

    12.Dayang Sumbi:”Aku bersumpah akan menikahi siapapun yang mau mengambilkan pintalan benang itu.”

    13.Narator:”Tiba-tiba datanglah seekor anjing sakti bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan Dayang Sumbi.”

    14.Dayang Sumbi:”Oh..apakah aku harus menikahi seekor anjing?”

    15.Narator:”Tetapi mau tidak mau, Putri harus menikahi anjing sakti itu. Dan 2 bulan kemudian mereka dikaruniai seorang anak laki-laki berwujud manusia tetapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya.”

    16.Dayang Sumbi:”Aku akan memberi nama Sangkuriang kepada anak tampan ini”

    17.Tumang:”Guk!”

    18.Narator:”5 tahun kemudian.”

    19.Sangkuriang:”Ibu, boleh tidak aku pergi bermain bersama Tumang?”

    20.Dayang Sumbi:”Tentu saja anakku sayang.”

    21.Sangkuriang :”Tumang, ayo kita pergi.”

    22.Tumang :”Guk!”

    23.Sangkuriang :”Ayo tangkap ini, Tumang.”

    BalasHapus
  47. 24.Tumang :”Guk!Guk!”

    25.Sangkuriang :”Tumang, kau memang anjing yang sangat pintar. Oh, aku lapar, ayo kita pulang.”

    26Tumang :”Guk.”

    Babak II

    27.Narator :”Beberapa tahun kemudian Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda tampan dan gagah perkasa, dan suatu hari.”

    28.Dayang Sumbi:”Sangkuriang, bisakah kau menolong ibu?”

    29.Sangkuriang :”Apapun untukmu, ibu.”

    30.Dayang Sumbi:”(tersenyum) Pergilah ke hutan dan tangkap seekor rusa untuk pesta besok.”

    31.Sangkuriang :”Baiklah ibu, dengan senang hati.”

    32.Dayang Sumbi:”Ajaklah Tumang anakku.”

    33.Sangkuriang :”Baik Bu. Ayo pergi Tumang.”

    34.Narator :”Sesamapainya di hutan.”

    35.Sangkuriang :”Wah, disana ada seekor (menyiapkan panah)”

    36Tumang :”Guk..Guk..”

    37.Sangkuriang :”Ahhh(sebal..)jangan ribut Tumang. Tuh, buruannya lari deh.”

    38.Tumang :”Guk.”

    39.Sangkuriang :”Ah, dasar anjing bodoh.”

    40.Tumang :”Kaing.”

    41.Narator :”Tumang merasa sedih karena anaknya tega mengatakan seperti itu padanya.”

    42.Sangkuriang :”Ayo jalan lagi.”

    43.Narator :”Setelah setengah hari di dalam hutan.”

    44.Sangkuriang :”Ahh…(lelah). Ayo kita duduk di bawah pohon itu dulu.”

    45.Tumang :”Guk”

    46.Sangkuriang :”Aduh bagaimana ini? Aku harus segera mendapatkan seekor rusa untuk ibuku. Apa yang orang bilang jika menangkap seekor rusa saja aku tidak bisa?”

    47.Tumang :”Guk..Guk..”

    48.Sangkuriang :”Ah, diam kau. Ini semua gara-gara kau rebut Tumang.”

    49.Narator :”Sangkuriang pun memikirkan cara untuk mendapatkan daging rusa. Tiba-tiba.”

    50.Sangkuriang :”Aha (melirik pada Tumang)”

    51.Tumang :”Guk.Guk (ketakutan)”

    52.Sangkuriang :”Tenang saja, tidak sakit kok (sambil mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang)”

    53.Tumang :”Maaf Tumang aku terpaksa melakukan ini (menangis)”

    54.Narator :”Lalu Sangkuriang pulang dengan membawa daging Tumang.”

    55.Dayang Sumbi:”Kau memang hebat anakku.”

    56.Sangkuriang :”Iya dong Bu. Anak ibuu.”

    57.Narator :”Keesokan harinya”

    58.Dayang Sumbi:”Ayo, Nak. Segera kamu bersiap-siap untuk pesta.”

    59.Sangkuriang :”Baik, Bu.”

    60.Narator :”Selama berpesta, semua orang bersenang-senang dan gembira menyantap daging Tumang yang dikira rusa tersebut. Sampai pada acara pesta selesai.”

    61.Dayang Sumbi:”Ngomong-ngomong Anakku. Dimana Tumang?”

    62.Sangkuriang :”Ehm..Bu. Sebenarnya.”

    63.Dayang Sumbi:”Apa?Sebenarnya apa?”

    64.Sangkuriang :”Sebenarnya daging rusa itu adalah daging Tumang. Aku minta maaf Bu, aku terpaksa.”

    BalasHapus
  48. 65.Dayang Sumbi:”Apa???!!! (PLAKK! Dayang Sumbi memukul anaknya dibagian kening sampai pingsan)”

    66.Raja :”Apa yang terjadi disini?”

    67.Dayang Sumbi:”Maaf ayah, tapi dia…”

    68.Raja :”Apa yang telah kau lakukan pada anakmu sendiri putriku?!”

    69.Dayang Sumbi:” (menangis)Maaf ayah”

    70.Raja :”Pergi kamu dari sini!! Kamu bukan anakku lagi Dayang Sumbi!! Pengawal, bawa dia keluar dan segera panggil tabib.”

    Babak III

    71.Narator :”Akhirnya Dayang Sumbi pun diusir dari kerajaan. Untungnya Sangkuriang bisa sadar lagi dan hidup tanpa ibu selama belasan tahun. Suatu hari Sangkuriang memutuskan untuk keluar dari kerajaan dan pergi merantau, dan di suatu desa kecil ia bertemu dengan perempuan cantik dan telah menjalin hubungan dengannya selama 2tahun.”

    72.Sangkuriang :”Dik, maukah kau menikah denganku?”

    73.Dayang Sumbi:”Tentu saja, pria tampan.(mengusap kepala Sangkuriang)”

    74.Narator :”Tiba-tiba Dayang Sumbi tersadar ia nyaris saja menikah dengan anakknya sendiri, dan mencari hal-hal yang tidak bisa Sangkurian lakukan untuknya agar pernikahan tidak jadi dilaksanakan.”

    75.Dayang Sumbi:”Tapi ada syaratnya sayang.”

    76.Sangkuriang :”Apapun untukmu(tersenyum).”

    Babk IV

    77.Dayang Sumbi:” Aku mau kau membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing.”

    78.Narator :” Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Dayang Sumbi memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi. Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini.”

    BalasHapus
  49. Talaga Warna
    (1/3)

    1. Zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa Barat. Negeri itu dipimpin oleh seorang Raja, Prabu, begitulah orang memanggilnya. Prabu adalah raja yang baik dan bijaksana, tak heran jika negeri itu makmur dan tentram dan tidak ada penduduknya yang kelaparan. Suatu ketika, Prabu dan istrinya sedang dilanda kebingungan. Sejak mereka menikah hingga sekarang, mereka tidak dikaruniai seorang anak pun.
    2. Prabu : “Mengapa sampai sekarang kita belum dikaruniai anak? Apa salah kita?? Apa??”
    3. Ratu : “Tidak tahu suamiku… Mungkin Tuhan memang belum mengizinkan kita untuk mengasuh seorang anak”
    4.Penasehat Prabu : “Yang Mulia… bolehkah saya memberikan ide? Saya yakin saran ini akan sangat bagus dan berguna.”
    5. Prabu : “ooo yaa?? Baiklah.. silahkan… apa idemu itu? Cepat katakan!”
    6. Penasehat Prabu : “Sabar Yang Mulia.. Sabar.. hmmmm.. Bagaimana kalau Yang Mulia mengangkat seorang anak. Saya yakin dalam waktu singkat Yang Mulia akan memperoleh seorang anak.”
    7. Prabu dan Ratu : “Tidak mungkin! Sungguh mustahil idemu itu.. Bagi kami, anak kandung adalah lebih dari anak angkat. Apa kau mengerti?”
    8. Penasehat Prabu : “Saya juga mengerti akan hal itu Yang Mulia, tetapi lebih baik Yang Mulia coba ikuti saja dulu ide hamba ini. Mungkin bisa membantu mempercepat Yang Mulia mendapatkan seorang anak.. Jika belum dicoba kita tidak akan tahu bagaimana hasilnya..”
    9. Prabu : “Hmmmm.. Betul juga apa yang kau katakan.. Ya sudah… Baiklah.. Saya akan mengikuti saranmu itu.” (masih dalam keadaan berpikir)
    10. Ratu : ”Apa?? Suamiku… Tidak!! Tidak!! Saya tidak setuju dengan hal itu. Suamiku, mohon agar kau mengerti keadaanku ini. Aku ini seorang wanita. Aku ingin mendapatkan anak dari rahimku sendiri, bukan dari rahim orang lain..”
    11. Prabu : ”Istriku, hanya inilah satu-satunya jalan agar kita cepat dikaruniai anak. Aku pun ingin anak dari darah dagingku sendiri, tapi mungkin membutuhkan waktu yang lama, sadarilah bahwa aku ini sudah tua. Maka dari itu aku putuskan untuk mengangkat seorang anak. Kumohon… Mengertilah juga keadaanku istriku. ”
    12. Ratu : ”Hmmm.. Baiklah suamiku.. Aku ikuti saja apa yang kau inginkan…”

    13. Hingga akhrinya Prabu dan Ratu menangkat seorang anak. Anak itu tumbuh menjadi orang dewasa yang besar, karena itu ia dipanggil Kebo Iwa, yang artinya paman kerbau.
    14. Ratu : ”Suamiku…. Kenapa anak ini begitu besar. Apakah kita salah mengangkat anak? Bukan anak manusia yang kita angkat melainkan anak monster.”
    15. Prabu : ”Aku juga tidak mengerti istriku. Mengapa ia bisa tumbuh hingga sebesar ini? Apakah kau salah memberinya makan?”
    16. Ratu : “Tentu tidak… Aku memberinya makanan yang sesuai dengan standar gizi, empat sehat lima sempurna…”
    17. Prabu : ”Lalu kenapa bisa begini? Sangat aneh.. Tampaknya ia memang bukan anak manusia, melainkan anak monster.. hiiiiiii…..”
    18. Ratu : ”Lalu kita harus bagaimana suamiku? Apa yang harus kita perbuat? Aku takut sewaktu-waktu anak itu akan memakan kita.”
    19. Prabu : ”Jangan bicara sembarangan!! Hmmm… Lebih baik aku pergi ke hutan. Aku akan bertapa dan berdoa disana. Siapa tahu dalam waktu dekat kita akan mendapat seorang anak.”
    20. Ratu : ”Benar juga… Itu ide yang bagus.. Tapi, apakah dengan berdoa saja sudah cukup kalau tidak ada usaha?”
    21. Prabu : ”Kau ini.. Tentu saja kita juga harus berusaha. Setelah kembali dari hutan, barulah kita berusaha.”
    22. Ratu : ”Hmmm.. Benar juga.. Baiklah kalau begitu.. Aku akan menunggu sampai kau pulang dari hutan suamiku.”
    23. Prabu : ”Baiklah.. Aku pergi dulu… Jaga dirimu baik-baik istriku. Aku akan selalu merindukanmu… sampai jumpa……”

    24. Sesampainya di hutan…….
    25. Prabu : “Ya tuhan.. Hamba mohon… Berikanlah hamba dan istriku seorang anak.. Puluhan tahun kami sudah berusaha dan menunggu, tapi hingga sekarang tidak ada satu pun anak yang hadir di tengah-tengah keluarga kami. Saya mohon ya Tuhan.. Kabulkankah permohonan hambamu ini.”

    BalasHapus
  50. (2/3)

    26. Kemudian sang raja melanjutkan bertapa dihutan tersebut selama 3 hari 3 malam. Setelah 3 hari 3 malam, sang Raja kembali ke istana…..
    27. Prabu : “Istriku…. Suamimu telah kembali…. Cepatlah kemari…..”
    28. Ratu : “Oohhh.. Suamiku……. Akhirnya kau kembali.. Aku sangat merindukanmu.. Tapi, mengapa seluruh tubuhmu merah-merah seperti ini??”
    29. Prabu : “Oh ini.. Dihutan banyak sekali nyamuk dan serangga, jadi aku di gigiti sampai seperti ini. Rasanya gatal sekali sampai aku juga tidak tahan, tapi untuk mendapatkan seorang anak, aku rela melakukannya. Toh ini untuk kebahagiaan istana dan juga rakyat.”
    30. Ratu : “oooo… Sungguh terharu aku mendengarnya suamiku..”

    31. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat di kerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah…
    32. Prabu : “Istriku… Akhirnya permohonan dan doa kita terkabul. Aku bahagia sekali…”
    33. Ratu : “Benar suamiku.. Ternyata pengorbananmu sampai merah-merah digigit nyamuk tidak sia-sia. Sungguh aku sangat terharu.”
    34. Prabu : “Sudahlah,.. Masalah gigitan nyamuk itu tidak perlu dibahas lagi. Itu adalah cerita lalu..”

    35. Sembilan bulan kemudian, Ratu melahirkan seorang putri. Penduduk negeri pun kembali mengirimi putri kecil itu dengan aneka hadiah. Bayi itu pun tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian, ia sudah menjadi remaja yang cantik….
    36. Ratu : ”Putriku… Kau sungguh cantik… Kecantikan ibu menurun juga padamu. Ibu sangat senang.. hahaha…”

    37. Prabu dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberikan apa pun yang ia inginkan. Namun itu membuatnya tumbuh menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar.
    38.Putri : “Ibu… Belikan aku seekor kuda yang gagah dan kuat. Aku ingin menungganginya bersama pangeranku nanti.”
    39. Ratu : “ Tapi Putri, di istana ini terdapat banyak kuda. Semuanya gagah dan kuat. Kenapa harus beli lagi yang baru?”
    40. Putri : “Tapi kuda-kuda di istana ini sudah tua dan renta ibu… Aku ingin kuda yang baru. Yang masih gagah dan kuat.. Ayolah ibu.. Ibu ini pelit sekali.. Kalau keinginanku ini tidak ibu penuhi, aku tidak akan makan dan keluar dari kamarku. Huh..” (dengan nada kesal)
    41. Ratu : “Ya sudah.. Baiklah putriku… Ibu akan menyuruh Sundil untuk membeli kuda yang baru besok.”
    42. Putri : “Aku tidak mau menunggu besok ibu.. Aku ingin kuda itu sekarang. Kalau tidak mau ya sudah. Aku tidak akan keluar dari kamar dan menemui ibu.”
    43. Ratu : “Baiklah.. baiklah.. Ibu akan menyuruh Sundil untuk membelinya sekarang. Sundil……… Cepat kemari…..”
    44. Sundil : “Iya.. ada apa Ratu? Hamba disini siap membantu”
    45. Ratu : “Sundil.. Tolong cepat kamu pergi beli kuda yang baru di pasar.. Belilah kuda yang masih gagah dan kuat.”
    46. Sundil : “Tapi Ratu.. Kuda-kuda yang ada didalam kandang juga masih gagah dan kuat.. kenapa harus membeli kuda yang baru?”
    47. Putri : “Tidak usah banyak bertanya! Cepat pergi beli sana!!”
    48. Sundil : “Hmmmm.. Baiklah tuan putri.. Hamba siap melaksanakan perintah tuan putri..”
    49. Seperti itulah sifat Sang Putri. Walaupun demikian, orangtua dan rakyat di kerajaan itu mencintainya.

    50. Hari demi hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.
    51. Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Kemudian, ia membawanya ke ahli perhiasan.
    52. Prabu : “Tuan.. Tolong ubah emas dan permata ini menjadi sebuah kalung yang sangat indah untuk putriku. Mohon dikerjakan dengan baik, karena putriku akan berulang tahun yang ke 17. Aku ingin rakyat pun senang melihat putriku memakainya.”
    53. Ahli perhiasan : “Dengan senang hati Yang Mulia. Saya akan mengerjakannya dengan sebaik mungkin…”

    BalasHapus
  51. (3/3)

    54. Begitulah cara yang Prabu lakukan. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi putri dan ingin membahagiakannya.

    55. Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat semakin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita mucul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.
    56. Sundil : “Haiii rakyat yang terkasih…. Disini saya mewakili Raja Prabu, mengucapkan banyak terima kasih atas kehadiran, hadiah, dan juga doa yang telah diberikan untuk Putri yang pada hari ini telah berusia 17 tahun. Terima kasih juga atas cinta yang kalian berikan kepada Putri. Semoga kalian menikmati pesta pada hari ini.. terima kasih..”
    57. Pesta ulang tahun Putri berjalan sangat megah dan meriah. Tiba-tiba, Prabu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya.
    58. Prabu : “Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian dari orang-orang penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh menjadi dewasa. Pakailah kalung ini Putriku….”
    59. Putri menerima kalung itu dan melihatnya sekilas.
    60. Putri : “Aku tidak mau memakainya. Kalung ini jelek dan terlihat sangat kampungan! Aku tak mau memakainya…”
    61. Kemudian Putri melempar kalung itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai.
    62. Itu sangat mengejutkan. Tak seorang pun menyangka, Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba, terdengar tangisan sang Ratu. Tangisannya itu diikuti oleh semua orang yang ada didalam istana itu.
    63. Tiba-tiba, muncul mata air dari halaman istana. Mula-mula membentuk kolam kecil. Lalu istana mulai banjir. Istana pun dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu semakin besar dan menenggelamkan istana.

    64. Sekarang, danau itu disebut Talaga Warna. Danau itu berada di daerah puncak. Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit disekitar telaga. Namun, orang-orang mengatakan warna-warna itu berasal dari kalung Putri yang tersebar didasar telaga.



    Sumber : http://www.geocities.com/kesumawijaya/ceritarakyat/jabar1.html

    Nama : Alexandra Christina
    Kelas : XI.P4
    No. : 02

    BalasHapus
  52. Legenda Sangkuriang
    (1/4)
    Alkisah putri Dayang sumbi nan cantik rupawan setelah dewasa dipersunting seorang pria, yang kemudian dikarunia seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang yang juga kelak memiliki kegemaran berburu seperti juga sang Prabu. Namun sayang suami Dayangsumbi tidak berumur panjang.
    Suatu saat, Sangkuriang yang masih sangat muda belia, mengadakan perburuan ditemani anjing kesayangan sang Prabu yang juga kesayangan ibunya, yaitu Tumang. Namun hari yang kurang baik menyebabkan perburuan tidak memperoleh hasil binatang buruan. Karena Sangkuriang telah berjanji untuk mempersembahkan hati rusa untuk ibunya, sedangkan rusa buruan tidak didapatkannya, maka Sangkuriang nekad membunuh si Tumang anjing kesayangan ibunya dan juga sang Prabu untuk diambil hatinya, yang kemudian dipersembahkan kepada ibunya.
    Sangkuriang : “Ibu, kupersembahkan hati hewan hasil buruan ku di hutan.”
    Dayang sumbi : “Terima kasih anakku,”ujar dayang sumbi.
    Namun tidak lama kemudian, Dayang Sumbi melihat wajah Sangkuriang sangat pucat dan ia pun bertanya kepada anaknya itu.
    Dayang Sumbi : “Sangkuriang anakku, Mengapa engkau tampak pucat ?”
    Sangkuriang : “Tidak buk, saya hanya kelelahan.”
    Dayang sumbi masih heran dengan anak nya tersebut. Berselang beberapa waktu, Dayang sumbi teringat dengan anjing kesayangannya,Tumang. Ia pun bertanya kepada Sangkuriang.
    Dayang Sumbi :”Nak, Dimana “Tumang” ? Bukannya tadi ia bersama mu ??
    Sangkuriang pun gemetar dan takut..
    Sangkuriang : Hmm, aaaaaa...(gugup)
    Dayang Sumbi : “Dimana dia, anakku ?”
    Sangkuriang : “Dia sudah tidak ada lagi buk”ujar Sangkuriang.
    Dayang sumbi : Maksudnya ? Ibu tidak mengerti.
    Sangkuriang : Aku telah membunuhnya buk, hati yang saya kasih ke ibu adalah hati Tumang.
    Dayang Sumbi : Apa !!!
    Dayang sumbi pun langsung memukul kepala Sangkuriang dengan centong nasi yang ada sebelahnya. Dan ia pun berkata..

    BalasHapus
  53. 2/4

    Dayang Sumbi : “Pergi kau dari istana ini, kau tidak pantas berada disini,”kata Dayang Sumbi dengan mimik wajah yang marah.
    Akhrinya, Sangkuriang pun keluar dari istana dan tidak pernah kembali. Ia tumbuh menjadi seorang pria yang tampan dan sakti. Suatu ketika, ia sedang menuju perjalanan ke hutan untuk memburu. Ia bertemu dengan seorang yang cantik rupawan, yang tak lain adalah Dayang Sumbi namun Sangkuriang tidak mengetahui hal itu. Sangkuriang pun menyampirinya dan berkata.
    Sangkuriang : “Hai nona, Mengapa engkau berada disini?”ujar Sangkuriang
    Dayang Sumbi : “Tidak apa-apa, saya hanya ingin mencari angin saja,”kata Dayang Sumbi.
    Sangkuriang : Owh..
    Sangkuriang : “Namun untuk dara secantik nona, tidak baik untuk berada ditengah hutan sendirian.”
    Dayang sumbi hanya tersenyum.
    Dayang Sumbi : “Kamu sendiri, mengapa kamu datang ku hutan ? “
    Sangkuriang : “ Saya ingin pergi memburu.”
    Dayang sumbi : “ Wah, ternyata kamu senang berburu juga, sama seperti anakku. “
    Lambat laun, keduanya berkenalan dan tumbuhlah benih-benih cinta diantara mereka berdua.
    Suatu hari, Sangkuriang melamar dara cantik yang tak lain adalah Dayang sumbi.
    Sangkuriang : “Maukah nona menjadi calon istriku ?” tanya Sankuriang
    Dengan tersipu malu, Dayang Sumbi berkata.
    Dayang Sumbi : “hm, baiklah.”
    Betapa senang nya hati Sangkuriang mendengar hal tersebut. Ia pun tinggal bersama Dayang sumbi di istana dan makin lama hubungan mereka semakin mesra dan harmonis.
    Pada suatu sore, Sangkuriang ingin pergi ke hutan untuk berburu. Ia pun meminta ijin kepada Dayang sumbi.
    Sebelum pergi, ia pun meminta Dayang Sumbi untuk membenarkan ikat kepalanya.
    Sangkuriang :”Tolong kuatkan ikatan kepalaku, sayang,”kata Sangkuriang.
    Dayang Sumbi : “Dengan senang hati pujaan hatiku.”
    Tiba-tiba, ketika memegang kepala Sangkuriang, Dayang sumbi terkejut. Ia berujar dalam hatinya..
    Dayang Sumbi : “ Apakah ini anakku yang dulu saya usir dari istana ?”
    Perasaan hati Dayang sumbi risau dan bingung.Namun ia tetap seperti biasa terhadap Sangkuriang. Dia pun berkata .

    BalasHapus
  54. 3/4
    Dayang Sumbi : “Hati-hati dijalan ya,”kata Dayang sumbi namun masih bingung.
    Sangkuriang : “Tenang saja, saya memiliki ilmu yang sakti,”ujar Sangkuriang dengan tersenyum.
    Sangkuriang pun memulai perjalannya menuju hutan.
    Di istana, Dayang sumbi masih berfikir apakah pemuda itu adalah anaknya. Waktu menjelang sore, Sangkuriang pulang ke istana membawa hasil buruannya. Dan ia pun memanggil Dayang Sumbi.
    Sangkuriang : “Sayangku, aku membawa hasil buruan ku untuk mu.”
    Dayang Sumbi : “Oh, terima kasih.”
    Pada malam hari, Dayang sumbi ingin memastikan apakah pria itu adalah anaknya. Ia pun berpura-pura untuk mencari kutu kepala Sangkuriang. Ketika melihat sekali lagi, ia yakin bahwa pria itu adalah anaknya. Ia pun berdoa dalam hati.
    Dayang sumbi ; “Tuhan, saya tidak mungkin untuk menikah dengan anakku sendiri.”

    Dayang sumbi memikirkan segala cara untuk menggagalkan pernikahan mereka berdua. Namun, segala cara tidak berhasil. Dan akhirnya ia memberikan 2 syarat kepada Sangkuriang apabila ingin menikahinya.
    Dayang Sumbi : “Sayangku, saya akan memberikan 2 syarat kepada mu apabila kamu ingin menikahiku.”
    Sangkuriang : “Apa 2 syarat itu ??”
    Dayang Sumbi : “Kamu harus membendung sungai Citarum dan membuat sampan yang besar untuk menyeberangi sungai,”kata Dayang sumbi.
    Sangkuriang : “Baiklah, saya akan memenuhi kedua syarat itu,”jawab Sangkuriang.

    Dayang Sumbi : “ Namun, kamu harus menyelesaikan nya sebelum fajar menyingsing.”
    Sangkuriang : “ Tenang saja, saya akan menyelesaikan nya dengan cepat.”
    Didalam hari Dayang Sumbi ia sangat takut apabila Sangkuriang berhasil memenuhi kedua syarat itu. Malam itu, Sangkuriang mengerahkan seluruh makhluk gaib nya untuk membantu dia menyelesaikan kedua syarat itu. Ketika pekerjaan nya sudah hampir selesai, Dayang Sumbi melihat nya dan mengerahkan pasukannya untuk mengelar kain sutra merah disebelah timur kota.
    Dayang sumbi : “Wahai pasukanku, gelarkan lah kain sutra berwarna merah disebelah timur kota.
    Mengira hari sudah menjelang pagi, Sangkuriang pun marah karena ia tidak bisa menyelesaikan kedua syarat itu. Dengan sekuat tenaga, ia menendang sampan besar itu, dan sampan terkelengkup separti gunung yang konon disebut “Gunung Tangkuban Perahu.”

    BalasHapus
  55. Sumber : http://www.seasite.niu.idu/indonesian/budaya_bangsa/Cerita_Rakyat/Jawabarat_default.htm
    Nama : Mike A.T
    Kelas : XI.IPA 4
    No : 28

    BalasHapus
  56. Sumber : http://ceritarakyatnusantara.com

    Nama : Jessica Chandra Susanto
    Kelas : XI P.4
    Absen : 19



    1/4


    I Ceker Cipak

    Alkisah, di sebuah kampung di Pulau Dewata atau Bali, Indonesia, ada seorang pemuda tampan bernama I Ceker Cipak. Ia tinggal bersama ibunya di sebuah gubuk di pinggir kampung. Hidup mereka serba kekurangan. Oleh karena tidak ingin terus terbelenggu oleh keadaan tersebut, I Ceker Cipak memutuskan untuk berdagang jagung. Ia ingin pergi ke kota untuk membeli jagung untuk direbus dan dijual kembali.
    “Bu, apakah Ibu mempunyai uang tabungan?” tanya I Ceker Cipak kepada ibunya.
    “Untuk apa uang itu, Anakku?” ibunya balik bertanya.
    I Ceker Cipak pun menceritakan niatnya ingin berdagang ke kota. Alangkah bahagianya perasaan sang Ibu mendengar niat baik anaknya itu.
    “Wah, Ibu merasa senang dan mendukung niatmu itu, Anakku! Ibu ingin sekali membantu usahamu itu, tapi Ibu hanya mempunyai uang 200 kepeng. Uang tersebut Ibu tabung selama bertahun-tahun. Apakah uang itu cukup untuk membuka usaha barumu itu, Anakku?” tanya ibunya.
    “Cukup, Bu! Uang tersebut akan Ceker gunakan untuk membeli jagung secukupnya,” jawab I Ceker Cipak.
    Mendengar jawaban itu, ibu I Ceker Cipak segera mengambil uang tabungannya, lalu memberikan kepada anak semata wayangnya. Keesokan harinya, I Ceker Cipak pun berangkat ke kota dengan membawa modal 200 kepeng dan sebuah keranjang. Untuk sampai ke kota, ia harus melewati perkampungan, persawahan, dan hutan lebat yang jaraknya cukup berjauhan.
    Setelah berjalan setengah hari, sampailah I Ceker Cipak di sebuah perkampungan. Ketika akan melewati perkampungan itu, ia melihat seorang warga yang sedang menyiksa seekor kucing. Melihat tindakan warga yang tidak berbelaskasihan itu, ia segera mendekati dan memintanya agar menghentikan penyiksaan terhadap kucing tersebut.
    “Maaf, Tuan! Jangan bunuh kucing itu! Jika Tuan berkenan, saya akan menebusnya dengan uang 50 kepeng,” pinta I Ceker Cipak.
    Setelah menyerahkan uang 50 kepeng kepada warga itu, I Ceker Cipak melanjutkan perjalanan dengan membawa serta kucing itu. Tak berapa jauh berjalan, ia kembali melihat seorang warga sedang memukuli seekor anjing karena mencuri telur ayam. Melihat hal itu, ia pun menebus anjing itu dengan harga 50 kepeng. Kini, ia tidak berjalan sendirian. Ia ditemani oleh kucing dan anjing yang telah ditebusnya.
    Ketika hari menjelang sore, I Ceker Cipak bersama kucing dan anjing tebusannya tiba di sebuah hutan lebat. Saat melewati hutan lebat itu, ia melihat beberapa orang warga sedang memukuli seekor ular yang telah memangsa seekor bebek. Karena merasa kasihan, ia pun menebus ular itu dengan 50 kepeng. Para warga yang telah memukuli ular itu terheran-heran melihat perilaku I Ceker Cipak.
    “Hai, teman-teman! Anak Muda itu sudah gila. Untuk apa dia menebus ular yang tidak ada gunanya itu?” celetuk seorang warga.
    I Ceker Cipak tidak menghiraukan celetukan warga itu. Setelah memasukkan ular itu ke dalam keranjangnya, ia segera berlalu dari tempat itu untuk melanjutkan perjalanan.

    BalasHapus
  57. 2/4

    Setelah menyusuri hutan lebat, I Ceker Cipak memasuki daerah persawahan. dan menemui para petani sedang menangkap seekor tikus dan memukulinya. I Ceker Cipak tidak sampai hati melihat tikus itu disiksa oleh mereka.
    “Maaf, Tuan-Tuan! Tolong jangan siksa tikus itu! Jika Tuan-Tuan berkenan, biarlah aku tebus tikus itu dengan harga 25 kepeng,” pinta I Ceker Cipak.
    Para petani itu pun mengabulkan permintaannya. Setelah menyerahkan uang tebusan sebesar 25 kepeng kepada para petani tersebut, I Ceker Cipak kembali melanjutkan perjalanan dengan ditemani oleh keempat hewan tebusannya, yaitu seekor anjing, kucing, ular, dan tikus. Mereka tiba di pasar Kota Raja saat hari mulai gelap. I Ceker Cipak merasa sangat lapar. Setelah memeriksa sakunya, ternyata uangnya hanya tersisa 25 kepeng. Akhirnya, uang tersebut ia pakai membeli makanan untuk dirinya dan keempat binatang tebusannya. Ia terpaksa batal membeli jagung, karena sudah kehabisan uang.
    Ketika I Ceker Cipak bersama keempat binatang tebusannya sedang asyik makan, tiba-tiba seorang prajurit istana yang sedang patroli datang menghampirinya.
    “Hai, Anak Muda! Kamu siapa dan dari mana asalmu?” tanya prajurit itu.
    “Nama saya I Ceker Cipak, Tuan! Maaf jika kedatangan saya mengganggu ketenteraman kota ini,” jawab I Ceker Cipak sambil memberi hormat.
    “Apa maksud kedatanganmu ke kota ini? Dan, untuk apa kamu membawa hewan-hewan piaraanmu itu?” prajurit itu kembali bertanya.
    “Maaf, Tuan! Sebenarnya, saya datang ke kota ini untuk membeli jagung, namun uang saya telah habis untuk menebus keempat binatang ini yang sedang dianiaya orang,” jawab I Ceker Cipak.
    “Wah, hatimu sungguh mulia, Anak Muda!” puji prajurit itu
    Prajurit itu kemudian mengajak I Ceker Cipak ke istana untuk menghadap sang Raja. Setibanya di istana, prajurit itu menceritakan maksud kedatangan I Ceker Cipak ke kota dan semua peristiwa yang dialaminya di perjalanan. Mendengar cerita tersebut, Raja yang baik hati itu pun mengizinkan I Ceker Cipak untuk menginap semalam di istana. Sang Raja juga memerintahkan kepada dayang-dayang istana untuk melayani segala keperluan I Ceker Cipak dan keempat hewan piaraannya. Alangkah senang hati I Ceker Cipak mendapat kehormatan tidur di dalam istana dan pelayanan istimewa dari sang Raja.
    Malam telah larut, namun I Ceker Cipak belum bisa memejamkan matanya, karena memikirkan ibunya yang tidur sendirian di gubuk. Ia juga memikirkan uang pemberian ibunya yang telah habis untuk menebus keempat binatang tersebut. Ia bingung untuk menjelaskan semua itu kepada ibunya. Di tengah kebingungan itu, tiba-tiba si Ular merayap mendekatinya.
    “Wahai, Tuanku yang berbudi luhur! Jika besok saat pulang dan bertemu dengan seekor ular besar, Tuan jangan takut! Dia adalah ibuku yang bernama Naga Gombang. Meskipun terkenal sangat ganas, tapi dia tidak akan mengganggu orang yang tekun menjalankan dharma. Jika ia memintaku darimu, maka mintalah tebusan kepadanya!” ujar si Ular.
    Keesokan harinya, I Ceker Cipak pun berpamitan kepada sang Raja. Raja yang baik hati itu membekalinya kain, uang, dan sepuluh ikat jagung.
    “Bawalah kain, uang dan jagung ini sebagai oleh-oleh untuk ibumu di rumah!” ujar sang Raja.

    BalasHapus
  58. 3/4

    “Terima kasih banyak atas semua kebaikan, Gusti! Semoga Tuhan senantiasa memberkahi Gusti!” ucap I Ceker Cipak seraya memberi hormat untuk memohon diri.
    I Ceker Cipak kembali ke kampung halamannya melewati jalan semula. Ketika ia memasuki hutan belantara, tiba-tiba ia dihadang oleh seekor ular yang sangat besar.
    “Hai, Anak Muda! Berhenti dan serahkan ular itu kepadaku!” seru ular besar itu.
    “Hai, Ular Besar! Pasti kamu yang bernama Naga Gombang. Ketahuilah wahai Naga Gombang, akulah yang telah menyelamatkan anakmu! Jika kamu hendak mengambil anakmu dariku, kamu harus menebusnya!” kata I Ceker Cipak.
    “Wahai, Anak Muda! Jika memang benar yang kamu katakan itu, ambillah cincin permata yang ada di ekorku sebagai penebus! Semua barang akan menjadi emas jika kamu gosokkan dengan cincin itu,” ujar Naga Gombang.
    I Ceker Cipak pun mengeluarkan ular yang ada di dalam keranjangnya lalu menyerahkannya kepada Naga Gombang. Setelah itu, ia segera mengambil cincin permata di ekor Naga Gombang, kemudian menyelipkan di ikat pinggangnya dan melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di gubuknya,ikat pinggangnya telah berubah menjadi emas. Ibunya pun sangat heran menyaksikan peristiwa ajaib itu.
    “Bagaimana hal itu bisa terjadi, Anakku?” tanya ibunya heran.
    I Ceker Cipak pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya selama dalam perjalanan hingga tiba kembali ke rumah. Ibunya merasa amat bahagia memiliki anak yang taat menjalankan dharma. Sejak memiliki cincin permata itu, kehidupan keluarga I Ceker Cipak berubah. Kini, ia telah menjadi kaya raya di kampungnya. Ia hidup berbahagia bersama ibu dan ketiga hewan piaraannya, yakni si tikus, kucing, dan ajingnya. Meskipun sudah menjadi orang kaya, I Ceker Cipak tetap rajin bekerja.
    Pada suatu hari, I Ceker Cipak membantu ibunya menumbuk padi, namun ia lupa melepas cincin permata dari jari tangannya. Tanpa disadarinya, cincin permata itu patah dan jatuh ke dalam lesung. Maka seketika itu pula lesung dan alu itu tiba-tiba berubah menjadi emas. Sejak itu, I Ceker Cipak semakin terkenal dengan kekayaannya hingga ke berbagai penjuru negeri.
    Setelah itu, I Ceker Cipak membawa cincinnya yang patah ke tukang emas untuk diperbaiki. Rupanya, tukang emas itu mengerti bahwa cincin itu memiliki tuah yang dapat mendatangkan kekayaan. Oleh karena itu, ia berniat untuk memilikinya. Agar tidak ketahuan oleh pemiliknya, ia pun membuat sebuah cincin palsu yang sangat mirip dengan cincin permata ajaib itu. Ketika I Ceker Cipak datang hendak mengambil cincinnya, ia memberikan cincin yang palsu. Setibanya di rumah, ia ingin menguji kesaktian cincin permata itu. Perlahan-lahan ia menggosokkan cincin itu pada sebuah batu, namun batu itu tak kunjung berubah jadi emas. Dari situlah I Ceker Cipak mulai curiga.
    “Bu! Coba periksa cincin permata ini! Sepertinya ia tidak sakti lagi,” kata I Ceker Cipak. “Wah, jangan-jangan tukang emas itu telah menukarnya!”
    Setelah diperiksa oleh ibunya, ternyata benar cincin itu palsu. Ibunya sangat mengenal bentuk cincin permata yang asli itu.
    “Dugaanmu benar, Anakku! Tukang emas itu telah menukar cincinmu dengan cincin palsu,” kata ibunya.
    “Apa yang harus kita lakukan, Bu?” tanya I Ceker Cipak.

    BalasHapus
  59. 4/4

    Suasana di rumah itu menjadi hening. Hingga malam larut, mereka belum juga menemukan jalan keluar. Hati mereka diselimuti perasaan sedih. Melihat tuannya bersedih, si Tikus, Kucing, dan Anjing melakukan musyawarah secara diam-diam. Mereka ingin membantu tuannya untuk mendapatkan kembali cincin permata tersebut dari si tukang emas. Setelah mengatur siasat, mereka pun berangkat ke rumah si tukang emas tanpa sepengetuhuan I Ceker Cipak dan ibunya.
    Setelah semuanya sudah siap, mereka pun mulai menjalankan tugas masing-masing. Si Kucing mulai mencakar-cakar pintu rumah si tukang emas, sehingga si tukang emas terbangun. Begitu tukang emas itu membuka pintu, si Kucing mencakar-cakar kakinya hingga jatuh terguling-guling di tangga. Si Anjing yang sedang menunggu di depan tangga segera menggigitnya. Tukang emas itu pun tergeletak tak sadarkan diri. Pada saat itulah, si Tikus segera masuk ke dalam rumah. Dengan ganasnya, ia melubangi peti tempat penyimpanan perhiasan tukang emas itu, lalu mengambil cincin permata tuannya. Setelah itu, mereka segera kembali ke rumah untuk menyerahkan cincin itu kepada I Ceker Cipak. Hari sudah pagi, namun mereka belum juga sampai di rumah tuannya.
    Sementara itu, I Ceker Cipak yang baru bangun tidur sangat cemas, karena ketiga binatang piaraannya tidak ada di rumah.
    “Bu! Apakah Ibu tahu ke mana binatang piaraanku pergi?” tanya I Ceker Cipak.
    “Wah, Ibu tidak tahu, Anakku! Sejak tadi Ibu juga belum melihatnya,” jawab Ibunya.
    Baru saja I Ceker Cipak akan pergi mencarinya di sekitar gubuk, ketiga binatang piaraannya tersebut tiba-tiba muncul dari balik semak-semak. Alangkah terkenjutnya ia ketika melihat cincin permatanya ada di mulut si Tikus. Ia baru sadar bahwa ternyata ketiga binatang piaraannya pergi ke rumah si tukang emas untuk mengambil cincin permata itu. Ia pun menyambut mereka dengan perasaan gembira.
    “Terima kasih, kalian telah membantuku mendapatkan kembali cincin permata ini,” ucap I Ceker Cipak setelah si Tikus menyerahkan cincin itu kepadanya.
    Sejak itu, I Ceker Cipak sangat berhati-hati dalam menjaga cincin permata saktinya. Semakin hari, harta kekayaannya pun semakin bertambah. Ia adalah orang kaya yang dermawan. Ia senantiasa membantu para warga di sekitarnya yang membutuhkan. Ia juga selalu mengingat semua orang-orang yang telah berbuat baik kepadanya.
    Pada suatu hari, I Ceker Cipak bersama ibu dan ketiga hewan piaraannya datang menghadap kepada sang Raja untuk mengucapkan terima kasih. Ia datang dengan pakaian yang sangat rapi dan bersih, sehingga terlihat tampan dan gagah. Sebagai ucapan terima kasih, ia persembahkan sebagian emasnya kepada sang Raja. Melihat ketampanan dan kegagahan I Ceker Cipak, sang Raja tiba-tiba terpikat hatinya ingin menikahkan dia dengan putrinya yang bernama Ni Seroja. Akhirnya, I Ceker Cipak menikah dengan Putri Ni Seroja. Sejak itu, I Ceker Cipak tinggal di istana bersama istri, ibu, dan hewan-hewan piaraannya. Mereka hidup bahagia dan sejahtera.

    BalasHapus
  60. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  61. Naskah Drama

    Karya : Defiana Sulaeman
    No.absen :11

    Banyuwangi

    Babak I
    Pada zaman dahulu kala, di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu.

    Raden Banterang : “Pagi ini aku ingin berburu di hutan. Cepat siapkan peralatan
    berburu!” perintahnya.
    Para abdi : “Baik ya Tuanku, segera hamba siapkan.”
    Raden Banterang : “Cepat, aku tak punya waktu untuk menunggu kalian!” teriaknya
    tak sabaran.
    Para abdi : “Peralatan berburu telah siap ya Tuanku.” kata salah satu dari
    mereka dengan kepala menunduk, tanda hormat.

    Tak lama kemudian, berangkatlah Raden Banterang bersama-sama dengan para abdinya itu untuk berburu. Sesampainya di hutan, Raden Banterang yang diikuti para abdi itu berjalan perlahan sambil mencari mangsanya. Selang beberapa waktu kemudian, lewatlah seekor kijang.

    Raden Banterang : “Berikan senapanku!” teriak Raden Banterang.
    Para abdi : “Silahkan Tuan.”(sambil menundukkan kepala).

    Namun, kijang itu berlari dengan kencangnya sebelum Raden Banterang sempat menembak kijang tersebut.

    Raden Banterang : “Akh sial! Akan kukejar kau!” katanya dengan suara yang
    lantang.
    Raden Banterang : “tak akan kubiarkan kau lepas dariku kijang!” (sambil berlari
    mengejar kijang).

    Babak II
    Para abdi tersebut akhirnya kehilangan jejak Raden Banterang yang berlari cepat mengejar kijang.

    Ketua abdi : “Apakah salah satu dari kalian melihat kemana gerangan sang
    Pangeran pergi?”
    Para abdi : “Tidak.” kata mereka serempak.
    Ketua abdi : “Kalau begitu kita cari Pangeran di sektar sini, kiranya Pangeran
    belum jauh dari sini.”
    Para abdi : “Siap.”

    Tak berapa lama kemudian.
    Ketua abdi : “Baiklah kiranya kita pulang ke istana dan menunggu Pangeran di
    sana.” perintah ketua abdi itu.
    Para abdi : “siap.”

    Babak III
    Sementara itu, Raden Banterang terus berlari. Ia menerobos semak belukar dan pepohonan hutan.

    Raden Banterang : “Kemana perginya kijang tadi? Tak mungkin seorang Raden
    Banterang tak bisa menemukan seekor kijang!” katanya mulai
    kesal.

    Bukannya menemukan kijang yang sedari tadi dikejarnya, namun ditengah rasa kesal yang membelenggunya ia menemukan sebuah sungai.

    Raden Banterang : “Bukannya menemukan kijang, tapi aku menemukan sungai.”
    katanya dalam hati.
    Raden Banterang : “Tapi tak apalah, aku juga haus.” katanya lagi.

    Raden Banterang pun akhirnya meminum air sungai itu untuk melepas dahaganya. Setelah puas meminum air sungai itu, Raden bantering meninggalkan sungai untuk kembali berburu.

    Babak IV
    Namun, baru beberapa langkah ia maninggalkan sungai, matanya terbelalak melihat seorang gadis nan cantik jelita.

    Raden Banterang : “Siapakah engkau?” tanyanya panik.
    Raden Banterang : “Apakah engkau manusia? Ataukah, jangan-jangan engkau
    penunggu hutan in?” tanyanya lagi.
    Gadis : “Saya manusia.” katanya perlahan sambil tersenyum.
    Gadis : “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung.” lanjutnya.
    Surati : “Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari
    serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan
    mahkota kerajaan.” Jelasnya.
    Raden Banterang : “Oh begitu rupanya. Perkenalkan saya Raden Banterang.”
    Surati : “Maaf bila tadi saya mengejutkan Pangeran.” katanya mohon
    maaf.

    BalasHapus
  62. Lalu, pulanglah Raden Banterang bersama Surati ke istana. Tak berapa lama kemudian, Raden Banterang pun mempersunting Surati. Mereka membentuk keluarga yang bahagia dan harmonis.

    Babak V
    Pada suatu hari, Surati berjalan-jalan di luar istana. Ketika itu, datanglah seorang laki-laki dengan menggunakan pakaian yang compang-camping. Ia memanggil-manggil nama Surati.

    Laki-laki : “Surati! Surati!” teriak laki-laki itu sambil melambaikan
    tangannya.

    Sesaat Surati bingung. Ia berusaha untuk mengenali wajah laki-laki itu. Tak berapa lama setelah itu, ia sadar bahwa laki-laki itu adalah kakak kandungnya sendiri yang bernama Rupaksa.

    Rupaksa : “Surati apakah engkau tahu siapa yang telah membuat kita
    kehilangan ayahanda?” tanya Rupaksa pada adiknya itu.
    Surati : “Aku tidak tahu.” katanya.
    Rupaksa : “Kau tidak tahu! Sebenarnya yang membunuh ayahanda adalah
    Raden Banterang, yang tak lain adalah suamimu sendiri!” katanya
    marah.
    Rupaksa : “Maka dari itu, kamu harus membantu kakak untuk membalaskan
    dendam ayahanda.” tambahnya lagi.
    Surati : “Maaf kak, namun aku tak bisa. Aku telah menikahi Raden
    Banterang. Kakak tau bukan apa alasannya? Alasannya tak lain
    karena aku merasa hutang budi dengannya. Dia yang telah
    menolong dan membawa aku kemari. Aku tak mengkhianatinya.”
    jelas Surati sambil berurai air mata, tak sanggup menghada pi
    kenyataan.

    Rupaksa : “Apa? Kamu sama sekali tidak berminat untuk membalaskan
    dendam ayahanda hanya untuk alas an tidak masuk akal itu?
    Apakah kamu pikir ayahanda akan bisa tenang apabila tau
    anaknya sendiri tidak berbuat apa-apa untuk membalas
    kematiaannya?”
    Rupaksa : “Kamu benar-benar anak tidak tau terima kasih Surati!” kata
    Rupaksa marah.
    Rupaksa : “Tapi ya sudahlah. Semua itu keputusanmu. Kakak tak berhak
    untuk mengganggunya. Tapi, terimalah ini sebagai kenang-
    kenangan akan kakak.” kata Rupaksa sambil menyerahkan ikat
    kepala.
    Surati : “Terima kasih atas pengertian kakak.” kata Surati lega.
    Rupaksa : “Ingat, kau harus menyimpan ikat kepala itu di bawah tempat
    tidurmu, agar setiap kau berbaring disana kau akan ingat pada
    kakak.” tambah Rupaksa.
    Surati : “Baik kak.” kata Surati sembari tersenyum.

    Pertemuan antara Surati dan Rupaksa ini pun tidak diketahui oleh Raden Banterang, karena pada saat itu, Raden Banterang sendang berburu di hutan.

    Babak VI
    Di tempat lain, Raden Banterang yang sedang berburu dikejutkan oleh kehadiran seorang laki-laki berpakaian compang-camping. Matanya pun terbelalak.

    Rupaksa : “Tuanku, Raden Banterang, maafkan hamba yang telah lancing
    mengganggu kegiatan Tuanku.” kata Rupaksa.
    Rupaksa : “Maksud kedatangan hamba adalah untuk meberitahu Tuanku
    bahwa keselamatan Tuanku terancam. Istri Tuanku hendak
    membunuh Tuanku.” kata Rupaksa sambil menunduk.

    BalasHapus
  63. Raden Banterang : “Lancang sekali kau! Berani-beraninya engkau memfitnah
    istriku! Atas dasar apa engkau berani melakukan hal semacam
    ini?” marah Raden Banterang.
    Rupaksa : “Maaf, Tuanku. Hamba tak bermaksud sama sekali untuk
    mempermainkan Tuanku. Namun, apabila Tuanku tidak percaya,
    Tuanku bisa menemukan sebuah ikat kepala dibawah tempat tidur
    istri Tuanku. Ikat kepala itu adalah milik laki-laki yang disuruh
    oleh istri Tuanku untuk membunuh Tuanku.” jelas Rupaksa
    Raden Banterang : “Awas kalau kau berani berbohong! Kau tau bukan hukuman apa
    yang dapat aku berikan padamu apabila engkau berani
    mempermainkan aku?” kata Raden Banterang.
    Rupaksa : “Ampun Tuanku, hamba tak berani berbuat lancing.” kata
    Rupaksa berpura-pura.

    Babak VII
    Raden Banterang pun pulang ke istana. Dengan segera ia menuju tempat tidur istrinya itui. Lalu, segeralah ia mencari ikat kepala yang dimaksud laki-laki itu. Beberapa saat kemudian.

    Raden Banterang : “Kurang ajar! Lancang sekali dikau adinda! Inikah balasanmu
    atas semua itikad baik yang telah aku lakukan padamu. Kurang
    ajar!”
    Surati : “Apa maksud kakanda? Adinda tak mengerti.”
    Raden Banterang : “Kau sudah lancang mau mencelakai aku, dan sekarang masih
    pura-pura tidak tahu?”
    Surati : “Jangan sembarangan tuduh kakanda. Adinda sama sekali tak ada
    niat untuk mencelakai kakanda.”

    Namun, Raden Banterang tidak percaya dengan apa yang dikatakan Surati. Ia tetap bersikukuh dengan apa yang dianggapnya benar. Ia merasa bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Sebelum Raden Banterang nyawanya terancam, ia mau terlebih dahulu mencelakakan istrinya yang ia anggap telah mengkhianatinya. Ia mendapatkan ide, ia akan menenggelamkan istrinya di sebuah sungai.

    Raden Banterang : “Sebelum perpisahan kita, aku ingin memberitahumu bagaimana
    aku tahu akan pengkhianatanmu, beberapa hari yang lalu saat aku
    sedang pergi berburu, aku bertemu dengan seorang pemuda yang
    compang-camping. Ia menceritakan pengkhianatanmu kepadaku.”
    Surati : “Itu kakak adinda, kakanda. Kakak adinda itulah yang hendak
    membunuh kakanda. Andinda memang dimintai tolong, tapi
    adinda tolak.”
    Raden Banterang : “Dasar pembohong!”
    Surati : “Baiklah, bila kakanda tetap tak percaya pada adinda. Adinda
    akan lompat ke dalam sungai. Bila nanti sungai itu harum baunya,
    maka itu berarti adinda tidak bersalah. Akan tetapi apabila air ini
    tetap keruh dan bau, maka itu berarti adinda bersalah.”

    Lalu, Surati pun lompat ke dalam sungai. Tak lama kemudian, tenggelam lah ia. Setelah
    tenggelamnya Surati, secara tiba-tiba air sungai itu menjadi harum baunya. Menyadari
    dirinya salah, Raden Banterang menyesal dan meratapi kematian istrinya.

    Raden Banterang : “Adinda maafkan kakanda, kakanda salah tidak mempercayai
    adinda. Tidak sepantasnya adinda meninggal dengan cara seperti
    ini. Maafkan kakanda, adinda.” seru Raden Banterang.

    Sejak saat itulah, air sungai itu menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut
    Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian
    menjadi nama kota Banyuwangi.

    BalasHapus
  64. Legenda Tangkuban Perahu

    Babak I

    Zaman dahulu kala, terdapatlah sebuah kerajaan yang bernama Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran mempunyai seorang putra, Sungging Perbangkara namanya. Pada suatu hari, Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah perjalanan.....

    1.Sungging Perbangkara : “Berhenti! (sambil mengangkat kepalanya). Kita istirahat sejenak dahulu di sini. Nampaknya kuda ini pun sudah kelelahan.” (sambil mengelus kepala kuda)
    2.Pengawal : “Baik, Baginda.”
    3.Sungging Perbangkara : “Tolong kalian petik kelapa muda yang ada di pohon sana, saya haus .” (menunjuk ke arah pohon kelapa)
    4.Pengawal : “Baik, akan segera kami laksanakan!”

    Setelah kelapa muda terkumpul...

    5.Pengawal : “Ini dia kelapa muda yang Baginda inginkan.”
    6.Sungging Perbangkara : “Ya.” (sambil meneguk air kelapa).

    Kemudian mereka pulang ke kerajaan. Kebetulan di dekat sana terdapat tempat persembunyian seekor babi hutan betina, bernama Celeng Wayungyang.

    7.Celeng Wayungyang : “Hmmm.... untunglah mereka semua sudah pergi (berjalan ke arah pohon kelapa). Krucukkkk.... aduh perutku lapar sekali, haus pula, di mana ya ada makanan yang dapat kumakan? (sambil mengendus-mengendus ke tanah). Nah itu dia! Ada buah kelapa.” (segera minum air kelapa)

    Ternyata air itu sebenarnya air seni Sungging Perbangkara. Beberapa hari setelah itu, Celeng Wayungyang hamil dan beberapa bulan kemudian ia melahirkan bayi perempuan yang sangat cantik. Pada musim berburu berikutnya, Sungging Perbangkara dan rombongannya kembali berburu ke tempat yang sama.

    8.Pengawal : “Maaf, Baginda. Tunggu sebentar.”
    9.Sungging Perbangkara : “Ada apa, Pengawal?”
    10.Pengawal : “Sssstttttt.......saya seperti mendengar suara tangisan bayi.”(dengan wajah penasaran)
    11.Sungging Perbangkara : “benarkah? Apa kamu yakin? Di mana asal suara tangisan bayi itu?”
    12.Pengawal : “Saya dengar di sekitar semak-semak itu, Baginda.”
    13.Sungging Perbangkara : “Baiklah, cepat kalian periksa ke sana.”

    Ternyata benar, mereka menemukan seorang bayi dan Sungging Perbangkara membawanya ke istana.

    14.Sungging Perbangkara : “Ibu, Ibu, lihat apa yang kubawa ini.”
    15.Ibunda Suri : “Cantik sekali bayi ini, Nak. Tapi anak siapa ini?” (dengan wajah penasaran)
    16.Sungging Perbangkara : “Tidak tahu, Bu. Saya menemukannya di semak-semak ketika sedan berburu tadi.”
    17.Ibunda Suri : “Sungguh malangnya nasib anak ini .” (menggendong bayi)
    18.Sungging Perbangkara : “Hmmm... Bu, bersediakah engkau merawat anak ini? Karena saya pikir tidak mungkin bila kita menelantarkannya begitu saja di sana.” (mengelus kepala bayi)
    19.Ibunda Suri : “Dengan senang hati, Nak. Hmmm.... baiklah, anak ini akan ibu namakan Dayang Sumbi.”
    20.Sungging Perbangkara : “Nama yang bagus, Bu.” (sambil tertawa)

    BalasHapus
  65. Babak II

    Belasan tahun kemudian, Dayang Sumbi tumbuh dewasa menjadi wanita yang cantik rupawan dan pandai sekali menenun. Pada suatu hari yang sangat panas, Dayang Sumbi berada di atas panggung kecilnya dan menenun seperti biasa.

    21.Dayang Sumbi : (dengan nada kesal) “Sudah panas, benang kusut pula! Klontangggg.... aduh, taropongnya jatuh. (melongok ke arah bawah panggung) (masih dengan nada kesal) Barang siapa yang mengambilkan taropongku, kalau perempuan akan kujadikan saudara, dan kalau laki-laki akan kujadikan suami.”

    Si Tumang, seekor anjing jantan mendengar kata-kata Dayang Sumbi, lalu mengambil taropong itu untuk Dayang Sumbi. Namun, Dayang Sumbi sekejab lupa akan janjinya. Pada suatu saat, Dayang Sumbi tertidur dan ketika itu si Tumang melangkahinya. Akibatnya, Dayang Sumbi hamil dan dianggap memalukan kerajaan. Maka, Dayang Sumbi diusingkan ke hutan dan ia melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan. Sangkuriang namanya. Suatu hari...

    22.Dayang Sumbi :(memanggil dengan teriak) “Sangkuriang... sangkuriang...! Kemari, Nak.”
    23.Sangkuriang : “Ada apa, Bu?” (berlari ke arah Dayang Sumbi).
    24.Dayang Sumbi : “Tolong kamu pergi berburu sekarang, itu untuk makan malam kita nanti.”
    25.Sangkuriang : “Oh... baik, Bu.” (sambil menganggukkan kepala)
    26.Dayang Sumbi : “Sangkuriang, jangan lupa ajak si Tumang juga ya.”
    27.Sangkuriang : “Iya, Ibu. Ya sudah, saya pergi dulu, Bu.”
    28.Dayang Sumbi : “Iya, Nak. Hati-hati di jalan ya.”

    Setibanya di hutan, mereka bertemu seekor babi hutan dan ternyata itu adalah Celeng Wayungyang.

    29.Sangkuriang : “tumang! Cepat tangkap babi hutan yang di itu untukku.” (menunjuk ke arah babi hutan)
    30.Tumang : (berputar-putar di sekitar kaki Sangkuriang) “Guk...guk...!”
    31.Sangkuriang : “Apa yang sedang kamu lakukan, bodoh?! Cepat kejar babi hutan itu! Apa kamu tidak mendengar kata-kataku?!” (sambil menendang Tumang)
    32.Tumang : (masih berputar-putar di sekitar kaki Saangkuriang) “Guk...guk...!”
    33.Sangkuriang : (dengan nada marah) “Dasar anjing tidak berguna!!!! Mati saja kamu!!” (langsung memanah Tumang dengan anak panahnya).
    34.Tumang : (suara melemah) “Guukkk..” (tergeletak di tanah dengan berlumuran darah dan akhirnya mati).
    35.Sangkuriang : (terdiam sejenak) “Dia sudah mati? Salah dia sendiri kenapa tidak menuruti kata-kataku! Ya sudah kalau begitu, jika babi hutan itu tidak kudapatkan, biar Tumang menjadi penggantinya.” (mengambil belatinya, lalu mengambil hati si Tumang)

    Setibanya di rumah...

    36.Sangkuriang : “Ibu...ibu... apa makan malamnya sudah siap? Saya sudah lapar” (sambil mengelus-elus perut)
    37.Dayang Sumbi : “Sabar, Nak. Sebentar lagi ya.”
    38.Sangkuriang : “Iya, Bu.”
    39.Dayang Sumbi : “Nah... ini dia, sudah siap. Ayo makan.” (mengambil nasi dan lauknya).
    40.Sangkuriang : (sambil makan) “Enakkah hati itu, Bu?”
    41.Dayang Sumbi : “Enak sekali hati rusa ini, Nak.” (sambil menyantap makanan)
    42.Sangkuriang : “Hmmmm... Bu, sebenarnya itu bukan hati Rusa, tapi itu hati si Tumang.”
    43.Dayang Sumbi : (dengan wajah terkejut dan memuntahkan makanan dari mulutnya) “Apa katamu???!!” (nada marah)
    44.Sangkuriang : “Maaf, Bu. Tapi aku tidak bermaksud membunuhnya tadi, ta....” (belum menyelesaikan perkataannya)
    45.Dayang Sumbi : (tiba-tiba memukul kepala Sangkuriang dengan sendok) “Diam kamu! Ibu tidak mau melihat wajahmu lagi. Cepat angkat kaki dari sini! Enyahlah dari hadapanku!” (dengan nada tinggi)
    46.Sangkuriang : (tanpa berkata-kata, langsung pergi melarikan diri)

    BalasHapus
  66. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  67. Babak III

    Belasan tahun tidak ada berita tentang Sangkuriang dan Dayang Sumbi hidup seorang diri di hutan, karena ketekunannya bertapa, ia menjadi sakti, sehingga ia tampak awet muda dan cantik. Suatu saat, datanglah pemuda ke gubuknya untuk berisitirahat dan hal itu terjadi berkali-kali. Dan ternyata pemuda itu adalah Sangkuriang. Namun, Dayang Sumbi dan Sangkuriang saling tidak mengenal satu sama lain. Suatu hari....

    47.Sangkuriang : “Dayang Sumbi, maukah kamu menikah denganku?”
    48.Dayang Sumbi : “Maaf, saya tidak dapat menjawab ya atau tidak karena saya tidak tahu siapa sebenarnya kamu.”
    49.Sangkuriang : “Bila itu alasanmu, saya bisa mengerti. Tapi anehnya lagi, saya sendiri tidak tahu siapa sebenarnya diri saya ini.”
    50.Dayang Sumbi : (dengan wajah penasaran) “Hah??? kenapa seperti itu?”
    51.Sangkuriang : “Saya hanya ingat dulu saya berlari ke luar masuk hutan, mendaki gunung dan menuruni lembah. Saya ingat kepala saya terluka dan sambil berlari saya memegangnya.”
    52.Dayang Sumbi : “Tunggu sebentar. (dengan wajah penasaran) tadi kamu menyinggung soal luka di kepalamu. Dapatkah saya melihat bekas luka itu?”
    53.Sangkuriang : “Tentu saja.” (sambil menyibakkan rambut dekat dahinya)
    54.Dayang Sumbi : (berteriak kegirangan) “Anakku! Kamu adalah anakku! Kamu Sangkuriang! Dulu kamu melarikan diri karena kupukul dengan sendok ini setelah kamu membunuh anjing kiita, si Tumang!”
    55.Sangkuriang : “Saya tidak percaya, jika kamu adalah Ibu saya!”
    56.Dayang Sumbi : “Saya ini adalah ibumu, Nak.”
    57.Sangkuriang : “Tidak mungkin! Kamu terlalu muda untuk menjadi ibuku!”
    58.Dayang Sumbi : “Saya tetap awer muda karena kesaktian yang kumiliki.”
    59.Sangkuriang : “Kamu tidak dapat menolak lamaranku dengan cara berdusta seperti itu.”
    60.Dayang Sumbi : “Tidak, tidak, Nak. Percayalah, saya ini Ibumu.”
    61.Sangkuriang : “Pokoknya, saya tetap tidak percaya kalau kamu itu adalah ibuku!”
    62.Dayang sumbi : “Baiklah bila kamu tetap tidak percaya dan ingin mengawiniku. Kamu harus memenuhi dua syarat.”
    63.Sangkuriang : “Apa kedua syarat itu, Dayang Sumbi? Apapun yang kamu inginkan akan saya penuhi.”
    64.Dayang Sumbi : “Pertama, kamu harus membendung sungai Citarum agar terbentuklah sebuah danau. Kedua, kamu harus membuat perahu utnuk kita berlayar ke danau itu. Keduanya harus selesai sebelum fajar, sebelum ayam berkokok.”
    65.Sangkuriang : “Baiklah, akan saya penuhi syarat-syaratmu.”

    Sepanjang malam Sangkuriang bekerja dengan dibantu oleh para siluman. Mendekati subuh, danau dan perahu sudah hampir diselesaikannya. Melihat hal itu, Dayang Sumbi menjadi cemas, sehingga ia membuat ayam berkokok lebih awal dari biasanya.


    66.Sangkuriang : “Suara apa itu?” (dengan nada terkejut).
    67.Para siluman : “Ayam sudah berkokok, Tuan. Tiba saatnya kami untuk pergi sekarang.” (pergi meninggalkan Sangkuriang)
    68.Sangkuriang : “Tidak, tidak, tunggu sebentar! (dengan wajah cemas). Selesaikan dulu pekerjaanmu.”
    69.Dayang sumbi : (tiba-tiba datang) “Waktumu sudah habis Sangkuriang. Nampaknya kamu belum bisa memenuhi syarat yang kuberikan. Kamu telah gagal! Jangan jadi suamiku, jadilah anak Ibu karena kamu adalah anakku.”
    70.Sangkuriang : “Tidak! (dengan nada marah). Dasar kamu perempuan licik! Berani-beraninya kamu menipuku! Tetapi ingat! Kamu tidak akan kubiarkan begitu saja, saya akan tetap menikahimu.”

    Setelah mendengar perkataan Sangkuriang, Dayang Sumbi langsng melarikan diri, tetapi Sangkuriang mengejarnya. Karena Sangkuriang tangkas, ia hampir menangkap Dayang Sumbi. Melihat kejadian itu, dewa merasa kasihan terhadap Dayang Sumbi, sehingga dewa menolongnya dengan mengubah Dayang Sumbi menjadi bunga jaksi yang sangat harum baunya. Sangkuriang sangat marah, sehingga ia menendang perahu yang hampir selesai. Perahu itu terlempar dan terbalik. Jika Anda melihat ke sebelah utara kota Bandung akan terlihat gunung yang berbentuk seperti perahu terbalik. Itulah Gunung Tangkuban Perahu.

    Nama : Devina Septianingsih
    Kelas : XI P.4
    No. : 12

    BalasHapus
  68. Sangkuriang
    Naskah drama

    Babak1
    Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.
    Pada suatu hari,di pagi hari

    1.Sangkuriang:”Ibu,Sankuriang pergi berburu dulu untuk makan malam.”
    2.Dayang Sumbi:”Baik,ati-ati di jalan nak.”
    3.Sangkuriang: “Sangkuriang akan membawa daging yang lezat untuk ibu.”
    4.Dayang Sumbi:”Semoga berhasil Sangkuriang.”

    5.Setelah sampai di hutan.

    6.Sangkuriang:”Sial hari ini tidak ada mangsa untuk dibawa pulang.”

    7.Ditengah perjalanan pulang muncul niat Sangkuriang untuk membunuh tumang.

    BalasHapus
  69. 8.Sangkuriang:”Maaf Tumang aku harus membunuh-Mu untuk makan malam(menghadap ke arah tumang)

    9.Setelah membunuh tumang dan sesampainya di rumah.

    10.Sangkuriang:”Ibu, Sangkuriang bawa daging yang lezat untuk makan malam.”
    11.Dayang Sumbi:”Wah,hebat kamu Sangkuriang.Ibu bangga sama kamu.Ibu akan masak yang enak malam ini.”
    12.Sangkuriang: “Ya,Sangkuriang mandi dulu bu(dengan nada menyesal karena telah membunuh tumang)
    13.Suasana di meja makan

    14.Dayang Sumbi:”Wah dagingnya enak sekali…Kamu dpt drmn daging ini?”
    15.Sangkuriang:”Emh….(dengan perasaan cemas)…Itu dagingnya Tumang bu.”
    16.Dayang Sumbi:”Apa?(dengan nada emosi,diambilnya sendok nasi dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang)
    17.Dayang Sumbi:”Pergi kamu dari sini!(dengan nada emosi)
    18.Sangkuriang:”baik kalau itu kemauan ibu.(dengan nada kecewa)

    19.Setelah mengusir Sangkuriang,Dayang sumbi merasa sangat menyesal dan ia pun berdoa tiap hari.Akhirnya Dewa memberi kecantikan abadi dan usia muda selamanya.Pada suatu hari, Sangkuriang pulang kekampung halaman-Nya ,Ia menemukan gadis yang sangat cantik yaitu Dayang Sumbi.Dan ia pun ingin melamarnya.

    20.Sangkuriang:”Dayang Sumbi maukah kamu menjadi istriku?”
    21.Dayang Sumbi:”Saya akan menjadi istrimu dengan 2 syarat:Pertama aku ingin supaya sungai Citarum dibendung dan kedua aku ingin kamu membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.(Dayang Sumbi memberi syarat karena mengetahui bahwa Sangkuriang adalah anaknya sendiri karena Dayang Sumbi melihat bekas luka di kepala Sangkuriang )
    22.Sangkuriang:”Aku sanggup kedua permintaanmu tersebut.”

    BalasHapus
  70. Babak 2
    23.Di halaman rumah. Sayup-sayup sampai di kejauhan terdengar suara gemuruh.Badung Muncul
    24.Dayang Sumbi: “Bagaimana ? Apa yang nampak di mata ?”
    25.Badung: “Bagai tenaga raksasa yang dicurahkan.”
    26.DayangSumbi:”Bagaimana?”
    27.Badung: “Bumi gemuruh dan pohon-pohon pada tumbang batu-batu bergulingan membendung air,Dilanda air Dan siapa yang mengerjakan tidak kelihatan.Tapi yang tidak bisa dipungkin lagi telaga luas akan segera terbukti.”
    28.Dayang Sumbi:”Dan perahu?”
    29.Badung:”Itupun hamper selesai.”
    30.Dayang Sumbi:”Kalau begitu panggil Arda dan kawan-kawannya.”
    31.Badung:”Baik,Nyai.”

    Babak 3
    32.Badung Muncul diiringi Arda dan kawan-kawan
    33.Arda:”Ada apa,Nyai?Kami dipanggil di malam sepi?”
    34.Dayang Sumbi:”malam ini bukan malam sepi.Malam ini malam yang seram malam yang berat mengancam Anakku Sang Kuriang mulai tadi siang menyatakan pendapatnya yang tidak disangka-sangka.Ia ingin mengawiniku padahal aku ini ibunya.”
    35.Arda:”Tapi jika semua orang mendukung Sangkuriang?”
    36.Dayang Sumbi:”Tapi kiak semua orang mendukung Sangkuriang,itu terserah mereka tapi bagiku aku adalah ibunya.”
    37.Arda:”Anak mengawini ibu?itu tidak lucu!”
    Kawan-kawan:”Itu mesti disapu!lebih haram dan jinah!”
    38.Dayang Sumbi:” Nantidulu Dengar dulu!Sebagai ibu yang kasih sayang terhadap anak, pinangan anakku tidak terang-terangan ditolak,Aku berjanji mau kawin dengan dia,asal besok telah tersedia sedia perahu dan telaga.”
    39.Arda: “Jadi sekarang Nyai ingin supaya tidak jadi kawin ?supaya perahu dan telaga besok tidak bukti ?”
    40.Dayng Sumbi:” Betul.Karena itu ku menginginkan supaya kalian membakar hutan, biar apinya bersinar-sinar;menyerupai sinar fajar,biar anakku Sang KuriangMelihat siang akan mendatang !biar maksudnya diurungkan,lantaran merasa kesiangan.”
    41.Arda :”Baik,Nyai.”
    42.Arda:”Bagaimana kawan, kita sekarang membakar hutan?”
    43.Kawan-kawan:”Baik.”
    44.Setelah membakar hutan,langit-langit menjadi memerah.Jin-jin Sangkuriang pun langsung pergi.
    45.Sangkuriang:”Sial,waktu ku telah habis.aku tidak bisa memenuhi persyaratan Dayang Sumbi.”
    46.Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

    Sumber: http://www.e-smartschool.com/CRA/001/CRA0010001.asp
    Nama:Andrian Hartanto Taslim
    Kelas:XIP4/No.5

    BalasHapus
  71. NASKAH DRAMA
    LEGENDA CANDI PRAMBANAN
    Karya : Valentino Yip
    Kelas : XI IPA 4
    Absen : 43

    BABAK 1
    Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteram dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian?. Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, Kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin serta seorang yang suka memerintah dengan kejam. Rakyat yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita.
    1. Bandung Bondowoso : “Cantiknya putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku.” (Dengan tatapan terpikat)
    2. Loro Jonggrang : “Siapa dia? Apakah aku mengenalnya? Kenapa dia menatapku seperti itu?” (Tanyanya dalm hati)
    3. Bandung Bondowoso : “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?” (Sambil menatap Loro Jonggrang)
    4. Loro Jonggrang : “Ternyata aku tidak mengenalnya, tetapi laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya.” (Ujarnya dalam hati)
    5. Bandung Bondowoso : “Aku pasti bisa mempersuntingnya.” (Dengan penuh percaya diri)
    6. Loro Jonggrang : “Apa yang harus kulakukan?” (Dengan wajah kebingungan)

    BalasHapus
  72. BABAK 2
    Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.

    7. Bandung Bondowoso : “Bagaimana, Loro Jonggrang ?” (Desak Bangung Bondowoso)
    8. Loro Jonggrang : “Ia pun semakin bingung dan takut dengan Bandung Bondowoso.” (Dengan wajah cemas dan takut)
    9. Bandung Bondowoso : “Putri, apa jawabanmu?” (Dengan nada merayu)
    10. Loro Jonggrang : “Ia pun tidak bisa berpikir dan tidak berani mengatakan apapun.” (Kepalanya pun pusing)
    11. Bandung Bondowoso : “Terakhir kalinya aku bertanya apakah kau menyetujuinya?” (Dengan nada sedikit marah karena Loro Jonggrang tidak menjawab)
    12. Loro Jonggrang : “Apakah kau sedang melamarku?” (Dengan sedikit gugup)
    13. Bandung Bondowoso : “Ia, bisa disebut juga aku sedang melamarmu. Jika kau menerimaku, kau akan hidup berkecukupan dan memiliki segala harta yang kumiliki. ( Dengan berbagai macam rayuan gombal). Apa jawabanmu Loro Jonggrang?”
    BABAK 3
    Akhirnya Loro Jonggrang pun mendapatkan ide bagus yang tidak mungkin dapat di lakukan oleh Bandung Bondowoso. Hal itu digunakan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dengan Bandung Bondowoso.
    12. Loro Jonggrang : “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya.”
    13. Bandung Bondowoso : “Ingin harta yang berlimpah? Atau istana yang megah?”
    14. Loro Jonggrang : “Bukan itu yang kumau Tuanku.”
    15. Bandung Bondowoso : “Apa syaratnya? Semua akan ku penuhi asalkan kau mau menjadi permaisuriku.” (Dengan segala keyakinan)
    16. Loro Jonggrang : “Saya minta dibuatkan candi.”
    17. Bandung Bondowoso : “Itu sih mudah bagi saya.”
    18. Loro Jonggrang : “Jangan senang dulu Tuanku. Aku minta seribu candi. Tuan bisa?”
    19. Bandung Bondowoso : “Seribu candi?” (Dengan nada terkejut)
    20. Loro Jonggrang : “Kenapa? Tuan tidak bisa?” (Dengan nada menantang)
    21. Bandung Bondowoso : “Kenapa tidak. Apa pun akan kulakukan demi dirimu Loro Jonggrang” (Dengan nada sombong)
    22. Loro Jonggrang : “Jadi Tuan menyanggupinya?”
    23. Bandung Bondowoso : “Pasti. Asal aku dapat mempersuntingmu.”
    24. Loro Jonggrang : “Jangan senang dulu Tuan. Ada satu syarat lagi.”
    25. Bandung Bondowoso : “Apa itu?”
    26. Loro Jonggrang : “Candi itu harus selesai dalam semalam. Tuan bisa?”
    27. Bandung Bondowoso : “Apa? Hanya semalam?”
    28. Loro Jonggrang : “Ia, Tuanku tidak bisa?”
    29. Bandung Bondowoso : “Bisa pastinya. Jika aku berhasil apakah kau mau menjadi permaisuriku?”
    30. Loro Jonggrang : “Ia. Aku akan menjadi permaisurimu. Jadi Tuan setuju?”
    31. Bandung Bondowoso : “Ia. Itu hal mudah bagiku.”

    BalasHapus
  73. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  74. BABAK 4
    Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya.
    32. Penasehat : “Saya percaya tuanku bisa membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”
    33. Bandung Bondowoso : “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”
    34. Penasehat : “Baiklah Tuanku.” (Langsung mencari barang yang di butuhkan.
    35. Bandung Bondowoso : “Apakah barangnya sudah lengkap?”
    36. Penasehat : “Semua barang sudah lengkap Tuanku.”
    BABAK 5
    Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. Lalu langit pun menjadi gelap dan angin menderu- deru.
    37. Bandung Bondowoso : “Pasukan jin, Bantulah aku!” (teriaknya dengan suara menggelegar)
    38. Pemimpin jin : “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”
    39. Bandung Bondowoso : “Bantu aku membangun seribu candi dalam semalam.”
    BABAK 6
    Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah. Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin.
    40. Loro Jonggrang : “Wah, bagaimana ini? (Wajah binggung). Saya ada ide. Para dayang cepat kalian mengumpulkan jerami lalu cepat kalian bakar jerami itu. Sebagian dayang lagi cepat menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing. Sehingga para jin menganggap fajar telah tiba.” (Hal itu dilakukan dengan keyakinan)
    41. Pemimpin jin : “Wah, matahari akan terbit!”
    42. Para jin : “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari.”
    BABAK 7
    Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin. Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi.
    43. Bandung Bondowoso : “Candi yang kau minta sudah berdiri!”
    44. Loro Jonggrang : “Jumlahnya hanya 999 buah. Jumlahnya kurang satu. Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”
    45. Bandung Bondowoso : “Tidak mungkin. Kalau begitu kau saja yang melengkapinya. Sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang.” (Dengan wajah murka)
    Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan sering dikenal dengan Candi Loro Jonggrang. Karena terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, Candi Loro Jonggrang dikenal sebagai Candi Prambanan.

    Sumber: http://www.e-smartschool.com/cra/001/CRA0010006.asp

    BalasHapus
  75. Karya: Patrick Ong
    No. Absen: 30

    Timun Mas

    Babak I

    Cerita Timun Mas pun dimulai. Diiringi dengan lantunan melodi yang lembut.
    Kemudian masuklah sepasang suami istri yang biasa di panggil Timun Mas ayah dan ibu.

    1. Ayah: Assalamu’alaikum (sambil mengangkat kedua tangan selebar bahu, kemudian melipat kedua tangannya). Perkenalkan semuanya, saya di sini berperan sebagai ayah dari Timun Mas, anak saya yang paling cantik. Dan yang berada di sebelah saya ini adalah (sambil melirik kearah istrinya sambil tersenyum) ibu dari Timun Mas dan yang pastinya tak kalah cantik dengan anak saya. Bukan begitu?
    2. Ibu: (memandang kea rah depan sambil tersenyum malu)
    3. Ayah: (sambil menunjuk kea rah istrinya) Dan yang pastinya ia juga berperan sebagai istri saya dalam cerita ini).
    4. Ibu: Hai… (sambil tersenyum lagi)

    Setelah sepasang suami istri itu memperkenalkan diri mereka, masuklah eorang wanita yang cantik jelita. Siapa lagi kalaw bukan Timun Mas.

    5. Timun Mas: Hai semuanya. Saya di sini berperan sebagai Timun Mas yang cantik jelita, saya juga merupakan anak dari sepasang keluarga petani. Mula-mula keluarga kami hidup bahagia, sampai suatu saat seorang raksasa jahat dating menjemputku.

    (sambil diiringi dengan suara musik yang mencekam) Raksasa itu pun kemudian dating untuk memperkenalkan siapa dia sebenarnya.

    6. Raksasa: (mulai berjalan ke depan dengan postur badan yang tegap). Hai semuanya. (dengan suara yang kasar dan berat). Saya disini berperan sebagai seorang raksasa yang jahat dan pemarah. Dan dalam cerita ini saya akan merebut si Timun Mas yang selama ini saya tunggu-tunggu.

    Kemudian setelah semuanya memperkenalkan diri, maka cerita Timun Mas pun akan segera dimulai.

    BalasHapus
  76. Babak II

    (Diiringi dengan suara musik yang lembut). Sang istri mulai menaiki panggung mendekati sang suami yang sedang bersantai menikmati udara di pagi hari.

    7. Ibu: Ayah, ayah hari ini gak berangkat ke sawah?
    8. Ayah: Nggak bu…
    9. Ibu: Loh… Kenapa yah?
    10. Ayah: Ayah lagi ingung aja. Kok Tuhan belum saja memberi kita seorang anak sampai sekarang? Percuma saja keluarga kita bahagia, tapi kalau belum mempunyai seorang anak rasanya…(sambil menarik nafas, kemudian kata-katanya pun terhenti).
    11. Ibu: (sambil menitihkan air mata). Ibu tau, ini emua memang salah ibu, ibu gak bias membrikan keturunan buat ayah. Maafin ibu ya yah…(sambil berpaling menatap kea rah lain).
    12. Ayah: Em.. Eh.. Aduh. (dengan raut wajah kaget dan bingung) Bukan begitu maksud ayah. A…Ayah gak bermaksud gitu bu.(berbicara dengan sedikit gagap). Maafin perkataan ayah ya bu. Jangan nagis lagi dong. Ayah jadi ikutan sedih ni.
    13. Ibu: Huh…(menghela nafas yang panjang). Ia ia, ibu gak nagis lagi ni. Makasih ya yah udah mau nemenin dan seti sama ibu sampai sekarang. Ya.. walaupun kita belum dikaruniai seorang anak.
    14. Ayah: Ia bu. Ayah pasti akan selalu nemenin ibu kok. Tenang aja. Sekarang kita berdoa aja ya, supaya doa kita memiliki seorang anak dapat terkabul.

    Tak lama setelah itu. Seorang raksasa bertubuh besar dating menghampiri rumah sepasang suami istri itu yang terbuat dari kayu.

    15. Raksasa: “Hei kalian, keluarlah dari rumah ini”, kata rakasa itu.
    16. Ibu: Ayah… suara siapa itu?
    17. Ayah: Ayah juga tidak tahu. Ayo kita lihat. (sambil berjalan kearah luar rumah)
    18. Raksasa: HaHaHa… Akhirnya kalian keluar juga.
    19. Ayah: Siapa kamu? Ada apa kamu datang ke rumah ku?
    20. Raksasa: Hah… aku telah mendengar semua doa kalin. Kalian ingin memiliki seorang anak bukan?
    21. Ayah: Ia betul. Dari mana kau tau?(sambil menunjukkan raut wajah yang bingung).
    22. Raksasa: Tentu saja aku tahu. Aku ini seorang raksasa. Raksasa yang memiliki kekuatan. Semua orang pasti mengenal aku. HaHaHa.
    23. Ayah: Jadi, apakah kau bias mengabulkan permintaan kami ini? Kami ingin sekali memiliki seorang anak.
    24. Raksasa: HaHaHa… Cuma itu saja permintaan kalian? Mudah sekali itu (engan menunjukkan raut wajah yang sombong).
    25. Ibu: Benarkah itu raksasa sakti? (tanya ibu dengan raut wajah tak percaya).
    26. Raksasa: Tentu saja. Itu hanyalah persoalan yang mudah. Tapi tiak semudah itu.
    27. Ibu: Maksud raksasa apa?
    28. Raksasa: Ya, tak semudah itu kataku. Aku akan mengabulkan permintaan kalian berdua. Tapi ada satu syarat yang harus kalian tepati.
    29. Ibu: Apa itu raksasa? Ayo cepat katakana. (dengan raut wajah berharap)
    30. Raksasa: Aku akan memberikan kalian seorang anak. Tapi, ketika ia telah berumur 17 tahun, kalian harus mengembalikan anak itu kepadaku. HaHaHa.
    31. Ayah: Baiklah, kami akan menepati janji itu. Tapi, mana anak yang akan kau berikan itu?
    32. Raksasa: Ini..(ambil memberikan sebuah timun yang berwarna emas). Ini, ambillah.
    33. Ayah: Timun? Hanya timun yang berwarna emas? Apa maksudmu?
    34. Raksasa: Ya, itu hanya sebuah timun. Tapi jangn salah, timun ini bukan timun biasa. Timun ini harus kalian tanam dan kalian rawat terlebih dahulu. Maka setelah 2 minggu, timun ini akan berubah menjadi timun yang besar. Setalah timun itu menjadi besar, barulah kalian boleh membelahnya. Dan kalian akan meliat seorang bayi kecil yang sangat cantik. HaHaHa (tertawa dengan suara yang keras).
    35. Ayah: (sambil memegang timun yag diberikan raksasa itu) Benarkah raksasa?
    36. Raksasa: Ya… itu benar. Sekarang aku akan pergi. Tapi ingat janji kalian. Setelah 17 tahun kemudian, aku akan kembali lagi keisni untuk menagih janjiku. HaHaHaHaHa… (sambil berjalan menjauhi rumah kayu itu).
    37. Ibu: Ayah, ayo tanam timun itu segera. Ibu sudah tak sabar lagi menanti kehadiran seorang anak dalam rumah ini.
    38. Ayah: Ia, ayo kita tanam timun ini. (bergegas ke halaman belakang rumah mereka).

    BalasHapus
  77. Babak III

    Timun itu pun kemudian ditanam oleh sepasang suami istri itu. Hari demi hari mereka lewati, menjaga dan merawat timun yang berwarna emas itu dengan kasih sayang, layaknya merawat seorang anak. Satu minggu telah berlalu, timun itu pun terlihat membesar ukurannya dari ukuran semula. Melihat timun mereka mulai membesar, sepasang keluarga petani itu pun bertambah senang. Akhirnya tak terasa dua minggu berlalu begitu cepat. Timun yang tadinya telah bertambah besar, sekarang sudah menjadi timun rakasa.

    39. Ibu: Yah.. cepat kesini yah. (sambil melihat ke arah timun yang besar itu).
    40. Ayah: (bergegas ke halaman belakang) Ia bu, ayah datang.
    41. Ibu: Cepat buka timun ini yah. (menunjukkan wajah tak sabar).

    Tak lama setelah itu, sang suami pun lalu membuka timun yang besar itu. Tiba-tiba suara bayi kecil pun terdengar oleh suami istri itu.

    42. Ayah: Bu.. Lihat ini bu. Rakaa itu benar. Akhirnya kita punya anak juga. (dengan wajah yang angat gembira).
    43. Ibu: Wah, cantik sekali yah anak kita ini. Tapi kita belum memberi dia nama.
    44. Ayah: Oh ia, tapi ayah tau nama yang pas buat anak kita. Bagaimana kalau sulastri?
    45. Ibu: ah, tidak yah. Nama itu terlalu jelek.
    46. Ayah: Em… bagaimana kalau Angel saja?
    47. Ibu: Jangan-jangan, ibu rasa nama itu ngak cocok buat anak kita. Ibu tau, karena anak kita lahir dari sebuah timun yang berwarna emas, jadi ibu akan menamai anak kita Timun Mas. Bagaimana yah? Bagus kan?
    48. Ayah: Em…(sambil berfikir). Ya, boleh juga. Ayah setuju. Jadi mulai sekarang nama anak kita yang cantik ini adalah Timun Mas. Ya kan bu?
    49. Ibu: “Ia yah,”sahut ibu dengan sigap.

    Akhirnya, apa yang diinginkan sepasang petani itu pun telah terkabulkan. Anak yang mereka beri nama Timun Mas, sekarang telah mengisi kesunyian di rumah itu. Hari demi hari dilalui keluarga itu dengan kebahagiaan dan kecerian. Dan tak terasa Timun Mas yang dulunya lucu, sekarang telah berubah menjadi gadis yang cantik jelita. Sampai suatu ketika Timun Mas pun merayakan ulang tahunnya yang ke 17 tahun.

    BalasHapus
  78. Babak IV

    50. Ibu: Yah, ibu takut. Hari ini Timun Mas anak kita genap berusia 17 tahun. Apa ayah ingat perkataan raksasa itu. Jika Timun Mas telah berumur 17 tahun ,raksasa itu akan kembali ke sini dan mengambil anak kita. (menunjukkan muka yang sedih).
    51. Ayah: Iah, ayah ingat. Tapi ayah tidak rela jika Timun Mas akan menjadi santapan raksasa jelek itu.
    52. Timun Mas: (berjalan mendekati ayah dan ibunya). Adah apa yah, bu? Kok ayah sama ibu kelihatan begitu gelisah?
    53. Ayah: Gak ada apa-apa kok, kamu tenang saja. (menunjukkan muka yang gelisah).

    Tak lama kemudian setelah mereka bertiga asyik mengobrol, datanglah raksasa sakti itu ke rumah sepasang petani tersebut untuk menagih janjinya.

    54. Raksasa: Hai kalian, keluarlah dari rumah kalian ini.
    55. Ibu: Ayah, itu kan suara raksasa yang sakti itu. Bagaimana ini yah?
    56. Timun Mas: Raksasa jahat? Siapa yang ibu maksud?
    57. Ayah: Ia, ibumu benar nak, itu adalah raksasa ynag memberikan ayah dan ibu seorang anak. Dan anak itu adalah kamu nak.
    58. Timun Mas: Jadi, kenapa ayah dan ibu sangat panik?
    59. Ayah: Begini nak, sebelum raksasa itu memberikan anak kpada kami, raksasa itu memberikan satu syarat.
    60. Timun Mas: Lalu, apa syaratnya yah? (dengan raut muka bertanya-tanya).
    61. Ibu: Raksasa itu berkata, jika kamu telah berumur 17 tahun, maka ia akan kembali dan akan membawa kamu pergi dari sini. Tapi ibu tidak akan membiarkan sampai itu terjadi.
    62. Raksasa: Hei kalian… apa kalian tidak dengar suaraku? Cepat keluar? Kalau tidak aku akan menghancurkan rumah jelek ini. (dengan suara yang keras dan berteriak).
    63. Ayah: Timun Mas, maafkan ayah ya, ayah hanya bisa memberikan kamu kantung kain ini. Sekarang pergilah sejauh mungkin nak. Selamatkanlah dirimu.

    Dengan cepat, Timun Mas pun akhirnya segera melarikan diri dari halaman belakang. Karena raksasa telah menunggu cukup lama. Ia menjadi taka bar. Dan, ia pun tahu kalau ia telah dibohongi suami istri itu. Lalu raksasa sakti bin jahat itu pun menghancurkan rumah petani itu. Lalu raksasa itu pun mengejar Timun Masuk ke dalam hutan.

    BalasHapus
  79. Babak V

    64. Raksasa: Hei Timun Mas, jangan lari kau. Aku pasti akan segera mendaptkanmu. (sambil terus berlari).

    Meliat raksasa semakin mendekatinya, Timun Mas pun segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu ditaburkan kearah raksasa itu. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar.

    65. Timun Mas: Rasakan itu raksasa jahat.
    66. Raksasa: Awas kau Timun Mas, kau kira aku akan kalah.

    Dan raksasa terpaksa berenang dengan susah payah. Tapi lautan itu tidaklah menghambat raksasa jahat itu. Raksasa itu pun kemudian hampir berhsail menyusul Timun Mas. Timun Mas pun kembali menambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Kemudian cabai itu dilemparya kearah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam menangkap raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Ma berlari menyelamatkan diri.

    67. Raksasa: Aduh.. sakit. Sakit sekali. Dasar kau Timun Mas.
    68. Timun Mas: Tolong…tolong…(sambil berlari dengan kencang).

    Karena raksasa itu sangat kuat, lagi-lagi ia hampir saja menagkap Timun Mas.

    69. Timun Mas: Hei raksasa jelek. Aku tau kau lapar. Makan pemberianku ini.

    Timun Mas pun mengeluarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika, tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Karena raksasa itu sangat letih dan kelaparan. Akhirnya raksasa jahat itu memakan semua mentimun yang ada. Tanpa disadari raksaa telah menghabiskan emua mentimun itu. Karena terlalu banyak makan, akhirnya raksasa itu pun tertidur.

    70. Timun Mas: Huh..(sambil menghembuskan nafas). Untung saja aku cepat mengeluarkan biji timun itu. Kalau tidak aku pasti telah jadi santapan raksasa jelek itu…
    71. Raksasa: Ah… dasar kau Timun Mas. Kau kira kau telah menang. Walaupun aku tadi sempat terdidur gara-gara timun itu, tapi sekarang aku tealah kuat kembali. Dan aku akan mengejarmu sekarang. HaHaHa. Jangan lari kau TimunMas.
    72. Timun Mas: Celaka. Raksasa itu kembali mengejarku. Ak harus lari secepat mungkin.
    73. Raksasa: Tunggu kau Timun Mas. (semakin dekat dengan Timun Mas).
    74. Timun Mas: (mengambil benda ajaib yang terakhir). Rasakan ini raksasa jelek.

    Timun Mas pun dengan cepat melemparkan segenggam lumpur cokelat. Dan tak lama kemudian, lumpur itu pun berubah menjadi lautan Lumpur yang luas. Karena tak kuat menahan tarikan dari dalam Lumpur, akhirnya raksasa itu pun tenggelam. Timun Mas dengan cepat berlari kembali ke rumahnya untuk menemui ayah dan ibunya. Dan akhirnya pun Timun Mas dan kedua orang tuanya bisa hidup tenang dan bahagia selamanya.

    BalasHapus
  80. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  81. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  82. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  83. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  84. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  85. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  86. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  87. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  88. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  89. Naskah drama
    Karya : Marcia Fatrines Siahaan
    Kelas/no. absent : XI IPA 4

    1/4
    MALIN KUNDANG

    Babak 1


    Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga yang tinggal di pesisir pantai. Keluarga itu terdiri dari 3 orang, yakni ibu, ayah dan seorang anak yang bernama Malin Kundang. Walau begitu, kondisi keluarga mereka sangat memperhatinkan, hingga akhirnya sang ayah memutuskan untuk merantau, pergi bekerja ke negeri seberang.
    Ayah : Ibu, saya akan pergi berkerja ke negeri seberang, tolong ibu jaga Malin selama saya tidak ada. Saya akan mencari nafkah untuk kalian berdua.
    Ibu : Iya pak. Saya akan menjaga Malin, saya pasti akan setia menunggu ayah sampai ayah kembali dari negeri seberang.
    Ayah : Saya pergi dahulu ya bu.

    Akhrinya sang ayah pergi ke negeri seberang dengan menggunakan kapal kecil. Ibu dan Malin melambai dari jauh dan akhirnya kembali pulang ke rumah. Setelah beberapa hari kemudian, Malin bertanya pada ibunya.
    Malin : Ibu, ayah pergi kemana?
    Ibu : Ayah pergi ke negeri seberang untuk mencari uang. Ayah pasti akan membawa banyak sekali uang.
    Malin : Untuk apa uang-uang itu bu?
    Ibu : Uang yang banyak itu akan kita gunakan untuk mencukupi kebutuhan kita sehari-hari.
    Malin : Berapa lama ayah akan pergi?
    Ibu : Mungkin akan berbulan-bulan.

    Sang ibu sangat berharap agar ketika kembali, ayah Malin akan membawa sangat banyak uang supaya mereka dapat mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Akhrinya setelah berbulan-bulan menunggu, suaminya tidak kunjung-kunjung pulang.
    Malin : Oh suamiku, mengapa engkau tidak kunjung pulang. Bagaimana aku harus menghidupi diriku dan Malin?

    Namun sang ibu tetap terus berjuang menunggu hingga bertahun-tahun lamanya, namun tetap tidak ada surat ataupun kabar dari suaminya, hingga ia berhenti untuk menunggu suaminya, pupus sudah semua angannya.

    Babak 2

    Akhirnya Malin dan ibunya harus berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan kehidupan mereka. Malin pun tumbuh menjadi anak yang cerdas tapi sedikit nakal. Suatu hari ia menangkap ayam dan terjatuh.

    BalasHapus
  90. 2/4

    Malin : Aduh sakit sekali, lenganku terkena kerikil tajam. Ini pasti gara-gara aku menangkap ayam tentangga itu.
    Lengan kananya luka terkena batu dan bekasnya tak bisa hilang.
    Malin Kundang tumbuh menjadi seorang dewasa yang bersemangat dan giat berkerja, ia juga sangat menyayangi ibunya, ia tak rela ibunya bekerja keras membanting tulang.
    Malin : Kasihan sekali ibuku. Ia harus berkerja keras membanting tulang. Aku harus segera mencari kerja untuk membiayai hidupku dan ibuku.
    Malin : Apakah dengan bekerja di negeri seberang, aku akan mendapatkan banyak uang?
    Malin : Sebaiknya besok aku akan ke pantai dan mencari kerja disana.

    Dengan gigih Malin berusaha mencari nafkah, lalu keesokan harinya ia berjalan menuju kepantai. Saat ia sedang berjalan menuju ke pantai, ia melewati sebuah rumah besar milik saudagar kaya.
    Malin : Wah! Indah sekali rumah ini. Betapa kayanya pemiliknya. Anda aku mempunyao rumah sebagus dan sebesar itu. bukankah ini rumah saudagar itu, saudagar yang dahulu sangat miskin.
    Saat Malin Kundang sedang berbicara pada dirinya sendiri, tiba-tiba saja saudagar kaya itu mendekati dan menghampirinya.
    Saudagar kaya : Ya, aku dahulu sangat miskin, namun aku pergi berlayar ke negeri seberang hingga aku menjadi sekaya sekarang. Kamupun bisa memiliki rumah sebagus ini.
    Malin : Bagaimana caranya tuan?
    Saudagar kaya : Kebetulan aku akan pergi berlayar ke negeri seberang minggu ini, jika tidak keberatan, ikutlah bersamaku, namun minta izinlah pada orang tuamu terlebih dahulu.
    Malin : Ya, baik tuan.
    Begitu mendengar ajakan itu, Maling langsung cepat-cepat pulang ke rumahnya. Ia mengurungkan niatnya untuk pergi ke pantai. Begitu samapi di rumah.
    Ibu : Malin, kenapa kau tidak bekerja di pantai?
    Malin : Tidak bu. Aku akan pergi mencari nafkah ke negeri seberang. Aku akan mencari uang yang banyak untuk kita.
    Ibu : Kamu jangan pergi tinggalkan ibu, Malin. Biar ibu saja bekerja asal kamu tetap berasa ibu.
    Malin : Tidak bu, aku yang akan pergi bekerja ke negeri seberang. Aku akan membawa banyak harta. Izinkanlah aku pergi minggu ini bersama saudagar kaya itu. Aku akan pulang membawa uang banyak bu.
    Ibu : Ya sudah, kalau itu memang keinginanmu. Tapi kau harus pulang jika kau sudah mendapatkan banyak uang ya.
    Malin : Iya bu, aku berjanji.
    Keesokan harinya, setelah menyiapkan semua perbekalan, Malin pergi ke dermaga bersama dengan ibunya.
    Ibu : Anakku, kelask jika kau sudah berhasil dan berkecukupan. Jnganlah kau lupa pada ibumu ini dan kampung halamanmu.
    Malin : Iya bu.

    BalasHapus
  91. 3/4

    Akhirnya Malin dan saudagar kaya beserta barang-barang dagangan mereka pun pergi berlayar ke negeri seberang. Namun di tengah perjalanan, kapal mereka diserang sekelompok bajak laut.
    Bajak laut : Hei! Berikan seluruh barang-barang berharga dan barang dagangan kalian pada kami, atau akan kami habisi kalian!
    Saudagar kaya : Baik, baik! Ambilah semua, ampunilah saya.

    Namun akhirnya, saudagar kaya itu pun dibunuh oleh bajak laut itu, juga beserta awak-awaknya, beruntung Malin dapat menyelamatkan diri dan berlindung di balik meja kayu.
    Akhrinya Malin pun terkatung-katung berminggu-minggu di lautan, hingga kapalnya terdampai disebuah pantai.
    Malin : Akhirny aku selamat dari bajak laut itu! tapi dimanakah aku sekarang? Aku tidak boleh menyerah, aku harus mencari pertolongan.
    Bapak tua : Wah! Ada apa ini?
    Malin : Tolong saya pak. Saya terdampar disini.
    Bapak tua : Iya,iya.

    Malin akhirnya ditolong oleh bapak tua itu, sesampainya dirumah, MAlin menceritakan semua yang dialaminya.
    Bapak tua : Oh begitu ceritanya.
    Malin : Iya,karena itulah aku terdampar disini.
    Bapak tua : Ya sudah, kalau memang kamu ingin mencari pekerajaan, kamu bisa bekerja di negeri ini.
    Malin : Baiklah pak.

    Babak 3

    Malinpun akhrinya bekerja di negeri yang sangat subur itu. karena keuletannya, ia pun sukses dalam pekerjaannya sekarang dan mendapatkan uang yang banyak. Ia juga akhirnya memiliki rumah yang besar dan memiliki kapal dagang. Kemudian ia mempersunting gadis yang kaya dan cantik untuk menjadi istrinya. Berita bahwa Malin telah menjadi orang kaya dan telah menikah pun tersiar hingga samapai pada ibu Malin. Ibu Malin sangat gembira dan selalu menunggu di dermaga untuk menantikan kepulangan anaknya.
    Ibu : Akhirnya kamu telah berhasil nak. Ibu akan selalu menantikan kepulanganmu di dermaga ini.
    Setelah beberapa tahun menikah, Malin dikaruniai anak. Walau begitu, Ibunya masih terus menunggunya kembali. Suatu ketika Ibu Malin melihat sebuah kapal indah di laut.
    Ibu : Itu Malin! Itu Malin! Akhirnya anakku telah kembali!

    Akhirnya Malin turun dari kapal. Ibunya menyambutnya dengan penuh kasih sayang.
    Ibu : Malin anakku, akhirnya kamu telah pulang! Lihatlah bekas lunga di lenganmu! Benar kamu adalah anakku Malin Kundang!
    Ibu : Malin Kundang anakku, mengapa engkau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?

    BalasHapus
  92. 4/4

    Ibu Malin pun memeluk Malin, namun Malin mendorong ibunya sampai jatuh.
    Malin : Wanita tak tau diri, sembarangan saja mengaku ibuku
    Walaupun Malin tahu bahwa itu ibunya, ia tetap pura-pura tidak tahu.
    Istri Malin : Dia ibumu?
    Malin : Bukan! Dia hanya pengemis yang mengaku sebagai ibuku, dia hanya ingin hartaku
    Ibu : Kurang ajar kau Malin! Kau anak durhaka!!


    Babak 3

    Akhirnya Malin dan keluarganya kembali ke negeri seberang dengan kapalnya, Ia meninggalkan dan tetap tidak mengakui ibunya. Ia malu mempunya ibu yang compang camping seperti pengemis. Ibunya sangat marah kepada Malin saat Kapal Malin beranjak pergi, Ia mengadahkan tangannya.
    Ibu : Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu.
    Namun Malin tetap meninggalkan ibunya.
    Istri Malin : Malin, mungkin ia memang ibumu, temuilah dia.
    Malin : Tidak! Kita pulang saja! Tidak mungkin ibuku seperti pengemis seperti itu!
    Istri Malin : Baiklah kalu dia memang bukan ibumu, kita pulang sekarang.

    Akhirnya Malin dan kapalnya pergi berlayar menuju ke negeri seberang. Namun ditengah perjalanan. Tiba-tiba terjadi badai ganas.
    Malin : Ada apa ini!?
    Anak buah : Iya tuan! Terjai ombak dan badai ganas.
    Malin : Tidak!
    Istri Malin : Bagaimana ini!?

    Kapal Malin hancur oleh ombak dan badai ganas itu banyak anak buah Malin yang selamat. Namun terjadi keanehan pada tubuh Malin, tubuhnya mengeras menjadi batu.
    Malin : Mengapa aku menjadi batu?! Ibu! Maafkan aku karena telah durhaka.

    Namun percuma saja, Semuanya telah terlambat, tubuh Malin sudah menjadi batu. Ibunya hanya dapat melihat itu semua tanpa berkata apa-apa.

    Selesai

    BalasHapus
  93. Nama: Rio Gunawan Chandra
    No.absen: 34

    1/3
    Judul: Legenda Tangkuban Perahu

    Babak 1:
    Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing.

    1.Dayang Sumbi: “Oh, mengapa hari ini kepalaku sakit?” (menjatuhkan pintalan)
    2.Selir: “Mungkin permaisuri terlalu lelah sehingga sakit.”
    3.Dayang Sumbi: “Ini tidak seperti biasanya, ahh!” (memegang kepala sambil menahan rasa sakit dan menjatuhkan pintalan”
    4.Selir: “Hati-hati permaisuri.”
    5.Dayang Sumbi: “ Oh tidak lagi, kali ini saya bersumpah saya akan menikahi siapapun yang mengambilkan pintalan itu.

    Seekor anjing sakti bernama Tumang datang dan mengambilkan pintalan itu

    6.Dayang Sumbi: “Saya akan menikahi anjing itu.”
    7.Selir: “Apakah permaisuri yakin? Permaisuri yang cantik dan anggun ini sangat tidak pantas untuk seekor anjing yang dekil dan kusam ini.”
    8.Dayang Sumbi: “Jangan banyak protes! Saya akan menepati sumpah saya, kamu selir tolong siapkan pernikahan saya.”
    9.Selir: “Ba… baik yang mulia” (gagap dan segera meninggalkan tempat secepat mungkin)

    Babak 2:
    Pernikahan yang dilangsungkan oleh Tumang dan Dayang Sumbi berjalan dengan baik dan mereka berdua hidup dengan bahagia.

    10.Dayang Sumbi:"Lihat anak kita Tumang, seorang bayi dengan wajah yang tampan dan sakti seperti kamu."
    11.Tumang:"Bagaimana dengan namanya istriku, nama apa yang ingin kau berikan kepada anak kita ini."
    12.Dayang Sumbi:"Bagaiman kalau namanya Sangkuriang saja?"
    13.Tumang:"Itu nama yang bagus, semoga anak kita kelak tumbuh menjadi pria yang baik"

    Babak 3
    Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring selalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa.Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan suatu pesta.

    14.Dayang Sumbi: "Anakku Sangkuriang, pergilah bersama Tumang untuk berburu dan mencari rusa."
    15.Sangkuriang: "Untuk apa gerangan rusa itu ibu?"
    16.Dayang Sumbi: "Saya butuh rusa itu untuk keperluan pesta. Sekarang kamu pergi dan burulah rusa itu. Ingat jangan pulang lama - lama"
    17.Sangkuriang: "Baiklah ibu, saya akan kembali dengan cepat dan tidak membuat ibu khawatir, selamat tinggal ibu"
    18.Dayang Sumbi: "Selamat jalan anakku."

    BalasHapus
  94. 2/3

    Babak IV:
    Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya.
    19.Sangkuriang: "Ada apa dengan hari ini, tidak ada 1 ekorpun rusa yang tampak pada hari ini."
    20.Tumang: "Ya, mungkin hari ini sedang tidak baik, lebih baik kita cepat-cepat pulang Sangkuriang"
    21.Sangkuriang: "Tetapi saya tidak ingin mengecewakan ibu."
    22.Tumang: "Jadi apa yang akan engkau lakukan?"
    23.Sangkuriang: "Lebih baik kita berpencar, kau mencari ke arah sana dan aku ke arah sini."
    24.Tumang: "Baik."

    Maka dengan sangat terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang.
    25.Sangkuriang: "Baiklah, saya akan menyerahkan daging Tumang sebagai daging rusa yang diminta ibu."

    Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya.

    26.Dayang Sumbi: "Apakah kamu mendapatkan daging rusa itu anakku?"
    27.Sangkuriang: "Ini dagingnya bu, saya mendapatkannya dengan susah payah, hari ini rusa terlihat sangat sedikit."
    28.Dayang Sumbi: "Terima kasih anakku, kau telah bekerja dengan baik."
    29.Sangkuriang: "Terima kasih atas pujiannya bu."

    Babak V:
    Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada pada anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya.
    30.Dayang Sumbi: "Kamu telah bekerja dengan baik anakku, daging yang kau berikan tadi rasanya sangat enak."
    31.Sangkuriang: "Terima kasih ibu."
    32.Dayang Sumbi: "Oh ya, ngomong-ngomong dimana Tumang"
    33.Sangkuriang: ... (diam)
    34.Dayang Sumbi: "Dimana Tumang!"
    35.Sangkuriang: "Maaf bu, sebenarnya daging yang telah saya berikan tadi adalah daging Tumang"
    36.Dayang Sumbi: "Apa! Anak kurang ajar kamu!"

    BalasHapus
  95. Babak VI

    Dayang Sumbi menjadi sangat murka, dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan tepat di keningnya. Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.

    37.Sangkuriang:"Baginda raja, saya ingin pergi mengembara untuk mencari pengalaman."
    38.Raja:"Baiklah saya ijinkan kamu."
    39.Sangkuriang:"Terima kasih baginda, selamat tinggal."
    40.Raja:"Selamat tinggal."

    Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya.

    41.Sangkuriang: "Hai gadis cantik, bolehkah kita saling berkenalan?"
    42.Dayang Sumbi: "Nama saya Sumbi, bagaimana dengan kamu?"
    43.Sangkuriang: "Nama saya Sangkuriang."

    Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri. Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya. Setelah berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang.

    44.Sangkuriang:"Sayangku, apa yang ingin kau minta sebagai tanda pernikahan kita."
    45.Dayang Sumbi:"Aku ingin sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit dan sebuah perahu untuk menyeberanginya sebelum fajar menyingsing."
    46.Sangkuriang:"Wah, permintaanmu sangat berat untuk dipenuhi."
    47.Dayang Sumbi:"Kalau begitu lebih baik kita tidak jadi menikah karena engkau tidak mampu menunjukkan tanda cintamu kepadaku."
    48.Sangkuriang:"Baiklah saya akan mulai bekerja."

    Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.
    49.Dayang Sumbi:"Astaga, ternyata dia benar-benar menyelesaikan hal yang tidak mungkin itu."
    50.Dayang Sumbi:"Ya para dewa, tolonglah buat agar para ayam berkokok dan pagi datang karena saya tidak ingin menikahi anak saya sendiri."

    Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini.

    BalasHapus
  96. Asal Usul Danau Toba
    Sumber: http://www.e-smartschool.com/cra/001/CRA0010010.asp
    Penyusun : Rizky Wirawan Pratama
    Kelas: XI IPA 4
    Nomor: 35
    1/2

    Babak I
    Musik Sinanggar Tulo mengiringi masuknya petani (Udin). Musik Sinanggar Tulo mengambarkan bahwa kejadian tersebut terjadi di Sumatera Utara, karena Sinanggar Tulo merupakan lagu daerah Sumatera Utara. Musik yang energik menciptakan daya tarik penonton kepada pertunjukan drama tersebut.

    1. Udin membawa cangkul dan memakai perlengkapan seperti seorang petani di sebuah perdesaan.
    2. Udin: “Hai penonton yang ganteng dan cantik, apa kabar? Nama saya Udin, ketua umum Organisasi Petani Indonesia (OPI). Anak buahku ada dimana-mana, di Papua, di Kalimantan, di Sulawesi, di Jawa, dan di Sumatera. Sekarang saya lagi jalan-jalan ke Sumatera Utara untuk betani di sawah saya yang luasnya seratus hektar dan terletak di dekat pusat kota. Sawah itu hanya satu persen dari semua investasi saya di Indonesia. Khusus sawah di Sumatera Utara, saya mengurusnya sendiri. Setiap hari saya mengcangkul, membersihkan dan menanam di sawah saya sendirian (Udin memunculkan wajah sedih). Sebenarnya usia saya sudah cukup untuk menikah, tetapi saya lebih memilih untuk sementara hidup sendirian.”
    3. Udin: “ Omong-omong di pagi hari yang cerah ini, saya ingin memancing ikan di sungai dekat sawah saya . Mudah-mudahan hari ini aku mendapatkan ikan-ikan yan besar.”

    Babak II
    4. Pada saat telah tiba di tepi sungai, Udin mulai memasang umpan pada kail pancing. Umpan pun dilemparkan ke tengah-tengah sungai. Setelah menunggu selama satu setengah jam. Pancing terasa menjadi lebih berat dan ada yang menarik, akhirnya Udin mengalami strike. Setelah menunggu selama satu setengah jam. Udin berusaha agar ikannya tidak lepas dari mata kail. Akhirnya pertarungan yang sengit ini di menangkan oleh Udin!!! Ia bersorak kegirangan saat mendapat seekor ikan yang cukup besar.
    5. Udin: “Hore… berhasil…berhasil… hore. Setelah sepuluh tahun menunggu, akhirnya dapat juga seekor ikan.”
    6. Tetapi, Udin terdiam sejenak. Ia takjub melihat warna sisik ikan yang di dapatkan tampak berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan.
    7. Udin: “Wow, belum pernah aku melihat ikan yang seindah ini. Pasti rasanya sangat enak sesuai dengan keindahan sisiknya.”
    8. Puteri: “Tunggu, aku jangan dimakan! Aku bersedia menemanimu jika aku tidak jadi makananmu.”
    9. Udin: “Suara siapa ini? Tampakan dirimu, jangan bersembunyi (wajah Udin mulai terlihat pucat)”
    10. Puteri: “Aku sangat dekat denganmu sekarang”
    11. Udin: “Jangan bersembunyi kau! Kau pikir aku takut. (wajah Udin semakin pucat)”
    12. Puteri: “Aku ada di tanganmu sekarang.”
    13. Udin: “Ha ….. (Udin ketakutan dan menjatuhkan ikan tersebut ke tanah)”
    14. Setelah dijatuhkan, ikan tersebut berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Kulitnya putih , rambutnya panjang berwarna hitam, dan yang pastinya menggunakan pakaian wanita.
    15. Udin: “Ini pasti mimpi. (Udin tidak sadarkan diri)”
    16. Wanita itu menunggu Udin hingga sadar. Setelah lima belas menit Udin pun sadar.”
    17. Puteri: “Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata.”
    18. Udin: “Mengapa wanita secantik kamu bisa dikutuk?”
    19. Puteri: ”Ayahku melakukan kesalahan pada negar dan dihukum mati, ibu saya dibunuh oleh ayah saya dan saya menerima kutukan menjadi seekor ikan.”
    20. Udin: “Sejak kapan kamu telah tinggal di sungai ini?”
    21. Puteri: “Kira-kira lima belas menit yang lalu. Maaf nama saya Puteri.(Udin dan Puteri pun bersalaman)”
    22. Udin : “Saya Udin dan saya tinggal didekat sungai ini.”
    23. Puteri: “Saya akan menepati janji saya dan saya tidak keberatan untuk menjadi istrimu.”
    24. Udin: “Baiklah jika Puteri memaksa.”

    BalasHapus
  97. Penyusun : Rizky Wirawan Pratama
    Kelas: XI IPA 4
    Nomor: 35
    2/2 bagian I

    Babak III
    25. Setelah sampai di desa Udin, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama Udin. Puteri bagaikan bidadari dari langit bagi penduduk desa tersebut.
    26. Paijo: “Din, apa kabar? (Paijo menyapa Udin dan Puteri yang sedang menuju rumah Udin)”
    27. Udin: “Baik, bapak?”
    28. Paijo: “Baik, wanita disebelah kau siapa Din?”
    29. Udin: “ Oh iya, perkenalkan ini Puteri istri saya.(Puteri bersalaman dengan Paijo)”
    30. Paijo: “Hebat Din, kenapa tidak ada kabar ayau undangan.”
    31. Udin: “Maaf pak, kemarin kami bertemu mendadak dan langsung nikah. Seperti yang dilakukan oelh para pejabat pemerintahan. Semacam nikah siri.”
    32. Paijo: “Tidak apa-apa. Permisi, lagi ada kerjaan. (Pergi meninggalkan Udin dan Puteri )”
    33. Udin: “Maaf ya pak.”
    34. Sebagai suami yang baik, tidak sombong, suka menolong dan hafal Pancasila, Udin terus berkerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dengan tekun dan ulet. Setiap hari pendapatannya bertambah dan investasinya bertambah juga. Rumah, apartemen, mobil, motor, perkebunan dan perternakan semakin bertambah jumlahnya. Sehingga, hidup mereka terasa tidak ada yang kurang didalam hidup. Itu semua dikarenakan ketekunan dan keuletan Udin dalam menjaga rumah tangganya dan menjaga keadaan para pegawainya. Banyak orang yang iri dan menyebarkan hal-hal yang buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan dan nama baik Udin.
    35. Umar: “Jo, kau tidak merasa aneh dengan Udin?”
    36. Paijo: “Memang kenapa?”
    37. Umar: “Aku rasa Udin memelihara makhluk halus.”
    38. Paijo: “Mar, engkau tidak boleh berkata sembarangan (Pijo pergi meninggalkan Umar)”
    39. Udin dan Puteri tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin berkerja demi dapat mengcukupi kebutuhan hidupnya.

    BalasHapus
  98. Penyusun : Rizky Wirawan Pratama
    Kelas: XI IPA 4
    Nomor: 35
    2/2 bagian II

    Babak IV
    40. Setahun kemudian, kebahagiaan Udin dan Puteri bertambah, karena melahirkan seorang laki-laki. Bayi tersebut diberi nama Samosir. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Samosir tumbuh menjadi sorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak yang manis tetapi agak nakal. Samosir memiliki satu kebiasaan yang membuat heran orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimaakn sendirian.
    41. Samosir: “Bu, Samosir lapar”
    42. Puteri: “Mau makan apa, nak?”
    43. Samosir: “Nasi ayam panggang, nasi rendang, nasi soto, nasi gulai kambing, nasi ayam goreng. Itu saja, bu.”
    44. Udin: “Samosir, kita seharusnya makan secukupnya saja. Coba lihat orang diluar sana, mereka kelaparan karena tidak punya uang untuk membeli makanan.”
    45. Samosir: “Pa, tapi Samosir lapar, Samosir mau makan.”
    46. Udin: “Bu, beri makan Samosir secukupnya saja, jangan terlalu banyak?”
    47. Puteri: “pa, tapi kasihan Samosir. Samosir lagi dalam masa pertumbuhan jadi perlu banyak makanan yang bergizi agar pertumbuhannya tidak terhambat.”
    48. Udin: “Terserah ibu. (pergi meninggalkan Puteri dan Samosir)”
    49. Pada saat Udin sedang bekerja dengan keras di sawahnya. Samosir disuruh oleh ibunya untuk mengantarkan makanan ke ayahnya. Tetapi, ditengah perjalanan Samosir beristirahat dan secara tidak sadar ia memakan bekal ayahnya.
    50. Samosir: “Yah, ibu menitip bekal.”
    51. Udin: “Wah, anak papa sidah dapat membawa bekal untuk ayah. (Udin mengelus kepala Samosir)”
    52. Samosir: “Iyalah, anak ayah.”
    53. Udin: “Kenapa tidak ada isinya nak?”
    54. Samosir: “Ta…tadi Samosir tidak sengaja memakan bekalnya. Tapi Samosir menyisakan untuk ayah, tempe goreng dengan nasi putih.(Samosir kebinggunan)”
    55. Udin: “Anak tidak tau diuntung! Tak tahu diri! Dasar a…anak ikan!”
    56. Udin tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan tersebut. Seketika anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburkan air yang sangat deras dan semaki deras. Desa Udin dan desa yang terdapat disekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentu sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau tersebut kemudian dikenal dengan nama Danau Toba dan pulau kecil yang terdapat ditengah danau dikenal dengan nama Pulau Samosir.

    -SELESAI-

    BalasHapus
  99. BATU MENANGIS

    Penyusun : Stefanie Winarta
    Kelas : XI P4
    No.absen : 38
    1/3
    Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan dan berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia Timur. Provinsi ini memiliki ratusan sungai besar dan kecil, sehingga dijuluki sebagai wilayah “Seribu Sungai”. Menurut cerita, di sebuah daerah di provinsi ini ada seorang gadis cantik yang menjelma menjadi batu. Peristiwa apa yang menimpa gadis itu, sehingga menjelma menjadi batu?
    Alkisah, di sebuah desa terpencil di daerah Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah seorang janda tua dengan seorang putrinya yang cantik jelita bernama Darmi. Mereka tinggal di sebuah gubuk yang terletak di ujung desa. Sejak ayah Darmi meninggal, kehidupan mereka menjadi susah. Ayah Darmi tidak meninggalkan harta warisan sedikit pun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, ibu Darmi bekerja di sawah atau ladang orang lain sebagai buruh upahan. Sementara putrinya, Darmi, seorang gadis yang manja. Apapun yang dimintanya harus dikabulkan. Selain manja, ia juga seorang gadis yang malas. Kerjanya hanya bersolek dan mengagumi kecantikannya di depan cermin. Setiap sore ia selalu hilir-mudik di kampungnya tanpa tujuan yang jelas, kecuali hanya untuk mempertontonkan kecantikannya. Ia sama sekali tidak mau membantu ibunya mencari nafkah.
    1.ibu:"Nak! Ayo bantu Ibu bekerja di sawah,"
    Setiap kali ibunya mengajaknya pergi ke sawah, ia selalu menolak.
    2.anak:"Tidak, Bu! Aku tidak mau pergi ke sawah. Nanti kuku dan kulitku kotor terkena lumpur"
    3.ibu:"Apakah kamu tidak kasihan melihat Ibu, Nak?" tanya sang Ibu mengiba.
    4.anak:"Tidak! Ibu saja yang sudah tua bekerja di sawah, karena tidak mungkin lagi ada laki-laki yang tertarik pada wajah Ibu yang sudah keriput itu!" jawab Darmi dengan ketus.
    Mendegar jawaban anaknya itu, sang Ibu tidak dapat berkata-kata lagi.
    5.ibu:"berakgkat kerja dengan perasaan yang sedih."
    6.anak:"Darmi tetap saja tinggal di gubuk, terus bersolek untuk mempecantik dirinya." Setelah ibunya pulang dari sawah,
    Darmi meminta uang upah yang diperoleh Ibunya untuk dibelikan alat-alat kecantikan.
    7.anak:"Bu! Mana uang upahnya itu!" seru Darmi.
    8.ibu:"Jangan, Nak! Uang ini untuk membeli kebutuhan hidup kita hari ini."
    9.anak:"Tapi, Bu! Bedakku sudah habis. Saya harus beli yang baru."
    10.ibu:"Kamu memang anak tidak tahu diri! Tahunya menghabiskan uang, tapi tidak mau bekerja."(kata sang Ibu kesal.)
    Meskipun marah, sang Ibu tetap memberikan uang itu kepada Darmi.

    BalasHapus
  100. 2/3

    Penyusun: Stefanie Winarta
    Kelas : XI P4
    No.absen : 38

    Keesokan harinya, ketika ibunya pulang dari bekerja, si Darmi meminta lagi uang upah yang diperoleh ibunya untuk membeli alat kecantikannya yang lain. Keadaan demikian terjadi hampir setiap hari. Pada suatu hari, ketika ibunya hendak ke pasar, Darmi berpesan agar dibelikan sebuah alat kecantikan. Tapi, ibunya tidak tahu alat kecantikan yang dia maksud. Kemudian ibunya mengajaknya ikut ke pasar.
    11.ibu:"Kalau begitu, ayo temani Ibu ke pasar!"
    12.anak:"Aku tidak mau pergi ke pasar bersama Ibu!" (Darmi menolak ajakan Ibunya.)
    13.ibu:"Tapi, Ibu tidak tahu alat kecantikan yang kamu maksud itu, Nak!"
    Namun setelah didesak, Darmi pun bersedia menemani Ibunya ke pasar.
    14.anak:"Aku mau ikut Ibu ke pasar, tapi dengan syarat Ibu harus berjalan di belakangku."
    15.ibu:"Memang kenapa, Nak?"(Ibunya penasaran.)
    16.anak:"Aku malu kepada orang-orang kampung jika berjalan berdampingan dengan Ibu."
    17.ibu:"Kenapa harus malu, Nak? Bukankah aku ini Ibu kandungmu?"
    18.anak:"Ibu seharusnya berkaca. Lihat wajah Ibu yang sudah keriput dan pakaian ibu sangat kotor itu! Aku malu punya Ibu berantakan seperti itu!" seru Darmi dengan nada merendahkan Ibunya.
    19.ibu:"menuruti kemauan putrinya walaupun sedih"
    Setelah itu, berangkatlah mereka ke pasar secara beriringan. Si Darmi berjalan di depan, sedangkan Ibunya mengikuti dari berlakang dengan membawa keranjang. Meskipun keduanya ibu dan anak, penampilan mereka kelihatan sangat berbeda. Seolah-olah mereka bukan keluarga yang sama. Sang Anak terlihat cantik dengan pakaian yang bagus, sedangkan sang Ibu kelihatan sangat tua dengan pakaian yang sangat kotor dan penuh tambalan. Di tengah perjalanan, Darmi bertemu dengan temannya yang tinggal di kampung lain.
    20.Teman1:"Hei, Darmi! Hendak ke mana kamu?"
    21.darmi:"Ke pasar."
    22.Teman1:"Lalu, siapa orang di belakangmu itu? Apakah dia ibumu?"(tanya lagi temannya sambil menunjuk orang tua yang membawa keranjang.)
    23.darmi:"Tentu saja bukan ibuku! Dia adalah pembantuku,"(jawab Darmi dengan nada sinis.)
    Laksana disambar petir orang tua itu mendengar ucapan putrinya. Tapi dia hanya terdiam sambil menahan rasa sedih. Setelah itu, keduanya pun melanjutkan perjalanan menuju ke pasar. Tidak berapa lama berjalan, mereka bertemu lagi dengan seseorang.
    24.Teman2:"Hei, Darmi! Hendak ke mana kamu?"
    25.darmi:"Hendak ke pasar."”S
    26.Teman2:"siapa yang di belakangmu itu?". ”Dia pembantuku,” (jawab Darmi mulai kesal dengan pertanyaan-pertanyaan itu.)
    Jawaban yang dilontarkan Darmi itu membuat hati ibunya semakin sedih. Tapi, sang Ibu masih kuat menahan rasa sedihnya. Begitulah yang terjadi terus-menerus selama dalam perjalanan menuju ke pasar. Akhirnya, sang Ibu berhenti, lalu duduk di pinggir jalan.
    27.darmi:”Bu! Kenapa berhenti?” tanya Darmi heran.
    Beberapa kali Darmi bertanya, namun sang Ibu tetap saja tidak menjawab pertanyaannya. Sesaat kemudian, Darmi melihat mulut ibunya komat-komit sambil menengadahkan kedua tangannya ke atas.
    28.darmi:”Hei, Ibu sedang apa?” tanya Darmi dengan nada membentak.
    Sang Ibu tetap saja tidak menjawab pertanyaan anaknya. Ia tetap berdoa kepada Tuhan agar menghukum anaknya yang durhaka itu.
    29.ibu:”Ya, Tuhan! Ampunilah hambamu yang lemah ini. Hamba sudah tidak sanggup lagi menghadapi sikap anak hamba yang durhaka ini. Berikanlah hukuman yang setimpal kepadanya!” doa sang Ibu.

    BalasHapus
  101. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  102. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  103. 3/3

    Penyusun : Stefanie Winarta
    Kelas : XI P4
    No.absen:38

    Beberapa saat kemudian, tiba-tiba langit menjadi mendung. Petir menyambar-nyambar dan suara guntur bergemuruh memekakkan telinga. Hujan deras pun turun. Pelan-pelan, kaki Darmi berubah menjadi batu. Darmi pun mulai panik.
    30.Darmi:”Ibu…! Ibu… ! Apa yang terjadi dengan kakiku, Bu?” tanya Darmi sambil berteriak. ”Maafkan Darmi! Maafkan Darmi, Bu! Darmi tidak akan mengulanginya lagi, Bu!” seru Darmi semakin panik.

    Namun, apa hendak dibuat, nasi sudah menjadi bubur. Hukuman itu tidak dapat lagi dihindari. Perlahan-lahan, seluruh tubuh Darmi berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi dari kaki, badan, hingga ke kepala. Gadis durhaka itu hanya bisa menangis dan menangis menyesali perbuatannya. Sebelum kepala anaknya berubah menjadi batu, sang Ibu masih melihat air menetes dari kedua mata anaknya. Semua orang yang lewat di tempat itu juga ikut menyaksikan peristiwa itu. Tidak berapa lama, cuaca pun kembali terang seperti sedia kala. Seluruh tubuh Darmi telah menjelma menjadi batu. Batu itu kemudian mereka letakkan di pinggir jalan bersandar ke tebing. Oleh masyarakat setempat, batu itu mereka beri nama Batu Menangis. Batu itu masih tetap dipelihara dengan baik, sehingga masih dapat kita saksikan hingga sekarang.
    * * * Demikian cerita dari daerah Kalimantan Barat, Indonesia. Cerita di atas termasuk cerita teladan yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah akibat yang ditimbulkan dari sikap durhaka terhadap orang tua. Oleh karena itu, seorang anak harus hormat dan patuh kepada kedua orang tuanya, karena doa ibu akan didengar oleh Tuhan. Terkait dengan sifat durhaka ini, dalam tunjuk ajar Melayu dikatakan: kalau hidup mendurhaka, kemana pergi akan celaka kalau suka berbuat durhaka, orang benci Tuhan pun murka.

    ==SELESAI==

    BalasHapus
  104. Nama: Vivi Rinanda
    Nomor absen: 46

    Judul:Hantu Laut Datuk Jerampang
    Cerita Rakyat Batam

    Babak I
    Beribu-ribu tahun lalu tersebutlah satu keluarga yang meninggal bersama karena kecelakaan di tengah laut yang berada di Batam, satu keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu, dan seorang anak laki-lakinya. Tengah malam itu seorang nelayan berjalan dengan pincang sambil berteriak-teriak histeris.
    Nelayan :”Tolooong!!! Tolong saya!!! Hantu! Ada hantu…!”
    Seluruh penduduk kampung keluar serentak mendengar teriakan itu.
    Kepala desa :”Apa yang telah terjadi? Kamu kenapa? Mengapa semua tubuhmu berlumur darah?”
    Nelayan:”Ada hantu! Ada tiga hantu!”
    Kepala desa :”Apa maksudmu? Apa kamu mengigau? Mari semua, tolong saya angkat dia ke posko pengobatan terdekat.”
    Nelayan:”Aku tidak mengigau. Hantu yang satu lelaki, yang kedua wanita, dan yang ketiga, anak kecil. Hantu lelaki tersebut membuat kapal kami hancur menubruk batu karang besar. Hantu yang wanita melempari kami dengan ikan-ikan beracun, sedangkan yang anak memiliki mata merah besar yang menakutkan dan menyebabkan kami tersesat di tengah laut.”
    Kepala desa:”Ka…kamu yakin akan apa yang kamu lihat?!”
    Nelayan:(Dengan nafas yang terisak-isak) “Saa…ya ya..kin, teman-teman yang la…in meninggal ka…kare…na Hantu-hantu i….itu.”
    Kepala desa:(Menggotong bersama dengan penduduk lainnya) “Bersabarlah sebentar lagi kita sampai di posko kesehatan.”
    Nelayan:”Uhuk…uhuk..(Darah keluar dari mulut) Ja..ngan ke.. la….ut. A….ada ha….hantu….(menghembuskan nafas terakhir).”
    Kepala desa:”Kita terlambat, bapak ini sudah tidak bernyawa lagi.”
    Semua penduduk desa sangat sedih, dan mereka semua menjadi benar-benar resah mendengar cerita nelayan tadi.

    Babak II
    Keesokan harinya seluruh penduduk berkumpul untuk bermusyawarah mengenai masalah yang terjadi semalam.
    Penduduk 1:”Pak kepala, apa maksudnya hantu yang diceritakan nelayan kemarin?”
    Kepala desa:”Sebenarnya, laut yang mengelilingi kampung kita ini berhantu.”
    Penduduk 2:”Tapi mengapa kami tidak pernah diberi tahu mengenai masalah ini?”
    Kepala desa:”Karena saya sendiri tidak mampu mengasumsikan bahwa ternyata hantu yang pernah diceritakan oleh kakek buyutku ternyata memang ada.”
    Penduduk 3:”Apa?! Beritahukanlah kami sekarang mengenai cerita hantu tersebut sejelas-jelasnya.”
    Penduduk 4:” Ya, benar. Kami tidak mau mati karena ulah hantu-hantu itu.”
    Kepala desa:”Baiklah, sebenarnya laut itu dihuni oleh sekeluarga hantu yang terdiri dari ayah hantu,Datuk Jerampang, ia suka membuat angin ribut, sedangkan ibu hantu, Mak Ungkai, suka membawa ikan-ikan berbisa dan melemparkannya ke kapal yang dihuni, sehingga penghuni kapal meraung-raung kesakitan bahkan diantaranya meninggal, dan si anak hantu, Si Awang Jangkung, memiliki mata yang merah dan menakutkan yang biasa menyesatkan alur jalannya kapal yang sedang berlayar.”
    Penduduk 1:”Jadi, apakah ini yang menjadi alasan seringnya orang yang berlayar ke laut itu menghilang?”
    Kepala desa:"Sepertinya memang begitu."
    Penduduk 2:"Lantas apa yang harus kita lakukan agar hantu itu tidak mengganggu kita lagi?"
    Kepala desa:"Mengenai hal itu tidak ada yang tahu, tapi sebaiknya kita tidak keluar pada malam hari untuk mencegah hal-hal buruk terjadi."
    Sejak saat, tidak ada satupun penduduk kampung yang berani keluar saat hari mulai malam. Selain itu udara saat malam pun berbau menyengat. Dan tak jarang didengar suara tawa si Hantu.

    BalasHapus
  105. Babak 3
    Keadaan kampong saat itu benar-benar kacau, namun keadaan kembali membaik ketika mereka bisa beradaptasi dengan keadaan tersebut. Namun ketiga hantu tersebut mengetahui akan kejadian tersebut dan mereka bermaksud untuk menghancurkan kampong tersebut dengan meracuni ikan-ikan yang berada di laut.
    Nelayan 1 :”Kita tidak bisa terus begini. Lihatlah ikan-ikan itu semua tidak bisa kita konsumsi. Sebaiknya kita melaporkan hal ini pada kepala desa dan meminta saran padanya.”
    Nelayan 2:” Ya, kamu benar.”
    Babak 4
    Setibanya di rumah Kepala desa.
    Nelayan 1:”Selamat pagi, Kepala desa, Pak kepala, kami membutuhkan saran anda.”
    Nelayan 2:”Kita sangat kekurangan bahan makanan, hanya karena cerita hantu tersebut, kita mengalami kesulitan dalam memproduksi makanan, kami membutuhkan saranmu kepala desa.”
    Kepala desa:(Menghembuskan nafas panjang) “Sebenarnya, Saya sendiri bingung, yang jelas hal harus kita lakukan adalah tetap bertahan hidup semampu kita.”
    Nelayan 2 :”Ya, kurasa kita benar-benar menyia-nyiakan waktu kita untuk datang ke sini.”
    Nelayan 1:”Entahlah, tapi kurasa kau benar, kami benar-benar kecewa dengan jawaban anda, Pak kepala.” (Pergi tanpa pamit).
    Babak 5
    Ketika malam tiba, kedua nelayan tersebut nekat untuk pergi berlayar ke laut.
    Nelayan 2:”Apa dia pantas menjadi seorang kepala desa! Hanya karena sebuah cerita dongeng, ia membuat kita mati kelaparan.”
    Nelayan 1:”Iya, memang betul. Tetapi apa kita seharusnya melanggar sarannya. Perasaanku benar-benar tidak enak.”
    Nelayan 2:”Pengecut sekali kamu ini, apa hanya karena mendengar cerita yang belum tentu nyata saja kamu takut.”
    Nelayan 1:“Itu tidak benar, aku hanya khawatir karena kejadian waktu itu. Aku ingat apa yang dikatakan nelayan waktu itu sebelum ia meninggal.”
    Nelayan 2:”Sudah cukup komentarnya, apa kamu juga melihat cahaya merah terang itu?”
    Nelayan 1:”Ya. Kuharap itu bukan pertanda buruk.”
    Nelayan 2:”Awas, ikan berbisa berjatuhan. Auw, mereka menyengatku.”
    Nelayan 1:”Gawat! Itu pertanda, Hantu!!! Aduh, badanku sakit. Ikan-ikan itu menggerogotiku.”
    Nelayan 2:“Aduh…! Ampun! Tolong kami!!”
    Nelayan 1:”Kapal kita kehilangan kendali!!!!”
    Nelayan 1 dan 2:”Kita akan menabrak karang!!! Waah!!!!”

    BalasHapus
  106. Babak 6
    Akhirnya kedua nelayan tersebut meninggal akibat ulah ketiga hantu tersebut. Sedangkan keadaan di kampung sedang gentar akibat kekurangan bahan makanan ditambah lagi dengan berita hilangnya kedua nelayan tersebut.
    Penduduk 1:”Keadaan kita semakin hari semakin memburuk.”
    Penduduk 2:“Keadaan kita saat ini benar-benar terjepit.”
    Penduduk 4:“Kita saat ini hanya bisa pasrah dan memohon pada Tuhan Yang Maha Kuasa.”
    Kepala desa:”Maafkan saya, sebagai kepala desa, saya bahkan sampai tidak bisa mencari inisiatif lain.”
    Penduduk 1:”Kami tidak bisa menyalahkanmu pak kepala.”
    Penduduk 4:”Ya, dia benar, di saat-saat seperti ini kita tidak seharusnya saling menyalahkan.”
    Penduduk 2:“Sebentar lagi matahari akan bersembunyi, sebaiknya kita istirahat dahulu.”
    Kepala desa:“Ya, baiklah.”
    Tak lama kemudian. Salah seorang penduduk lainnya berteriak dar kejauhan.
    Penduduk 3:”Tolong! Tolong! Tolong!”
    Kepala desa:”Ada apakah gerangan yang membuat kamu berteriak-teriak?”
    Penduduk 3:”Begini di tepi pantai ada sebuah perahu terdampar dan saat saya melihat ke dalamnya, ada seorang anak muda, dia tidak sadarkan diri, tapi kelihatannya ia sangat kelaparan.”
    Penduduk 4:”Tapi hari sudah sangat larut, bukankah jam segini biasanya ketiga hantu tersebut sedang berkeliaran.”
    Penduduk 2:”Tapi bukankah kewajiban kita untuk menolong orang itu.”
    Kepala desa”Itu benar, mari kita ke sana dan tolong dia. Bisakah kamu tunjukkan di mana tempat kamu menemukan orang itu?” (Menoleh kearah nelayan 3).
    Babak 7
    Akhirnya mereka memutuskan untuk membantu orang tersebut tanpa memperhatikan resiko yang mungkin terjadi.
    Penduduk 3:”Itu dia, orang itu ada di dalam kapal tersebut.”
    Kepala desa :”Mari kita rawat ia, walaupun kondisinya memang sangat tidak memungkinkan, kita harus berusaha sebisa kita.”
    Penduduk 4:”Baiklah, dalam hitungan mundur kita angkat dia.”
    Penduduk 1:“Baik! Tiga, dua, satu!”

    BalasHapus
  107. Babak 8
    Mereka membawa orang tersebut ke posko terdekat.
    Kepala desa:”Bagaimana kondisinya? Apa masih ada kemungkinan hidup?”
    Perawat:”Ya, tentu saja, dia akan baik-baik saja.”
    Beberapa hari setelah orang tersebut sudah sembuh total, ia berpamitan untuk kembali ke tempat asalnya.
    Syeh Johan:”Nama saya Syeh Johan ,terima kasih kalian sudah merawat saya selama saya sakit. Sebelum saya pulang adakah sesuatu yang dapat saya lakukan untuk membalas budi kalian semua?”
    Kepala desa:”Ah, jangan sungkan. Kami merawat anda dengan senang hati.”
    Pemuda:”Tapi sesuatu mengatakan padaku bahwa kalian sedang membutuhkan bantuan.”
    Kepala desa:”Sebenarnya hidup kami sedang tidak menentu saat ini, kampung kami yang dulunya damai, saat ini dikejar-kejar oleh tiga hantu laut yang bergentayangan.”
    Pemuda:”Baiklah kalau begitu, saya bisa membantu kalian tapi saya membutuhkan kalian untuk mempersiapkan sesajen untuk para hantu tersebut.”
    Kepala desa:”Baiklah”.
    Setelah pemuda dan para penduduk kampung memberikan sesajen dan mengucapkan mantra-mantra, ketiga hantu laut itu tidak pernah muncul lagi hingga saat ini.

    BalasHapus
  108. Nama : Ria Puspadewi N.Y.
    Kelas : XIP4 / 33

    Silahkan Bapak baca naskah saya disini :

    http://itsnightmare.blogspot.com/2009/10/asal-mula-danau-toba-cerita-rakyat-dari.html


    Terima Kasih

    BalasHapus
  109. Lutung Kasarung

    Babak 1
    Dahulu kala , hiduplah seorang raja yang bernama Prabu Tapa Agung yang sangat kayaraya . Ia adalah seorang raja yang sangat bijak dan disukai oleh rakyatnya. Suatu hari , ia mulai sakit-sakitan. ia mulai merasa bahwa waktu hidupnya sudah tidak lama lagi. Suatu hari, Prabu Tapa Agung mengajak Purbasari untuk berbicara hanya berdua saja . Ia mengatakan bahwa ia telah menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti.
    1. Prabu Tapa : “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta dan tahta ini
    saya berikan kepadamu.”
    2. Purbasari : “Maaf ayahanda , apakah tidak sebaiknya tahta itu diberikan
    kepada ayunda Purbararang saja?”
    3. Prabu Tapa: “Aku telah memilih kamu untuk menjadi pewarisku, nanti
    kamu akan mengerti alasannya.”
    4. Purbasari : “ Baiklah ayahanda , saya akan menerima amanatmu.”

    Babak 2
    Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Purbararang adalah orang yang sangat iri dengki apabila ada orang lain yang lebih baik dari dirinya . Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. Dan ia menggerutu kepada tunangannya, Indrajaya.
    4. Purbararang : "Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilh aku sebagai
    penggantinya,".
    5. Indrajaya : “ Sudahlah , lebih baik kita menyusun rencana agar
    Purbasari tidak naik tahta.”

    BalasHapus
  110. Babak3
    Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia pun menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari.
    6. Purbararang : “ Nek , tolong bantu aku , aku ingin naik tahta , dan
    tolongberikan solusi yang ampuh .”
    Tanpa berkata apa-apa lagi , nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam dan Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut.
    7. Purbararang : "Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang
    Ratu !"

    Babak4
    Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari.
    8. Patih : "Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang
    Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri".
    9. Purbasari : "Terima kasih, paman."

    Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung namannya, ia selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.
    10. Purbasari : “ Sungguh indah bunga ini , dimana kamu mendapatkannya?”
    11. Lutung : “ Aku mengambilnya sendiri sungai kecil dekat sini”
    12. Purbasari : “Terimakasih banyak selama ini sudah bersikap baik padaku.”

    Babak 5
    Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.
    Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut.
    13. Lutung : “Purbasari , ikutlah mandi denganku di telaga itu.”
    14. Purbasari : "Apa manfaatnya bagiku ?"
    15. Lutung : “ Aku tidak akan mencelakai kamu , ikutlah saja denganku.”
    16. Purbasari : “ Baiklah.”

    Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.
    17. Purbasari : “ Mengapa tubuhku tiba-tiba kembali?”
    18. Lutung : “ Itu adalah khasiat dari telaga ini .”
    18. Purbasari : “ Aku sangat berterimakasih kepadamu.”

    BalasHapus
  111. Babak 6
    Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya dan menjadi sangat murka . Purbararang tidak ingin mengalah setelah melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka.
    19. Purbararang: “Mengapa kamu kembali seperti semula?”
    20. Purbasari : “Ini berkat bantuan dari lutung.”
    21. Purbararang: “ Tidak bisa begitu saja , siapa yang paling panjang
    rambutnya dialah yang menang !"
    Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.
    22. Purbararang: "Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan
    tunangan kita, Ini tunanganku" "Jadi monyet itu
    tunanganmu ?".
    23. Purbasari : “ Ini adalah tunanganku .” (sambil menarik tangan lutung
    kasarung)
    24. Purbararang : “ HAHAHAHA , jadi ini tunanganmu ? hanya seekor lutung
    buruk rupa ? apa kau sudah gila ? “

    Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira.
    25. Purbararang : “ Baiklah , aku yang kalah . aku juga ingin mengatakan
    bahwa aku lah yang menyebabkan semua ini . Aku juga
    lah yang telah dating ke tempat nenek sihir untuk
    mengutuk Purbasari . Maafkan aku Purbasari ?”
    26. Indrajaya : “ Maafkan aku juga selama ini telah berniat jahat padamu,
    Purbasari .”
    27. Purbasari : “ Sudahlah , tentu akan aku maafkan . Mulai sekarang kita
    akan memulai hidup baru bersama.”

    Kemudian Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

    BalasHapus
  112. Nama: Antonius F.
    Kelas/ No. Absen: XI P4/ 06
    Cerita Rakyat Malin Kundang

    Babak 1

    Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.

    Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam.
    ”ayam sini jangan cepat – cepat larinya.”
    Ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu.
    ”adu emak.”
    Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

    Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya
    ”Emak saya mau pergi merantau ke negeri seberang ya.”
    ”Jangan Malin”
    ”Emak tenang saja, emak lihat nahkoda kapal itu. Dulu dia miskin seperti kita tapi sekarang dia sudah kaya raya.”
    ”Tapi hati – hati Malin saat di negri orang, tapi nak apa bila engkau sudah berhasil jangan lupakan emak ya Malin.”
    Ibu Malin takut bahwa anaknya lupa dengan ibunya apabila sudah berhasil di negeri orang.

    Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

    BalasHapus
  113. Babak 2

    Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

    Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang.
    ”Emak tau tidak.”
    ”Tau apa?”
    ”Kata orang – orang Malin sudah berhasil dan sudah kaya raya.”
    ”Benarkan? Saya senag sekali mendengarnya.”
    Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

    Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

    BalasHapus
  114. Babak 3

    Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang.
    ”Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang.
    Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
    ”Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya.
    Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.

    ”Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang.
    ”Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin kepada istrinya.

    Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata
    ”Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu.”

    Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang.

    ”Malin, apa yang sedang terjadi?”, kata istri Malin takut.
    ”Saya juga tidak tau.”

    Sesat tiba – tiba muncul badai yang sangat besar. Badai itu menghantam Kapal yang di tumpangi malin.

    ”Argghhhh.” , teriak Malin
    ”Emak maafkan saya.”

    Pada saat itu juga Ibu Malin mendengar teriakan Malin. Namun karena kutukan yang di katakan olehnya maka kapal yang di tumpangi oleh Malin dan orang – orang suruhan Malin pun hancur.

    Lalu dari kapal itu muncullah sebuah batu karang besar menyerupai orang yang sedang terjatuh. Diperkirakan orang itu adalah Malin Kundang yang durhaka yang tidak mengakui ibunya.

    BalasHapus
  115. Nama:Febri Rusdi
    Kelas: XI P4
    Nomor absen: 14

    MALIN KUNDANG

    1. BABAK I

    Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang.

    1.Ayah :” Istriku, nasib kita ini sungguh kasihan.”
    2.bu :”Sudahlah , kita terima saja apa yang telah diberikan tuhan kepada kita.”
    3.Ayah :”Tapi, nasib kita tidak bisa dibiarkan begini saja. Saya mempunyai rencana untuk
    Merantau ke negeri seberang.”
    4.Ibu :”Tapi, merantau itu sangat berbahaya, apalagi herus mengarungi lautan yang luas.”
    5.Ayah :” Istriku, biarkanlah aku pergi merantau untuk mencari nafkah di negri seberang,
    Selain itu, kamu juga tidak akan kesepian karena di sini ada Malin.
    6.Ibu :”Baiklah kalau begitu, aku akan merelakan kamu pergi, tetapi jangan lupa memberi
    kabar setelah kamu sampai di sana.
    7.Ayah :”Terima kasih istriku karena kamu telah mengizinkan aku untuk pergi merantau
    Aku akan berjanji jika sukses aku akan pulang ke rumah kita.”

    Sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.

    2.BABAK II

    Seperti biasa, setelah kabar ayah malin tidak terdengar, Ibu Malin hanya membantu penduduk desa sekitar demi kelangsungan hidupany dan anaknya Malin. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam,

    8.Ibu :“Jangan main yang jauh, Malin….”
    9.Malin :” Ahaha………., Iya Bu.”
    10.Malin :”Sini kamu ayam!!!”

    Ketika Malin sedang asyik bermain, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu.

    11.Malin :”Aduh!!!!!!!! Ibu….. Tolong!!! Malin!!!!”
    12.Ibu :” Anakku Malin!!!!! Apa yang terjadi?”
    13.Malin :” Tadi pada saat Malin mengejar ayam malin terjatuh Bu……”
    14.Ibu :”Ibu sudah bilang ke Malin agar main dengan hati-hati.”
    15.Malin :”Sakit Bu!!!!!”
    16.Ibu :” Ya sudah,sini ayo kita pulang.”

    Sesampainya di rumah,
    17Ibu :”Lain kali kalau main dengan hati-hati.”
    18.Malin :”Ya, Bu.”
    19.Ibu :”Ya sudah, besok jangan lupa Bantu ibu ke pasar.”

    BalasHapus
  116. 3.BABAK III

    Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang. Keesokan harinya, Malin dan ibu pergi ke pasar. Disana ada teman yang suka menggangu Malin,

    20.Anak Jahil I :”Aduh Malin, masih di kundang(gendong) Ibunya, Hahahahaha….”
    21.Anak Jahil II :”Hahahahaha…, padahal sudah besar.”
    22.Malin :”Biarin !!”
    23.Anak jahil :”Malin masih di kundang!!!!!! HAAHAHAHAHA…..”

    Dalam sekejap Malin pun menangis,
    24.Malin :” Hu…..Hu…..”
    25.Ibu :”Sudah Malin, kamu jangan menangis terus, kamu anak laki-laki jadi harus kuat.”
    26.Malin :”Tapi Malin diganggu mereka terus.”
    27.Ibu :” Nanti ibu bilang ke mereka, sekarang kamu bantu ibu dulu.”


    4. BABAK IV

    Hari demi hari, tahun demi tahun, Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya.

    28.Nahkoda :”Hey Malin, apa kabarmu?”
    29.Malin :” Saya baik-baik saja. Bagaimana dengan keadaan mu sendiri?”
    30.Nahkoda :”Wah-wah Malin, apa kamu tidak bias lihat keadaanku yang sekarang ini,
    Berliimpah dengan harta bukan??”
    31.Malin :”Iya., tapi bagaimana caranya kamu bisa seperti itu?”
    32.Nahkoda :” Tentu saja dengan merantau. Bagaimana kalau kamu ikut pergi merantau
    bersama saya?”
    33.Malin :”Boleh. Tetapi saya harus bicara dengan ibu terlebih dahulu.”

    Sesampai di rumah, Malin segera bicara kepada ibunya,

    34.Malin :”Bu, sekarang Malin sudah besar, apa boleh pergi merantau?”
    35.Ibu :”Apa? Pergi merantau?”
    36.Malin :”Ya, bu. Malin ingin segera merubah nasib kita seperti nahkoda itu , Bu.”
    37.Ibu :” Tidak Boleh Malin! Kamu sudah lihat ayahmu yang sekarang tidak ada lagi
    Kabarnya!”
    38.Malin :” Tapi, Malin pasti akan kembali dan membawa ibu pergi dari sini jika Malin
    Sudah sukses!”
    39.Ibu :”Jika tekadmu sudah bulat ,Malin. Ibu hanya bisa mengiyakan tekadmu itu.”
    40.Malin :”Terima kasih, bu.”

    Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya.

    41.Ibu :”Malin selama di perjalanan jagalah tubuhmu agar tetap sehat.”
    42.Malin :”Iya, tenang saja, Bu.”
    43.Ibu :” Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan,
    jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak.”
    44.Malin :” Malin pergi dulu ya, bu?”
    45.Ibu :’Ya, Nak. Jangan lupa pesan-pesan ibu tadi.”

    Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.

    BalasHapus
  117. 5. BABAK V
    Di tengah perjalanan, tibatiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. alin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai.

    46.Malin :” Tolong!!! Tolong!!!!”
    47.Penduduk desa :” ada apa nak?”
    48.Malin :”Beberapa hari yang lalu, kapal yang saya tumpangi diserang
    bajak laut, Sedangkan kapal yang saya tumpangi tidak tahu
    kemana.”


    Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Tiba- tiba dating lah saudagar kaya yang baik bersama putrinya.

    49.Saudagar :”Ayo bawa anak itu masuk dan beri dia makan.”
    50.Putri Saudagar :”Ayah, apa yang ayah lakukan? Dia bukan siapa-siapa kita!”
    51.Saudagar :” Dia juga manusia jadi harus di tolong juga. Siapa namamu,
    Nak?”
    52.Malin :”Malin, Tuan.”
    53.Saudagar :” Bagaimana kalalu kamu ikut saya ?”
    54.Malin :” Mau , Tuan.”

    Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah itu dia menikah dengan putri saudagar yang kaya sekaligus mewarisi harta saudagar tersebut.

    6. BABAK VI

    Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. . Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

    55.Ibu :”Permisi, Pak. Boleh saya bertanya?”
    56.Awak kapal :”Iya, Tentang apa?”
    57.Ibu :”Tadi anda menyebut nama Malin. Apakah dia berasal dari desa ini?”
    58.Awak kapal :” Wah, maaf Bu. Kalau soal itu kami kurang tahu tantang asal usul
    Tuan Malin.”

    BalasHapus
  118. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang.

    59.Ibu :” Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa
    mengirimkan kabar?"


    Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.

    60.Malin :” Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku."

    Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.

    61.Putri Saudagar :” Wanita itu ibumu?"
    62.Malin :” Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku
    Sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku.”

    Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak,

    63.Ibu :” Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah
    Batu!"

    Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

    BalasHapus
  119. sumber: http://alkisah.ateonsoft.com/2009/01/cerita-anak-kisah-malin-kundang.html

    BalasHapus
  120. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  121. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  122. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  123. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  124. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  125. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  126. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  127. Legenda Ular n’ Daung
    Babak I
    Intro: Musik anak- anak mengiringi masuknya Narator.ending Musik menggunakan rytheme yang bervolume keras pada gitar dan gendang guna menarik perhatian penonton.
    1. Narator: “ Hei penonton! didepan kalian kini adalah seorang anak band yang hebat. Saya mempunyai lagu berjudul Legenda Ular n’Daung. Begini lagunya.”
    2. Lagu anak-anak itu menjadi hilang sedikit demi sedikit. Langsung ditimpa dengan lagu ala reffer, tetapi diawali dengan akustik gitar.
    3. Narator: “ Pada zaman dahulu kala,di kaki sebuah gunung di daerah Bengkulu hiduplah seorang wanita tua dengan tiga orang anaknya.”
    4. Musik berhenti tiba- tiba. Narator bingung.
    5. Narator: “ Kenapa ini? Kok berhenti sih? Suara aku emang bagus. Tapi jangan terkesima gitu kenapa?”
    6. Datang si Emak Narator dan langsung menjewer telinga si narator.
    7. Emak: “ Maaf ya penonton. Anak saya ini memang sok tahu.”
    8. Narator dan Emak keluar panggung. Musik menjadi lagu yang dipelesetkan. Sekaligus mengiringi masuknya Si Bungsu ke panggung. Lalu berhenti.
    9. Si Bungsu: (masuk ke panggung dengan buru-buru) “ Hei penonton! Sudah mulai belum nih dramanya? Aduh! Kayaknya belum giliranku. Oh ya, aku Si Bungsu yang cantik, pintar, rajin menabung, dan lain- lain.”
    10. pemain Musik menyoraki Si Bungsu. Dengan Musik melayu.
    11. pemain Musik: “ Huuuuuu! Norak banget deh.”
    12. Si Bungsu tetap di panggung. Tiba- tiba si Narator tiba dan menyapa Si Bungsu.
    13. Narator: “ Hei penonton! Aku datang lagi. Tapi aku tidak kepikiran yah. Kok Si Bungsu masih di sini. Ibunya kan sedang sakit keras. Kakak- kakaknya saja masih setia menunggui Ibunya.”
    14. Si Bungsu: “ Apa?! I’m sorry good bye penonton. Sebagai anak berbakti, aku harus melihat ibuku dulu.”
    15. Musik yang ditujukan untuk menakut-nakuti si bungsu dimainkan. Latar diubah, menjadi sebuah kamar sederhana. Si ibu masuk bersama seorang dukun. Lalu dengan gaya pingsan, langsung mengambil posisi berbaring di kasur. Dukun duduk di sebelah si ibu dengan gaya memeriksa dan menjampi- jampi si ibu. Saat yang hampir sama, si bungsu sampai di tempat.

    Babak II
    16. Si Bungsu: “ Ibu! Ibu! Sakit Ibu kambuh lagi? Oh ibu, apa yang bisa kulakukan?”
    17. Dukun: “ Ibumu sakit keras. Dan ia akan tetap sakit apabila tidak diberikan obat khusus. Obatnya adalah daun- daunan hutan yang dimasak dengan bara gaib dari puncak gunung.”
    18. Si Bungsu: “ Oh ya paman dukun, saya pernah mendengar mitosnya kalau bara di puncak gunung itu konon dijaga oleh seekor ular gaib yang akan memangsa siapapun yang berani mendekati puncak gunung itu. Benarkah itu?”
    19. Dukun: “ Ya. Sampai saat ini saya tidak berani untuk mengambil batu itu. Saya mah masih sayang nyawa. Betul penonton?”
    20. Si Bungsu: “ Saya berani. Siapa takut? Kalau ularnya datang, langsung lari aja. Susah amat. Penonton pasti setuju sama aku. Ya kan penonton?”
    21. Musik diubah menjadi reffren lagu Dygta berjudul “ Kesepian” mengiringi keluarnya semua tokoh dari panggung kecuali pemusik.

    BalasHapus
  128. Legenda Sungai Jodoh

    Karya : Prawini P. D.
    No. Abs : 30

    Babak I
    Konon zaman dahulu, di Pulau Batam terkenallah sebuah legenda yang menceritakan tentang pertemuan seekor ular dengan seorang dara manusia di Sungai Jodoh.

    Siti : “Bongso!!! Bajuku mana?! Kau tahu tidak aku harus pergi menghadiri pesta ulang tahun anak Pak Kades lusa??”(Siti pun membongkar semua lemari bajunya.)
    Siti : “Belum dicuci?? BONGSO!!!!”(berteriak keras)

    Bongso pun datang dengan tergopoh-gopoh.

    Bongso: “Iya Siti, ada apa??”
    Siti : “Siti, Siti!!! Kanjeng! Berapa kali sudah kukatakan panggil aku Kanjeng Siti Mayang!”
    Bongso: “Iya, Kanjeng Siti Mayang.”
    Siti : “Ini!(melemparkan semua baju kotor yang ada di bakul penampungan baju kotor ke arah Bongso). Cuci semua itu seperti baru lagi!”
    Bongso: “Baik, Kanjeng…”

    Bongso pun pergi meninggalkan Siti Mayang sambil menenteng bakul cucian.

    Bongso: “Aduh, aduh!! Anak-anak zaman sekarang! Sayang desa ini masih desa yang berlandaskan hukum. Kalau desa ini bukan desa hukum, Kanjeng satu ini sudah saya ajak cuci baju bersama-sama. Nasib, nasib… punya majikan miskin, anaknya miskin, ditambah pembantu yang miskin seperti saya. Coba kalau saya punya suami, ahh… hidup takkan serumit ini.”(Bungsu pun berbicara sendiri sambil mencuci baju dan mulai menyanyikan lagu-lagu melipur hati).
    “Ibu-ibu, Bapak-bapak, siapa yang punya anak tolong aku, aku yang tengah malu karena cuma diriku yang tak laku-laku, uwoh-uwoh…”

    BalasHapus
  129. Babak III
    22. latar diubah menjadi gua menyeramkan. Semua musik menjadi horor.
    23. Si Bungsu: (berbisik- bisik) “ Hey penonton, tenyata benar kata paman dukun itu. Tempat kediaman ular ini seram sekali.”
    24. tiba- tiba musik berhenti karena akan diisi dengan raungan yang keras. Dilanjutkan lagi musik yang horor dan bertempo cepat. Sang ular gaib masuk.
    25. Ular: “ Ada apa kau kemari? Apa kau ingin kumakan,ha?!”
    26. Si Bungsu: “ Ular yang keramat, berilah aku sebutir bara gaib guna memasak obat untuk ibuku yang sedang sakit. Aku mohon kepadamu ular.”
    27. Ular: “ Boleh saja. Bara itu akan kuberikan asal kau mau menjadi isteriku!”
    28. Langsung masuk lagu ST12 berjudul “P.U.S.P.A” oleh pemusik. Si Ular bernyanyi.
    29. Ular: “ Jangan- jangan kau menolak cintaku... Jangan- jangan kau ragukan hatiku... Ku kan s`lalu setia menunggu... Untuk jadi pacarmu.. Huwwoo..woo..”
    30. Si Bungsu: (menghadap penonton) “Terima apa tidak ya? Kayak di tivi-tivi aja nih ular. Tapi aku harus mau kalau aku mau ibuku sembuh.” (menghadap ke ular) “ Baiklah. Apa yang tidak untukmu?”
    31. Ular: “ Baiklah. Besok pada malam hari datanglah kembali ke sini untuk melayani aku. Mengerti?!”
    32. Si Bungsu mengangguk. Pemusik memainkan ending lagu “P.U.S.P.A” tadi dengan alunan melodinya sambil mengiringi keluarnya kedua tokoh itu. Lagu “P.U.S.P.A” perlahan- lahan menghilang dan dilanjutkan dengan instrumen wedding party. Mengiringi si bungsu dan si Pangeran Alamsjah.

    Babak IV
    33. Pangeran Alamsjah: “ Isteriku yang cantik, kau menepati janjimu.”
    34. Si Bungsu: (menoleh ke penonton) “ Coba aku pilih dia ya. Menyesal nih!” (menoleh lagi ke Pangeran Alamsjah) “ Bukannya aku tidak mau nih, tetapi aku sudah ada yang punya, si ular gaib di gunung ini.”
    35. Pangeran Alamsjah: “ Dengarkan aku. Aku ini adalah ular yang kau bicarakan itu. Aku memang menjadi ular apabila pagi hari datang. Tetapi malam hari aku akan berubah menjadi manusia. Aku terkena kutukan pamanku yang menhendaki takhta-ku.”

    Babak V
    36. Emak: “ Jangan lupa nih penonton. kita tahu Pangeran aja tampan. Namanya siapa tuh? Nama lengkapnya itu Pangeran Abdul Rahman Alamsjah. Ingat.. Ingat.. Dan setelah Si Bungsu bersama setengah Pangeran Alamsjah dan ular itu, sang Ibu lambat laun menjadi sembuh dan hidup dengan kakaknya yang sirik. Mereka ing......”
    37. Musik bernuansa konyol dan kekanak- kanakan dimainkan mengiringi masuknya Narator asli. Si Emak terkejut.
    38. Narator: “ Hey penonton! Tuh lihat Emak-ku. Ngambil- ngambil pekerjaan aku. Emang Emak bikin kecewa melulu nih.” (langsung meninggalkan panggung diikuti Emak dari belakang)
    39. Musik berubah menjadi sangat netral dan halus mengiringi masuknya 2 kakak Si Bungsu dan sang Ibu.
    40. Ibu: “ Ibu kangen pada si bungsu. Ayo kita lihat apa yang terjadi padanya dengan ular itu!”
    41. Musik berubah menjadi lagu Dewa19 berjudul “kangen”. Mereka bertiga keluar panggung, lalu masuk lagi bersamaan dengan si bungsu dan sang Pangeran Alamsjah dari arah berlawanan.

    BalasHapus
  130. Babak VI
    42. Kakak1: “ Dek, lihat deh! Suaminya si bungsu tampan sekali. Lebih bagus kita bikin kena marah aja si bungsu itu.”
    43. Kakak2: “ Itu ide yang bagus kak. Ayo,tunggu apalagi?”
    44. Musik kosong. Kedua kakak itu keluar panggung. Dengan gaya mengenalkan sekeliling, Pangeran Alamsjah bersama Ibu dan si bungsu berjalan- jalan mengarah keluar meninggalkan panggung. Panggung kosong. Dimulai lagi Musik menegangkan untuk menggiring masuknya kedua kakak ke panggung.

    Babak VII
    45. Kakak1: “ Kita bakar aja kulit ular milik Pangeran Alamsjah ini. Begitu dia tahu, kita bilang saja kalau si bungsu yang membakarnya. Bagaimana?”
    46. Kakak2: “ Bagus.. Ayo lakukan kak! Asiiknya kita ngerjain si bungsu tolol itu.”
    47. Ketiga tokoh yang berjalan- jalan tadi tiba pada latar tempat yang sama. Tiba- tiba, Pangeran Alamsjah memeluk si bungsu.
    48. Pangeran Alamsjah: “ Sihir pamanku sudah sirna. Mereka membakar kulit ular itu. Kita akan hidup bahagia selamanya.”
    49. Musik menjadi instrumen yang energik dan gembira. Menggiring semua tokoh keluar panggung dan narator masuk.
    50. Narator: “ Ah.. untung si Emak nggak nemuin aku. Jadi aku bisa cerita nih. Karena Pangeran Alamsjah itu tidak menjadi Ular lagi, ia akhirnya memboyong Si Bungsu ke istananya dan mengusir pamannya. Tak lupa ia mengajak sang mertua, ibu Si Bungsu dan kedua kakak iparnya. Tetapi kedua kakaknya itu menolak karena malu akan perbuatan mereka. Akhirnya aku bisa cerita sampai kelar.”
    51. Pangeran Alamsjah tiba- tiba masuk ke panggung dan berkata kepada narator.
    52. Pangeran Alamsjah: “ Eh kamu liliput! Mau tidak jadi pembantu di istanaku? Aku baru ingat kalau isteriku itu tidak ada yang membantu. Bagaimana?”
    53. Narator: “ Emangnya muka aku nih muka pembantu? Capek dhe...”

    --selesai--

    BalasHapus
  131. Babak II
    Di lain tempat didunia ini, hiduplah seorang Pangeran sihir tetapi tidak pernah berhasil untuk menyihir. Dan ia sedang mencoba peruntungannya terhadap mantera barunya.

    Pangeran: (berjalan-jalan menyusuri hutan)“Oh ya, tadi Mahaguru Besar Treanggono Tantular Gandring baru mengajarkan mantera baru. Akan kupelajari mantera ini. Ah, kebetulan ada ular. Semoga kali ini mantera yang kupelajari berhasil. Akan kucoba pada ular ini.(mengeluarkan tongkat sihir. Pangeran sihir pun bersiap-siap untuk melancarkan serangan terhadap ular yang tidak berdosa tersebut). Mangkudoyo pegasusselya kolibritum sancaissneils. Hai ular, jadilah emas!!”

    Blaarrr dududuarrr…

    Pangeran: (Pangeran Sihir pun merasa terjadi keanehan ditubuhnya). Lho, mengapa pohon-pohon disekitarku ini membesar?? Lalu, awan-awan itu kok menjadi bertambah tinggi?? Lah, ular ini, ular ini… kok rasanya pernah lihat ya? Tapi, dimana ya? Ular inikan ular yang tadi! Mengapa rasanya tanganku kaku ya? Tanganku… tanganku… dimana?? Oh, TIDAK!!!(berteriak histeris)

    Begitulah, ternyata si Pangeran Sihir yang ingin mengubah ular yang tak berdosa, malah dirinya sendiri yang berubah menjadi ular. Itu membuktikan kelalaian pendidikiannya akan sihir.

    Pangeran: “Aku tak boleh putus asa! Aku harus menyihir diriku kembali menjadi seorang lelaki yang tampan dan bergelar Pangeran! Kalu bisa lebih tampan dari sebelumnya.”(Pangeran sihir pun kembali mencoba mantera yang diingatnya dari Mahaguru Besar). “Tung kelontang tampanisme cowokke.”(teriaknya).

    Jeedeeeerr…jeeeedddeeeeerrrr…
    Melihat kilat menyambar-nyambar dilangit dan tanpa sengaja kilat itupun menyambar punggung sang Pangeran Sihir.

    Pangeran: “Punggungku…punggungku terbakar!!! Sakit!! Tolong!!(berteriak-teriak). Oh tidak, sekarang aku malah melukai diriku sendiri!!”(menggeliat kesakitan).

    Pangeran sihir terlihat begitu putus asa dan dalam keputusasaannya dia berteriak.

    Pangeran: “Mahaguru Besar Treanggono Tantular Gandring, aku Pangeran Sihir menyesal karena sering membolos pada pelajaran mantera. Sekarang aku berjanji tidak akan pernah membolos lagi!!!! Tolonglah aku Mahaguru!! Sekarang punggungku sakit sekali dan aku sudah tidak kuat untuk mencoba sihir yang lain!!”(teriak Pangeran sihir).

    Kemudian, Pangeran Sihir merasa tidak ada gunanya mencoba mantera yang lain karena takut akan berubah menjadi yang lebih aneh atau malah menyakiti dirinya sendiri dan karena memang tidak ada lagi mantera yang diingatnya.

    Pangeran: “Sebaiknya aku menenangkan diri dulu di Sungai yang tak jauh dari sini.”(merayap menuju sungai).

    Saat Pangeran Sihir masuk kedalam sungai dan berenang di air yang tenang, tanpa disadarinya aliran sungai semakin cepat dan akhirnya tubuh Pangeran Sihir yang telah berubah menjadi ular pun terbawa oleh arus menuju tempat Bongso sedang mencuci.

    BalasHapus
  132. Babak III

    Bongso: “Ibu tak punya, ayah juga tak punya… siapakah yang akan menjadi teman hidupku??”

    Bongso bertanya-tanya pada diri sendiri, tak lama kemudian Bongso melihat seekor ular yang sedang berenang tetapi tersangkut oleh arus di batu sungai.

    Bongso: “Aduh, kasihan kau ular. Tak bisa berenang, tersangkut di batu sungai, terluka lagi. Walau kau ular, mahluk yang paling ditakuti, tapi kau tetaplah mahluk hidup. Mari, kau akan kubawa pulang dan kuobati!”

    Bongso mengangkat ular jelmaan Pangeran Sihir itu dengan hati-hati dan membawanya pulang ke rumahnya.

    Babak IV
    Bongso kembali dari sungai dan menuju pekarangan belakang rumah Mak Piah, majikannya untuk menjemur pakaian.

    Siti : “Lama sekali kau, Bongso! Tahukah kau kalau aku sudah lapar??! Sudah hampir setengah hari aku menunggumu.”(berteriak dan membentak).
    Bongso: “Ampun Siti, eh, Kanjeng Siti, saya mencuci baju menunggu hingga arus sungai tenang terlebih dahulu.”
    Siti : “Rupanya kau sudah pintar mencari alasan!! Akan kupanggilkan Ibuku untuk menghakimimu!!”
    Bongso: “Ampun Kanjeng…”
    Siti : “MAMA!!!MAMA!!!”(berteriak sekuat-kuatnya).

    Segeralah Mak Piah datang tergesa-gesa sambil mengangkat sarungnya sesekali untuk mempermudah nya berjalan cepat.

    Mak Piah: “Ada apa putri kesayanganku, Siti Mayang??”
    Siti : “Ma, ini si Bongso menggangguku!! Dia mencuci pakaiananku di sungai sampai setengah hari dan aku dibiarkannya menunggunya hingga kelaparan disini!!”(rengeknya sambil pura-pura menangis).
    Mak Piah: “Bongso!!(berteriak). Teganya kau berbuat sedemikian rupa terhadap putri kesayanganku, Siti Mayang!! Mulai sekarang, kau kupecat!!”
    Bongso: “Ampun beribu ampun Nyonya Mak Piah dan Kanjeng Siti Mayang, saya tidak berani mengulangi kesalahan saya untuk yang kedua kalinya.”(memohon sambil bersujud kepada Mak Piah dan Siti Mayang).

    Mak Piah dan Siti Mayang tertawa sekeras-kerasnya, mereka berbahagia diatas penderitaan Bongso.

    Siti : “Baiklah Bongso, karena aku ini seorang yang berhati emas, kau kuampuni.”
    Bongso: “Terima kasih Kanjeng Siti Mayang, sekali lagi terima kasih.”
    Siti : “Dan kuberi hadiah. Hadiahnya adalah kau dibebas tugaskan dari pekerjaan rumah tangga dirumah Nyonya Mak Piah atau kalau diperpendek menjadi kata dirumahku. Sampai batas waktu yang tidak diperlukan atau selamanya. Apa ya istilahnya??? Hmmm… DIPECAT!!!”

    BalasHapus
  133. Mak Piah dan Siti Mayang kembali tertawa terbahak-bahak. Bongsopun keluar dari rumah Mak Piah dan pulang kerumahnya.

    Bongso: “Aduh, sudah nasibku mendapat majikan yang aneh. Nasib…nasib…”

    Bongso mencoba untuk berbagi kesedihannya dengan berbicara dengan ular itu sambil mengobati likanya.

    Bongso: “Ular, besok kita makan apa ya?? Ini ada sedikit daging musang untuk makan malammu, besok aku akan mencoba mencari kerja untuk mencari makanan penyambung hidup.”

    Saat Bongso mengobati luka si ular, sedikit demi sedikit, kulit ular yang terluka pun mengelupas dan Bongso membakar kulit-kulit yang terkelupas itu dan mengeluarkan asap yang berbau harum. Asap itu melambung tinggi ke awan dan terbawa oleh angin sampai ke Pulau Jawa, serta merta datanglah para pedagang kain Batik yang hanya menjual dagangannya ke Istana.

    Bongso: “Mohon ampun Tuanku, tapi apa maksud Tuanku datang kesini?? Saya tidak mempunyai apa-apa untuk disuguhkan.”(sangat terkejut dan ketakutan).
    P. Batik: “Jangan khawatir Nona, kami datang untuk mempersembahkan kain-kain Batik ini kepada Nona.”(menyerahkan kain-kain Batik)
    Bongso: “Saya tidak mengerti Tuan, mengapa Tuan memberikan kain-kain ini kepada saya??”
    P. Batik: “Bukan tanpa alasan kami memberikannya, tetapi asap berbau harum yang membawa kami kesini mengisyaratkan untuk memberikan barang dagangan yang kami bawa dalam perjalanan kami kali ini kepada Nona.”
    Bongso: “Terima kasih Tuan, saya menerima dengan senang hati walaupun saya tetap tidak mengerti apa yang Tuan-tuan bicarakan.”(mengambil kain)
    P. Batik: “Baiklah, kalau begitu kami mohon diri.”

    Setelah pedagang itu pergi, ia pun pergi kepasar untuk menjual kain Batik itu dan mendapatkan banyak uang. Lalu sebagian dari uang itu diberikannya pada orang-orang didesa.

    Babak V
    Keesokan harinya kejadian yang mirip pun terulang lagi. Seorang pedagang dari negeri Cina datang dengan membawa kain sutera. Dan untuk kedua kalinya Mah Bongso merasa terkejut.

    Bongso: “Mohon ampun Tuan, tapi apa maksud kedatangan Tuan kerumah saya??”
    P. Sutera: “Haia…asap yang berbau harumlah yang membawa saya kesini untuk membelikan Nona kain sutera yang istimewa ini(memberikan kain).”(logat Cina).
    Bongso: “Mohon ampun Tuan,tetapi saya tidak mengerti maksud pemberian Tuan. Tapi saya akan tetap menerima dan mengucapkan terima kasih kepada Tuan.”
    P. Sutera: “Haia…sama-sama ya…sepertinya asap itu yang mengisyaratkan untuk memberikan kain-kain sutera ini kepada Nona. Baiklah kalau begitu saya mohon diri dulu.”(logat Cina).

    Bongso pun menjual kain itu lagi dan menghasilkan lebih benyak uang. Tetapi ia juga tak lupa akan warga desa yang miskin jadi, ia memberikan sebagian uangnya itu untuk warga desa yang kesusahan.

    BalasHapus
  134. Timun Emas

    Babak 1 :
    Di suatu desa hiduplah seorang janda tua yang bernama mbok Sarni. Tiap hari dia menghabiskan waktunya sendirian, karena mbok Sarni tidak memiliki seorang anak. Sebenarnya dia ingin sekali mempunyai anak, agar bisa membantunya bekerja.
    Pada suatu sore pergilah mbok Sarni ke hutan untuk mencari kayu, dan ditengah jalan mbok Sarni bertemu dengan raksasa yang sangat besar sekali.
    Raksasa : Hei mau kemana kamu?
    Mbok Sarni : Aku hanya mau mengumpulkan kayu baker, jadi izinkanlah aku lewat.
    Raksasa : Hahaha… kamu boleh lewat, tetapi setelah memberiku seorang anak manusia untuk aku santap, bagaimana?
    Mbok Sarni : Tetapi, aku tidak mempunyai anak. Apa yang harus aku lakukan?
    Setelah mbok Sarni mengatakan bahwa dia tidak punya anak dan ingin sekali punya anak, maka si Raksasa memberinya biji mentimun.
    Raksasa : Wahai wanita tua, ini aku berikan kamu biji mentimun. Tanamlah biji ini di halaman rumahmu, dan setelah dua minggu kamu akan mendapatkan seorang anak. Tetapi ingat, serahkan anak itu padaku setelah usianya enam tahun.
    Mbok Sarni : Ba.. ba.. baik. Terima kasih tuan raksasa.
    Setelah berkata demikian, Mbok Sarni segera pulang kerumah, dan menanam biji mentimun itu dihalaman rumahnya.

    Babak 2 :
    Setelah dua minggu, mentimun itu nampak berbuah sangat lebat dan ada salah satu mentimun yang cukup besar. Mbok Sarni kemudian mengambilnya , dan setelah dibelah ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik jelita. Bayi itu kemudian diberi nama timun emas.
    Semakin hari timun emas semakin tumbuh besar, dan mbok Sarni sangat gembira sekali karena rumahnya tidak sepi lagi. Semua pekerjaannya bisa selesai dengan cepat karena bantuan timun emas.
    Akhirnya pada suatu hari datanglah si Raksasa untuk menagih janji. Mbok Sarni sangat ketakutan, dan tidak mau kehilangan timun emas.
    Mbok Sarni : Wahai raksasa, datanglah kesini dua tahun lagi. Semakin dewasa anak ini semakin enak untuk disantap.
    Raksasa : Hmmm.. benar juga kau. Baiklah, aku akan dating lagi pada hari dan jam yang sama dua tahun lagi.
    Si raksasa pun setuju dan meninggalkan rumah Mbok Sarni.

    BalasHapus
  135. Babak 3 :
    Waktu dua tahun bukanlah waktu yang lama, karena itu tiap hari mbok Sarni mencari akal bagaimana caranya supaya anaknya tidak dibawa si Raksasa. Hati mbok Sarni sangat cemas sekali, dan akhirnya pada suatu malam mbok Sarni bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia diberitahu agar timun emas menemui petapa di Gunung.

    Pagi harinya mbok Sarni menyuruh timun emas untuk segera menemui petapa itu. Setelah bertemu dengan petapa, timun emas kemudian bercerita tentang maksud kedatangannya.

    Timun Emas : Maaf Mbah. Saya ingin minta tolong.
    Mbah Pertapa : Tidak perlu kamu katakana Timun Emas. Aku akan membantumu. Aku memberimu ini. Lemparkanlah satu per satu bungkusan ini kalau kamu dikejar raksasa.
    Kemudian timun meas pulang ke rumah, dan langsung menyimpan bungkusan dari sang petapa.

    Babak 4 :
    Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji.
    Raksasa : Wahai wanita tua, dimana anak itu? Aku sudah tidak tahan untuk menyantapnya.
    Mbok Sarni : Janganlah kau ambil anakku ini wahai raksasa, karena aku sangat sayang padanya. Lebih baik aku saja yang kamu santap.
    Raksasa tidak mau menerima tawaran dari mbok Sarni itu, dan akhirnya marah besar.
    Raksasa : Mana anak itu? Mana timun emas?
    Karena tidak tega melihat mbok Sarni menangis terus, maka timun emas keluar dari tempat sembunyinya.
    Timun Emas : Aku disini raksasa. Tangkaplah aku jika kau bisa!!!!
    Raksasapun mengejarnya, dan timun emas mulai melemparkan kantong yang berisi mentimun. Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun menjadi terhambat, karena batang timun tersebut terus melilit tubuhnya. Tetapi akhirnya si raksasa berhasil bebas juga, dan mulai mngejar timun emas lagi. Lalu timun emas menaburkan kantong kedua yang berisi jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah karena tertancap bambu tersebut si raksasa terus mengejar.
    Kemudian timun emas membuka bingkisan ketiga yang berisi garam. Seketika itu hutanpun menjadi lautan luas. Tetapi lautan itu dengan mudah dilalui si raksasa. Yang terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika itu terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, dan si raksasa tercebur di dalamnya. Akhirnya raksasapun mati.
    Timun Emas mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena sudah diselamatkan dari raksasa yang kejam. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sarni hidup bahagia dan damai.

    BalasHapus
  136. Babak VI
    Dan untuk yang kesekian kalinya, kejadian yang mirip terulang lagi. Kali ini, pedagang India yang membawa permadanilah yang datang.

    Bongso: “Ampun Tuanku, apakah gerangan maksud Tuanku dating kemari??”
    P. Permadani: “Nehi, nehi…Kami datang untuk menyerahkan permadani ini, nehi. Asap berbau harum itulah yang telah mengantarkan kami sampai kesini. Aca, aca…”

    Seketikalah berkodi-kodi kain permadani memenuhi rumahnya.

    Bongso: “Terima kasih Tuan.”
    P. Permadani: “Acah, acah. Sama-sama.”

    Dan kali ini dengan menjual sebagian permadani itu, Bongso dapat membantu pembangunan dan perekonomian desa.

    Babak VII

    Tetangga 1: “Wah, Bongso sungguh dermawan ya. Biasanya kan orang yang sudah menjadi kaya tidak akan menoleh lagi kebawah.”
    Tetangga 2: “Iya, selama dua bulan ini ia sudah menjadi orang yang sangat kaya tetapi ia tidak pernah melupakan kita yang kesusahan ini. Sungguh baik hatinya.”

    Mendengarnya, Mak Piah menjadi sangat iri.

    Mak Piah: “Wah, ternyata mantan pembantuku ini sudah sangat kaya dan ini sungguh tidak baik! Ini tidak boleh dibiarkan! Aku harus mencari tahu dimana sumber penghasilan si Bongso ini.”(berjalan kearah rumah Bongso).

    Mak Piah pun mengikuti Bongso diam-diam saat Bongso sedang memberi makan ularnya.

    Bongso: “Hai ular…ini makan malammu, kutangkap dua ekor kelinci untukmu. Akhir-akhir ini terjadi beberapa kejadian aneh setelah aku membakar kulitmu. Tiba-tiba sekarang aku bisa memberi makan orang banyak yang kelaparan didesaku. Padahal dulu aku ini adalah seorang yatim piatu yang sering menerima dan mengharapkan suaka dari para tetanggaku. Baiklah ular, sekarang aku harus kembali menjual emas-emas untuk membangun bendungan desa ini.”

    Bongso pun pergi yang dengan tanpa sadar selalu diikuti oleh Mak Piah.

    Mak Piah: “Oh, ternyata ular ini yang membuat si miskin Bongso menjadi kaya. Hmm…lihatlah, dalam waktu dekat ini Bongso, aku akan menjadi lebih kaya lagi darimu.”(tertawa-tawa).

    Mak Piah pun pergi ke hutan untuk mencari ular besar seperti yang dilihatnya dirumah Bongso.

    Mak Piah: “Wah, ular ini cocok sekali! Besar, terlihat kuat, dan terlihat seperti pembawa harta karun.”(tertawa-tawa sambil memasukan ular kedalam karung dan pulang kerumah).

    Babak VIII

    Mak Piah: “Siti…Putriku Siti Mayang, lihat mama pulang bawa apa?”
    Siti : “Bawa karung Ma, ada apa?”
    Mak Piah: “Ini bukan karung sembarang karung, tapi karung ini berisi harta karun.”
    Siti : “Benarkah Ma? Apa ada emas dan berlian didalam karung itu?”
    Mak Piah: “Bukan hanya emas berlian, bahkan rumah mewah pun bisa kita dapatkan.”
    Siti : “Jangan berkhayal Ma, itu hanya karung biasa.”
    Mak Piah : “Lihatlah isinya Siti.”

    Siti pun maju mendekati karung yang diletakkan oleh Mak Piah di lantai, lalu membuka ikatannya dengan perlahan. Betapa terkejutnya Siti saat dia tahu apa yang ada dalam karung itu.

    Siti : “Ular…ular…oh, tidak Mama ada yang menukar karungmu dengan seekor ular besar.”(menjerit histeris dan melompat-lompat).
    Mak Piah : “Siti…Siti…ular inilah yang akan membawa kita kepada kekayaan.”
    Siti : “Ternyata Mama sudah pandai berkhayal sekarang! Mana mungkin ular bisa membuat kita menjadi kaya.”
    Mak Piah : “Tentu bisa, tadi Mama mengikuti Bongso untuk mencari tahu dari mana asal uang-uangnya selama ini, dan tampaklah Bongso sedang memberi makan dan bercakap-cakap dengan ular besar. Jadi, sekarang kau harus tidur bersama ular ini untuk beberapa hari.”
    Siti : “Tidur dengan ular?? Tidak! Tidak! Ini adalah ide terburuk dari seorang ibu yang menyuruh anaknya untuk tidur dengan ular. Bagaimana kalau aku dipatuknya??”(menggeleng-gelengkan kepala)
    Mak Piah: “Sudahlah Siti, taka pa-apa. Kau mau kita cepat kaya kan?? Kau ingin lebih kaya dari si miskin Bongso kan??”
    Siti : “Pasti!”
    Mak Piah: “Kau ingin terlihat lebih banyak memakai emas daripada si miskin Bongso itu kan??”
    Siti : “Pasti!”
    Mak Piah: “Bagus, kalau begitu bawa ular pembawa harta ini kekamarmu!”

    Siti pun membawa ular itu dengan wajah muram dan takut.

    BalasHapus
  137. Babak IX
    Keesokan harinya Mak Piah terbangun saat hari masih fajar karena teriakkan histeris dari Siti Mayang.

    Siti : “Ma, bangun Ma!! Tolong aku!! Ular ini melilitku, aku susah bernafas, Ma!!”
    Mak Piah: “Oh, Siti…Siti…kau membangunkanku hanya untuk mengabarkan kalau kau dililit ular?? Bukan mengabarkan kalau ular itu membawa berlian, emas, dan permata.(dengan nada mencemooh) Tahan sedikitlah. Kau mau tidak memakai lulur dari emas??”
    Siti : “Paasss…ttiii…Mmaaa!!”(menjawab sambil kesakitan).
    Mak Piah: “Besok aku menjadi orang kaya…lalalalalalalala…besok aku jadi orang kaya…lalalalalalalalala…”

    Babak X
    Kali ini, luka ditubuh ular itu sudah benar-benar sembuh. Sementara itu, Bongso sudah terkenal menjadi orang yang amat dermawan dan kaya raya. Pangeran sihir pun merasa berhutang budi dengannya.

    P. Sihir: “Luka ditubuhku sudah sembuh. Itu berarti sudah tak ada lagi kulitku yang akan menghantarkan harta kepada Bongso.”

    Pangeran Sihir berpikir keras apa yang bias dilakukannya lagi untuk membalas budi Bongso.

    P. Sihir: “Moh Bongso belum memiliki apa lagi ya?? Perhiasan?? Sudah… Perabotan rumah?? Sudah… Permadani? Sudah… Kain sutera? Sudah…
    Kain Batik? Sudah juga… Yang belum apa ya?? Oh ya! Rumah dan suami yang tampan! Aku memang pintar. Apa lagi yang kurang jika seorang Pamgeran Sihir berwajah tampan dengan seorang gadis dermawan yatim piatu yang kaya raya?? Tentu hanya aku calon suami yang tepat!!”

    Babak XI
    Malam harinya ketika ia membawakan ular makan malam, ular pun berbicara kepadanya.

    P. Sihir: “Ssssttt… Mah Bongso, jangan takut! Janganlah terkejut karena ternyata aku bisa bicara, kau jangan berpikir kalau aku ini ular yang kabur dari sirkus! Aku ada permohonan dan aku butuh pertolonganmu.”

    Mah Bongso benar-benar terkejut dan bertambah bingung. Apa yang sedang terjadi?? Seolah-olah Bongso tengah terhipnotis.

    Bongso: “Aku sudah banyak mengalami kejadian yang aneh akhir-akhir ini dan kau memintaku untuk percaya bahwa ada ular yang bisa berbicara?? Tidak sulit! Aku harus mulai percaya pada setiap keanehan yang mendatangkan kebaikan.”
    P. Sihir: “Baiklah, kalau begitu antarkan aku kesungai tempat pertama kali kita bertemu. Tempat dimana kau mengangkat seekor ular terluka di sungai.”

    Mah Bongso seakan baru tersadar dari keterbengongannya.

    Bongso: “(membelalakkan mata dan menganga)Wow! Engkau pandai berbicara ularku! Ayo, aku antar sekarang kau kesungai pertemuan kita. Mungkin kau ingin pulang menemui keluargamu.”(mengangkat ular itu dan mengantarnya).

    BalasHapus
  138. P. Sihir: “Terima kasih sudah mengantarku kemari. Sekarang, putar tubuhmu hingga membelakangiku.”
    Bongso: “Apa? Untuk apa?”
    P. Sihir: “Sudah, balikkan saja tubuhmu! Kau mau aku telanjang didepanmu??
    Bongso tidak mengerti tetapi ia tetap memutar tubuhnya.
    P. Sihir: “Sekarang kau sudah boleh menghadapku lagi.”
    Bongso menganga dan sungguh terkejut.
    P. Sihir: “Bongso, inilah aku yang sebenarnya. Aku tampan tidak?”
    Bongso: “Apa?!”
    P. Sihir: “Aku Tanya, aku tampan tidak?!”
    Bongso: “Ya, karena aku waras dan mataku belum tertutup, kau cukup tampan untuk seukuran ular.”
    P. Sihir: “Baiklah, akan kuberitahu kau sesuatu. Aku adalah Pangeran Raden Agus Mojokerto Suprapto Sutomo Sugino Wizard, anak tunggal dari Raja Sihir, aku sedang mencoba mantera baru tapi aku gagal dan akhirnya menjadi ular serta melukai diriku sendiri.”
    Bongso: “Oh…lalu apa yang harus kulakukan terhadapmu?”
    P. Sihir: “Aku hanya… Maukah kau menjadi istriku?”
    Bongso: “Tunggu… Tunggu dulu, aku harus mengenalmu lebih dalam lagi.”
    P. Sihir: “Kau tahu darimana semua harta yang berdatangan dirumahmu itu dan kau bagikan? Itu aku. Dariku. Kau tahu ular yang kau pelihara dirumahmu? Itu aku. Jadi, sebenarnya aku dan kau sudah sangat mengenal.”
    Bongso: “Baiklah, aku tidak mempunyai siapapun untuk menemaniku di akhir hidupku. Dan kau telah sangat mengenalku. Jadi, tak ada alasan aku untuk menolakmu.”

    Ddduuummmm…
    Tiba-tiba kulit ular yang dilepaskan oleh Pangeran Sihir itu berkembang menjadi sebuah rumah yang megah dan sangat luas.dan terkagum-kagumlah Bongso karenanya. Selanjutnya, tempat itu dinamakan Desa Tiban asal dari kata ketiban. Artinya, kejatuhan keberuntungan atau beroleh kebahagiaan.

    Babak XII
    Keesokan harinya, tergelarlah suatu pesta meriah dirumah yang megah itu. Para pengiringnya saja beratus-ratus orang yang dari mana entah datangnya, tak seorang pun tahu. Sementara itu, ditempat lain, dirumah keluarga Mak Piah tergelarlah pesta berkabung atas kematian Siti Mayang , putri semata wayang kesayangannya. Mak Piah menangis sejadi-jadinya didepan jasad Siti Mayang.

    Mak Piah: “Huu…uu…Oh, Siti Mayang anakku, mengapa nasibmu begitu menyedihkan?? Kematianmu begitu tragis. Aku ini ibu tamak yang tak memikirkan keselamatan anaknya. Huuuu… Hanya demi memakai lulur emas, kau harus meninggal karena dililit dan dipatuk oleh ular. Huu…uuu… Aku yang membunuh putriku!!”

    Para penduduk desa begitu iba dan ikut berkabung atas kematian salah satu tetangganya.
    Konon, sungai pertemuan Moh Bongso dengan ular sakti itu dipercayai sebagai tempat pertemuan jodoh dan disebut “Sungai Jodoh” hingga sekarang. Banyak orang yang datang berbasuh diri ke situ, hendak mengikuti jejak Moh Bongso. Mereka ingin mendapat jodoh dan ketiban rezeki setelah pulang berendam diri di sungai itu.
    - Selesai -

    BalasHapus
  139. Narator : Di malam natal, orang-orang berjalan dengan wajah yang gembira memenuhi jalan di kota.
    Di jalan itu ada seorang gadis kecil mengenakan pakaian compang-camping sedang menjual korek api.

    Gadis kecil : Selamat malam,permisi bu "Mau beli korek api?" "Ibu, belilah korek api ini."

    Ibu : "Aku tidak membutuhkan korek api, sebab di rumah sudah ada banyak sekali korek api.",kata ibu itu dengan kesal

    Narator : Tidak ada seorang pun yang membeli korek api dari gadis itu.
    Gadis kecil pun ketakutan karena hari sudah mernajak malam
    Tetapi, kalau ia pulang tanpa membawa uang hasil penjualan korek api, akan dipukuli oleh ayahnya.
    Ketika akan menyeberangi jalan. Grek! Grek! Tiba-tiba sebuah kereta kuda berlari dengan kencangnya.

    Gadis kecil : "Aaaaaaaaaaaaaaaaaa! Awaaaaas!" ,teriak gadis kecil itu

    Narator : Gadis itu melompat karena terkejut.
    Pada saat itu sepatu yang dipakainya terlepas dan terlempar entah ke mana.
    Sedangkan sepatu sebelahnya jatuh di seberang jalan.
    Ketika gadis itu bermaksud pergi untuk memungutnya, seorang anak lakilaki memungut sepatu itu lalu melarikan diri.

    Laki-laki : "Asik, aku menemukan barang yang bagus,sebaiknya aku segera pergi.",kata anak itu dalam hati

    Narator : Akhirnya gadis itu bertelanjang kaki.
    Di sekitarnya, korek api jatuh berserakan. Sudah tidak bisa dijual lagi.
    Kalau pulang ke rumah begini saja, ia tidak dapat membayangkan bagaimana hukuman yang akan diterima dari ayahnya.
    Apa boleh buat, gadis itu membawa korek api yang tersisa, lalu berjalan dengan sangat lelahnya.
    Terlihatlah sinar yang terang dari jendela sebuah rumah.
    Ketika gadis itu pergi mendekatinya, terdengar suara tawa gembira dari dalam rumah.

    Di rumah, yang dihangatkan oleh api perapian, dan penghuninya terlihat sedang menikmati hidangan natal yang lezat.
    Gadis itu meneteskan air mata.

    Gadis kecil : "Ketika ibu masih hidup, di rumahku juga merayakan natal seperti ini.",katanya sedih dalam hati.

    Narator : Dari jendela terlihat pohon natal berkelipkelip dan anak-anak yang gembira menerima banyak hadiah.
    Akhirnya cahaya di sekitar jendela hilang, dan di sekelilingnya menjadi sunyi.
    Salju yang dingin terus turun.
    Sambil menggigil kedinginan, gadis itu duduk tertimpa curahan salju.
    Perut terasa lapar dan sudah tidak bisa bergerak.
    Gadis yang kedinginan itu, menghembus-hembuskan nafasnya ke tangan. Tetapi, sedikit pun tak menghangatkannya.

    Gadis kecil : "Kalau aku menyalakan korek api ini, mungkin akan sedikit terasa hangat.",kata gadis itu sambil mengeluarkan sebatang korek api.

    Narator : Kemudian gadis itu menyalakan sebatang korek api dengan menggoreskannya di dinding.
    Crrrs Lalu dari dalam nyala api muncul sebuah penghangat.

    Gadis kecil : "Oh,nyaman sekali hangatnya.",kata gadis itu.

    Narator : Gadis itu mengangkat tangannya ke arah tungku pemanas.
    Pada saat api itu padam tungku pemanaspun menghilang.
    Gadis itu menyalakan batang korek api yang kedua.
    Kali ini dari dalam nyala api muncul aneka macam hidangan.
    Di depan matanya, berdiri sebuah meja yang penuh dengan makanan hangat.

    Gadis kecil : "Wow! Kelihatannya enak sekali.",kata gadis itu girang.

    Narator : Kemudian seekor angsa panggang melayang menghampirinya.
    Tetapi, ketika ia berusaha menjangkau, apinya padam dan hidangan itu menghilang.
    Gadis itu segera mengambil korek apinya, lalu menyalakannya lagi. Crrrs!
    Tiba-tiba gadis itu sudah berada di bawah sebuah pohon natal yang besar.

    Gadis kecil : "Wow! Lebih indah daripada pohon natal yang terlihat dari jendela tadi.",kata gadis tersebut kaget.

    Narator : Pada pohon natal itu terdapat banyak lilin yang bersinar.

    Gadis kecil : "Wah! Sungguh indah sekali cahaya nya!"

    BalasHapus
  140. Narator : Gadis itu tanpa sadar menjulurkan tangannya lalu korek api bergoyang tertiup angin.
    Tetapi, cahaya lilin itu naik ke langit dan semakin redup. Lalu berubah menjadi bintang yang sangat banyak.
    Salah satu bintang itu dengan cepat menjadi bintang beralih.

    Gadis kecil : "Wah, malam ini ada seseorang yang mati dan pergi ke tempat Tuhan,ya... Waktu Nenek masih hidup, aku diberitahu olehnya." ,katanya ]
    sedih karena rindu kepada nenek

    Narator : Sambil menatap ke arah langit, gadis itu teringat kepada Neneknya yang baik hati. Kemudian gadis itu menyalakan sebatang lilin lagi.
    Lalu di dalam cahaya api muncul wujud Nenek yang dirindukannya. Sambil tersenyum, Nenek menjulurkan tangannya ke arah gadis itu.

    Gadis kecil : "Nenek!",teriaknya, serasa mimpi gadis itu melompat ke dalam pelukan Nenek.
    "Oh, Nenek, sudah lama aku ingin bertemu' ",katanya rindu

    Narator : Gadis itu menceritakan peristiwa yang dialaminya, di dalam pelukan Nenek yang disayanginya.

    Gadis kecil : "Kenapa nenek pergi meninggalkanku seorang diri? Jangan pergi lagi. Bawalah aku pergi ke tempat nenek.Aku rindu nenek"

    Narator : Pada saat itu korek api yang dibakar anak itu padam.

    Gadis kecil : "Ah, kalau apinya mati, Nenek pun akan pergi juga. Seperti tungku pemanas dan makanan tadi...",katanya mengerti

    Narator : Gadis itu segera mengumpulkan korek api yang tersisa, lalu menggosokkan semuanya.
    Gulungan korek api itu terbakar, dan menyinari sekitarnya seperti siang hari.
    Nenek memeluk gadis itu dengan erat.
    Dengan diselimuti cahaya, nenek dan gadis itu pergi naik ke langit dengan perlahanlahan.

    Gadis kecil : "Nenek, kita mau pergi ke mana?" "Ke tempat Tuhan berada.",katanya bingung

    Narator : Keduanya semakin lama semakin tinggi ke arah langit.

    Nenek : "Kalau sampai di surga, Ibumu yang menunggu dan menyiapkan makanan yang enak untuk kita.",kata nenek.

    Narator : Gadis itu tertawa senang.
    Pagi harinya. Orang-orang yang lewat di jalan menemukan gadis penjual korek api tertelungkup di dalam salju.

    Orang-orang : "Gawat! Gadis kecil ini jatuh pingsan di tempat seperti ini." "Cepat panggil dokter!",kata mereka panik

    Narator : Orang-orang yang berkumpul di sekitarnya semuanya menyesalkan kematian gadis itu.
    Ibu yang menolak membeli korek api pada malam kemarin menangis dengan keras dan berkata,
    Ibu : "Kasihan kamu, Nak. Kalau tidak ada tempat untuk pulang, sebaiknya kumasukkan ke dalam rumah." ,kata ibu itu menyesal

    Narator :Orang-orang kota mengadakan upacara pemakaman gadis itu di gereja, dan berdoa kepada Tuhan agar mereka berbuat ramah meskipun pada orang miskin.

    BalasHapus
  141. Bagian 1:
    Narator : Tersebutlah sebuah danau yang menjadi saksi sejarah dua insan yang berkelahi mengadu kekuataan masing-masing. Si pahit lidah dan Si mata empat adalah dua jawara yang menjai legenda yang terkenal bagi masyarakat Bnding Agung. Mereka amat disegani lawan-lawannya. Baik Si Pahit Lidah Maupun Si Mata Empat, keduanya merasa paling hebat diantara keduannya hingga datanglah hari dimana keduanya saling beradu kekuatan.
    Si Mata Empat : Ha...ha...ha... sayalah yang paling hebat sejagat ini, tidak ada yang bisa menandingiku.
    Si Pahit Lidah : Hei Si Mata Empat sombong sekali kamu berkata seperti itu. Apakah kamu belum tahu seberapa kuat diriku?
    Si Mata Empat : Saya tidak tahu kekuatanmu.
    Narator : Si Mata Empat berbohong agar dia dapat mengalahkan Si Pahit Lidah.
    Si Pahit Lidah : Kurang ajar sekali kamu tidak mengetahui kekuatanku yang sudah sangat ditakuti oleh masyarakat di sekitar sini.
    Si Mata Empat : Ha... ha...ha... kekuatan dirimu tidak ada seberapanya dengan kekuatan diriku.
    Si Pahit Lidah : Sepertinya kamu tidak takut sedikit pun dengan kekuatan diriku ini dasar Si Mata Empat tidak tahu diri.
    Si Mata Empat : Baiklah bagaimana jika kita beradu kekuatan kit masing-masing. Bagaimana berani tidak kamu dasar Si Pahit Lidah pengecut. Kamu hanya bisa besar mulut saja tapi takut jika kutantang. Ha...ha...ha....
    Si Pahit Lidah : Siapa yang takut dengan tantangan dirimu itu. Aku sama sekali tidak takut.
    Si Mata Empat : Jika kamu tidak takut mari kita bertarung di depan warga kampung untuk menunjukkan pada mereka siapa yang lebih hebat antara kamu atau aku Si Mata Empat ini.
    Si Pahit Lidah : Aku tidak taku sama sekali dengan kekuatanmu itu. Oke... dengan senang hati ku akan terima tantangan dari pengecut seperti dirimu Si Mata Empat yang telah lancang menghina dan diriku yang disegani dan ditakuti, saya akan mencoba seberapa besar kemampuan kamu. Apakah sama besarnya dengan celotehu dari tadi? Dimana kita akan bertanding?
    Si Mata Empat :Lima hari lagi kita akan bertanding didekat Danau Ranau. Bagaimana kau setuju?
    Narator :Mereka pun pergi untuk melatih kemam[uan mereka masing-masing agar tidak kalah dengan musuh mereka dan semakin disegani oleh penduduk desa.

    BalasHapus
  142. Bagian 3
    Narator : Maka tibalah hari- hari yang telah disepakati oleh kedua pihak. Mereka berdua datang dan siap dengan keyakin bahwa mereka dapat mengalahkan musuh mereka.
    Si Mata Empat : Hei kamu Mata Empat kita akan bertanding apa?
    Si Pahit Lidah : Sepertinya kamu sangat yakin dengan kemampuanmu dirimu itu. Karena saya juga yakin akan menang apapun pertandingannya. Saya berikan pada kamu untuk pilih pertarung seperti apa yang akan kita lakukan.Ha...ha...ha....
    Narator : Dengan sangat yakin Si Pahit Lidah menantang Si Mata Empat menentukan pertading seperti apa yang akan dilakukan. Si Pahit Lidah tidak mengetahui apa yang akan terjadi, yang akan menmbuat dirinya dalam bahaya.
    Si Mata Empat : Baiklah. Bagaimana jika kita saling melempar lawan dengan rumpun buah aren.
    Si Pahit Lidah : Bagaimana cara bertandingnya?
    Si Mata Empat : Ha...ha...ha... kita akan bertarung dengan mempertaruhkan nyawa. Bagaimana kamu masih berani wahai Si Pahit Lidah.
    Si Pahit Lidah : Aku tidak takut dengan hal semacam itu. Aku sudah sering bertarung dengan mempertaruhkannya.
    Si Mata Empat : Baiklah jika kamu berani. Caranya, secara giliran keduanya harus tiduran menelungkup dibawah buah aren. Lalu, buah aren yang ada diatas akan dilempar oleh lawan kita. Siapa yang bisa menghindar dari buah aren yang lebat dan berat itu dialah yang akan disebut jawara sejati. Setiap orang diberikan kesempatan sebanyak tiga kali bila buah yang dijatuhkan belum mengenai musuh.
    Si Pahit Lidah : Baiklah aku terima tantangan dari kamu itu. Pertandingan seperti ini si mudah. Ha...ha...ha....
    Narator : Si Pahit Lidah menerima tantangan Si Mata Empat yang menggunakan permainan yang licik yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.
    Si Mata Empat : Baiklah kamu saja yang pertama kali maju karena kamu pasti rtidak bisa membunuhku dengan semudah itu.
    Narator : Karena merasa diremehkan Si Pahit Lidah menantang Si Mata Empat untuk duluan melakukan pertandingan itu karena Si Pahit Lidah sangat yakin dengan kemampunnya itu.
    Si Pahit Lidah : Oh... tentu saja saya akan mengalah bagaimana jika kamu saja yang maju pertama kali karena kamu pasti akan mati ketika ketika aku yang melempar dirimu dengan buah aren tersebut ha...ha...ha....

    BalasHapus
  143. Si Mata Empat : Baiklah karena diantara kita berdua tidak ada yang mau maju untuk pertama bagaimana jika kita menggunakan undin agar lebih adil.
    Narator : Lalu dengan sistam undian yang telah mereka sepakati si Mata Empat mendapat kesempatan pertama untuk dilempar buah aren tersebut oleh si Pahit Lidah. Sesuai namanya, si Mata Empat juga memiliki dua mata lain yang bersa dibelakang kepalanya.
    Si Pahit Lidah : Hei Mata Empat hari ini dan disinilah kamu akan mati ditangan diriku Pahit Lidah.
    Si Mata Empat : Sudahlah kamu tidak usah banyak bicara. Cepat lakukan dengan kemampuan terbaikmu agar kamu tidak menyesal diakhirat nantinya.
    Narator :Mendengar perkataan Mata Empat membuat si Pahit Lidah semakin geram dan semakin naik pitam.
    Si Pahit Lidah : Selamat tinggal untuk selamanya Mata Emapat.
    Narator : Dengan tenang si Mata Empat menelungkup di bawah pohon. Cring...byar...buah aren berhasil dipotong dan dijatuhkan oleh si Pahit Lidah. Tentu saja si Mata Empat bisa melihat arah jatuhnya buah aren tersebut. Mata di belakang kepala si Mata Empar dapat melihat arah jatuhnya ke arah Mata Empat. Dengan mudahnya Mata Empat menghindar dai runtuhan buah aren tersebut.
    Si Mata Empat :Ha...ha...ha... apakah hanya itu saja kemampuan dirimu itu saja kemampuanmu hai Pahit Lidah. Ternyata kamu tidak sekuat yang dikatakan oleh warga kampung.
    Si Pahit Lidah : Kurang ajar ternyata kamu belum mati juga.
    Narator :Pahit Lidah yang telah termakan oleh kata-kata Mata Empat, memotong buah aren yang lebih besar. Tapi si Mat Empat kembali dapat menghindar lagi dari arah jatuhnya buah aren tersebut. Kesempatan yang ketiga pun gagal.
    Si Mata Empat : Wahai Pahit Lidah saya kasih kamu kesempatan satu kali lagi untuk menunjukkan kemampuanmu.
    Narator : tapi sayangnya kesempatan yang terkhir itu pun gagal. Dengan perasaan yang sangat kecewa si Pahit Lidah turun dari pohon aren tersebut. Kini giliran si Mata Empat untuk memanjat pohon aren tersebut. Dengan secepat kilat si Mata Empat memanjat pohot aren tersebut. Dan si Pahit Lidah menelungkupkan badannya dibawah rumpun pohon tersebut.
    Si Mata Empat : Wahai Pahait Lidah apakah kamu sudah siap untuk mati ditanganku ha...ha...ha...
    Si Pahit Lidah : Jangan Banyak oceh kamu. Cepat potong buahnya.
    Narator : Mata Empat dengan alat yang telah dia siapkan memotong buah aren tersebut dan gugusan bauh aren tersebut meluncur deras kearah Pahit Lidah. Pahit Lidah tidak mengetahui hal terbut. Badannya tetap berada tepat diatas luncuran buah aren tersebut. Ia tidak menghindah.
    Si Pahit Lidah :Akhhh....
    Narator :Buah aren yang besar itu tepat menimpa si Pahit Lidah. Tubuhnya bersimbah darah dan ia pun mati seketika.
    Si Mata Empat :Ha...ha...ha...ternya kamu tidaklah sehebat apa yang dikatakan oleh warga kampung.
    Narator : Namun rasa ingin tahu Si Mata Empat muncul, mengapa lawannya itu mendapat julukn pahit lidah. Apakah lidahnya benar-benar pahit. Karena sangat penasaran, ia menmasukan jarinya kedalam mulut Pahi t Lidah. Setelah itu, diecapnya jajarinya sendiri yang sudah terkena liur si Pahit Lidah.
    Si Mata Empat : Benar, rasanya pahit sekali. Lebih pahit dari akar brotoali.
    Narator : Rupanya itu racun yang mematikan. Si Mata Empat pun mengerang-erang kesakitan memgangi tenggorokannya. Tapi mau dikata. Si Mata Empat pun akhirnya tewas. Akibat terlalu sombong dan anggku. Merasa dirinya yang paling hebat di dunia ini, padahal ada pepatah yang mengatakan diatas langit masih ada langit.

    BalasHapus
  144. Legenda Pesut Mahakam

    Babak 1
    Adegan 1
    Alkisah, di sebuah dusun di Rantau Mahakam, Kalimantan Timur, hiduplah sebuah keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, serta seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Keluarga tersebut senantiasa hidup rukun dan damai dalam sebuah pondok yang sederhana. Sang Ayah seorang kepala rumah tangga yang arif dan bijaksana, sedangkan sang Ibu sangat terampil dan cekatan dalam mengatur usuran rumah tangga. Kebutuhan hidup mereka dapat tercukupi dari hasil menanam berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran di kebun.
    Pada suatu hari, sang Istri terserang sebuah penyakit aneh. Sudah banyak tabib yang telah mengobatinya, namun penyakitnya tak kunjung sembuh hingga akhirnya ia meninggal dunia. Sejak itu, kehidupan keluarga tersebut menjadi berantakan dan tak terurus lagi. Sang Ayah dan kedua putra dan putrinya terus terlarut dalam kesedihan. Sang Ayah menjadi pemurung dan suka bermalas-malasan, sedangkan kedua anaknya kelihatan bingung, tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Melihat kondisi tersebut, para sesepuh dusun berusaha untuk membujuk mereka agar tidak larut dalam kesedihan dan sang Ayah kembali mencari nafkah seperti biasanya.

    Sesepuh Desa: “Sudahlah, Pak! Hilangkanlah kesedihanmu itu dan kembalilah bekerja seperti biasanya! Lihatlah kedua anakmu itu, mereka semakin kurus karena kurang makan!”
    Ayah : ……… ( hanya diam tanpa reaksi)

    Rupanya, nasehat-nasehat tersebut tidak pernah ia hiraukan. Keadaan tersebut berlangsung hingga satu musim, yaitu sejak musim tanam hingga musim panen. Seperti biasanya, setiap musim panen tiba, penduduk dusun tersebut mengadakan pesta adat yang diisi dengan beraneka macam pertunjukan ketangkasan dan kesenian selama tujuh hari tujuh malam.

    Adegan 2
    Orang desa 1 : “ Kamu ikut gak kepasta adat tahun ini?” (seraya menyapa).
    Orang desa 2 : “ Iya lupakanlah sejenak kesedihanmu itu.”(mencoba merayu).
    Ayah : “yah… saya juga belum tahu. Malas rasanya menggerakkan badan ini untuk pergi keluar rumaha tanpa ditemani seorang istri.” (dengan nada lembut).
    Orang desa 1 : “yah sudah. Tapi katanya acara tahun ini ada yang berbeda.”
    Ayah : “Apanya yang berbeda?”(sedikit heran)
    Orang desa 2 : “Dalam perunjukan seni tahun ini, ada seorang gadi cantik yang pandai menari.
    Orang desa 1 : “jadi kamu mau ikut atau tidak?”(bertanya heran)
    Ayah : “………” (diam termenung)
    Orang desa 1 : “ Loh ditanyain kok diam. Yah sudah kami duluan dulu mau kesawah.”(serayameninggalkan)

    BalasHapus
  145. Babak 2
    Adegan 1
    Hari yang ditunggu pun tiba. Pesta tahunan yang diadakan setahun sekali itu berlangsung meriah. Namun, kemeriahan pesta ternyata belum mampu menghibur hati keluarga tersebut, terutama sang Ayah. Tapi, begitu mendengar kabar bahwa dalam pertunjukan seni tersebut ada seorang gadis cantik yang pandai dan gemulai menari, hati sang Ayah langsung tergerak ingin menyaksikan pertunjukan tersebut. Dengan penuh semangat, ia berjalan mendekati tempat pertunjukan di mana gadis itu akan menari. Ia sengaja berdiri paling depan agar dapat menyaksikan tarian serta wajah gadis itu dengan jelas.

    Orang desa 1 : “ Wah ternyata kamu ikut juga yah”
    Ayah : …… (hanya melmpar senyum).
    Orang desa 2 : “Pasti kamu datang hanya ingin melihat gadis penari yang aku ceritakan kemarin yah.”(menggoda)
    Ayah : “Nggak… Saya cuma ingin cari angin kebetulan lagi ada pertunjukan tari jadi, saya kesini saja.”(menjawab).
    Orang desa 1 : “Oooo… yah sudah nikmati saja pertunjukannya.”


    Adegan 2
    Beberapa saat kemudian, pertunjukan pun dimulai. Perlahan-lahan gadis cantik itu memasuki panggung seraya memainkan tariannya. Gerakan tubuhnya yang lemah lembut dan gemulai benar-benar mengundang decak kagum para penonton. Lain halnya dengan sang Ayah, ia hanya sesekali tersenyum. Pandangan matanya senantiasa tertuju kepada wajah cantik gadis itu tanpa bergeming sedikit pun. Suatu saat, tiba-tiba pandangan gadis itu tertuju kepadanya sambil melemparkan senyum manisnya. Pada saat itulah, jantung sang Ayah berdetak kencang. Rupanya, ia jatuh hati kepada gadis itu, begitu pula sebaliknya

    Ayah : “……….”(melmpar senyum).
    Gadis : “ ………”(tersipu malu).

    Adegan 3
    Usai pertunjukan, para penonton membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing. Sementara sang Ayah tidak beranjak dari tempatnya berdiri, karena ingin bertemu dengan gadis cantik itu. Tak berapa lama kemudian, gadis itu turun dari panggung dan menghampirinya. Setelah berkenalan, mereka pun mengungkapkan perasaan masing-masing dan bersepakat untuk menikah.

    Ayah : “ Sejak awal abang melihat adik. Abang langsung jatuh cinta. Kalau boleh tahu, nama adik siapa?”(merayu)
    Gadis : “ Dewi. Nama saya dewi bang. Dewi juga jatuh cinta sama abng.”( menjawab dengan malu-malu)
    Ayah : “Abang sudah mempunyai dua orang anak. Apakah Adik bersedia untuk membantu Abang merawat mereka?”
    Gadis/Dewi : ““Tentu saja, Bang! Adik berjanji akan menyayangi mereka sama seperti anak kandung Adik sendiri,”

    BalasHapus
  146. Babak 3
    Adegan 1
    Setelah mendapat restu dari para sesepuh kampung, akhirnya mereka pun menikah. Pernikahan mereka dilangsungkan sepekan setelah pesta adat tersebut. Setelah menikah dengan gadis itu, sang Ayah tidak pernah lagi murung dan bermalas-malasan, dan begitu pula kedua anaknya. Keluarga itu telah menemukan kembali suasana kedamaian yang pernah dulu mereka rasakan.
    Namun, baru beberapa bulan saja keharmonisan itu berlangsung, keluarga itu kembali diguncang prahara. Sang Ibu tiri ternyata mengingkari janjinya untuk menyayangi kedua anak tirinya. Sifat dan perilakunya tiba-tiba menjadi benci kepada mereka. Sang Ayah yang mengetahui perilaku istrinya tersebut tidak dapat berbuat apa-apa karena ia sangat mencintainya. Sejak itu, segala urusan rumah tangga ditangani oleh sang Ibu tiri. Setiap hari ia menyuruh kedua anak tirinya mencari kayu bakar di hutan, bahkan ia sering menyuruh mereka untuk mengerjakan hal-hal di luar kemampuan mereka.
    Pada suatu hari, sang Ibu menyuruh kedua anak tirinya untuk mencari kayu bakar di hutan dengan jumlah cukup banyak.

    Adegan 2
    Ibu tiri/Dewi : “Hai, pemalas! Carilah kayu bakar ke hutan! Kalian harus mengumpulkan kayu bakar yang jumlahnya tiga kali lipat dari yang kalian peroleh kemarin. Ingat, jika kalian pulang sebelum mengumpulkan kayu sebanyak itu, maka kalian tidak akan mendapat makan hari ini!”(sambil membentak dan mengancam)
    Kakak :“Maaf, Bu! Untuk apa kayu bakar sebanyak itu? Bukankah kayu bakar masih banyak? Kalau kayunya mau habis barulah kami mencarinya lagi.”
    Ibu tiri/Dewi : “Dasar anak pemalas! Rupanya, kalian sudah mulai berani membantah Ibu ya? Awas nanti saya laporkan kepada ayah kalian, bahwa kalian pemalas!” (mengancam).
    Adik : “Sudahlah, Bang! Kita turuti saja perintah Ibu! Tidak ada gunanya kita membantah, karena kita tetap akan dipersalahkan,”(dengan suara pelan).

    Adegan 3
    Setelah menyiapkan beberapa perlengkapan, berangkatlah mereka ke hutan untuk mencari kayu bakar. Setibanya di hutan, mereka segera mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya tanpa mengenal lelah. Namun, hingga hari menjelang sore, mereka belum mengumpulkan kayu bakar sebanyak yang diminta ibu tiri mereka. Karena takut dimarahi, akhirnya mereka memutuskan untuk menginap di tengah hutan.
    Keesokan harinya, kedua anak itu kembali mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya. Namun, ketika hari menjelang siang, kedua anak itu tiba-tiba tergeletak di tanah, karena tidak kuat lagi menahan rasa lapar. Untungnya, ada seorang kakek yang sedang melintas di tempat itu dan segera menolong mereka. Kakek itu mengangkat mereka ke bawah sebuah pohon yang rindang seraya mengipas-ngipas mereka. Hingga mereka pun sadar.

    Kakak : “Kita di mana? Kenapa berada di tempat ini?” (heran)
    Adik : “Tidak tahu kak.”
    Kakak : “ Haha!!!!” (terkejut). “Kakek siapa?”( heran).
    Kakek : “Tenang, Cucuku! Kakek yang telah membawa kalian ke tempat ini. Kakek menemukan kalian sedang tergeletak tidak sadarkan diri di tengah hutan ini. Kalian siapa dan apa yang kalian lakukan di tempat ini?” (bertanya heran).

    BalasHapus
  147. Adegan 4
    Setelah berterima kasih, kedua anak tersebut segera menuju ke arah rimbunan pohon. Betapa senangnya hati mereka ketika tiba di tempat yang dimaksud. Mereka mendapati beraneka jenis pohon yang sedang berbuah. Badan mereka pun kembali segar.
    Setelah itu, mereka kembali mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya dengan penuh semangat. Sebelum senja tiba, mereka telah berhasil mengumpulkan kayu sebanyak yang diminta ibu tiri mereka. Kayu-kayu tersebut mereka angkut sedikit demi sedikit pulang ke rumah. Setelah menyusun kayu-kayu di kolong rumah, mereka segera naik ke rumah ingin melapor kepada sang Ibu tiri. Betapa terkejutnya mereka ketika mendapati seluruh isi rumah telah kosong.

    Adik : “Kak kemana semua penghuni rumah.”(heran)
    Kakak : “Adikku! Ayah dan Ibu telah pergi meninggalkan kita! Lihatlah semua harta benda di rumah ini telah mereka bawa serta!”(menjelaskan).

    Menyadari hal itu, si anak perempuan menjadi sedih dan menangis dengan sekeras-kerasnya. Ia sedih karena ia tahu bahwa ibu tirinya telah memengaruhi ayah mereka untuk pergi dari rumah. Tak berapa lama kemudian, para tetangganya pun berdatangan untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi.

    Adegan 5

    Adik : “hu…hu..”(menangis tersedu-sedu)
    Kakak : “ Sudah dik. Jangn menangis lagi nanti kita sama-sama cari dimana ayah berada.” (bujuknya)
    Adik : “ Benarkah???”
    Kakak : “ Benar. Nanti kita cari sama-sama.”
    Warga desa 1 : “ Kenapa? Apa yang terjadi?”
    Warga desa 2 : “Iya , kenapa adikmu menangis?.”(heran)

    Banyak petanyaan muncul dari mulut para warga hingga anak laki-laki pun menceritakan semua peristiwa yang mereka alami. Mereka juga memberitahu kepada warga bahwa mereka bersikeras untuk pergi mencari orang tua mereka

    Babak4
    Adegan 1
    Keesokan harinya, kedua anak malang itu berangkat mencari orang tua mereka. Beberapa tentangga yang iba memberi mereka bekal makanan di perjalanan. Selama tiga hari mereka berjalan, tibalah mereka di tepi Sungai Mahakam. Mereka melihat asap api mengepul di sebuah pondok yang terletak di tepi sungai. Segera mereka kesana dan mendapati seorang kakek sedang duduk-duduk di depan pondok.

    Kakak : “Maaf, Kek! Boleh kami bertanya kepada Kakek?.”
    Kakek 2 : “Apa yang bisa kubantu, cucuku?”
    Kakak : “Maaf, Kek! Kami sedang mencari kedua orang tua kami. Apakah Kakek pernah melihat seorang laki-laki setengah bayah dan seorang perempuan yang masih muda lewat di sini?"
    Kakek 2 : “Iya seingat kakek sepertinya beberapa hari yang lalu memang ada sepasang suami-istri yang lewat disini sambil membawa barang yang banyak. Bahkan, mereka sempat mampir di gubuk kakek untuk meminta air minum, karena kehausan.”
    Kakak & adik : “Tidak salah lagi, mereka adalah orang tua kami, Kek!” (semangat)
    Adik : “Apakah Kakek tahu ke mana tujuan mereka?”(heran)
    Kakek 2 : “Kalau tidak salah, waktu itu mereka berkata akan menetap di seberang sungai sana,”

    BalasHapus
  148. Adegan 2
    Mendengar penjelasan itu, kedua anak itu segera menuju ke seberang sungai dengan menggunakan perahu milik kakek itu. Setibanya di seberang sungai, mereka menemukan sebuah pondok kecil yang masih baru tidak jauh dari sungai. Dari dalam pondok itu, asap api tampak mengepul.

    Kakak : “Aku yakin, Ayah dan Ibu pasti ada di dalam pondok itu!!!.”(semangat)
    Adik : “Kakak benar! Lihatlah baju yang di jemur di samping pondok itu. Bukankah itu baju Ayah yang dulu pernah Adik jahit?”(menunjuk kerumah pondok )
    Kakak& adik : “Ayah...! Ibu...! Kami datang!” (berlari menuju pondok)

    Adegan 3
    Berkali-kali mereka berteriak memanggil, namun tidak mendapat jawaban. Akhirnya mereka memberanikan diri memasuki pondok itu. Alangkah senangnya hati mereka karena ternyata barang-barang yang terdapat di dalam pondok itu adalah milik ayah mereka. Melihat asap masih mengepul di dapur, sang Kakak segera memeriksanya. Namun, ketika masuk ke dapur, ia hanya mendapati sebuah panci berisi nasi yang sudah menjadi bubur di atas api. Karena kelaparan, mereka langsung melahap nasi bubur yang masih panas tersebut sampai habis.
    Beberapa saat kemudian, tiba-tiba kedua anak itu merasakan sesuatu yang aneh. Suhu badan mereka tiba-tiba meningkat dan rasanya panas sekali bagaikan terbakar api. Dengan panik, kedua anak itu berlari ke tepi sungai, mereka langsung terjun ke dalam air.

    Adik : “Kak, sepertinya tubuhku ada yang aneh. ” (panik)
    Kakak : “Iya. Badan kakak juga ada yang aneh.”
    Adik : “Kak badan aku panas. Panas sekali aku gak tahan.”
    Kakak : “Cepat kita cari air untuk mendinginkan tubuh.”
    Adik : “Kita berendam di sungai saja kak.”
    Kakak : “terserah. Yang penting kita gak kepanasan lagi. (berlari menuju sungai)
    Adik : “Kak badan aku kok keluar siripnya???” (heran)
    Kakak : “Kakak juga nggak tahu dik. Badan kakak juga begitu.”
    Tak berapa lama kemudian, kedua anak itu menjelma menjadi dua ekor ikan yang kepalanya menyerupai kepala manusia. Sementara itu, ayah dan ibu tiri kedua anak itu baru saja pulang dari ladang. Betapa terkejutnya sang Ayah ketika masuk ke dalam pondoknya, ia menemukan sebuah bungkusan dan dua buah mandau milik anaknya. Tanpa berpikir panjang, ia bergegas turun dari pondok untuk mencari kedua anaknya dengan mengikuti jalan menuju sungai. Setibanya di tepi sungai, ia melihat dua ekor ikan yang bergerak ke sana kemari di tengah sungai sambil sekali-sekali muncul di permukaan dan menyemburkan air dari kepalanya. Ketika ia akan memberitahukan hal itu kepada istrinya, ternyata sang Istri telah menghilang secara gaib. Akhirnya, lelaki setengah baya itu pun sadar bahwa istri barunya itu bukanlah manusia biasa.Sang Ayah pun sangat menyesal karena telah menelantarkan kedua anaknya, sehingga berubah menjadi ikan.

    BalasHapus
  149. Mendengar kabar tersebut, penduduk di sekitarnya berbondong-bondong ke tepi Sungai Mahakam untuk menyaksikan kedua ekor ikan yang kepalanya mirip dengan kepala manusia tersebut. Mereka memperkirakan bahwa air semburan kedua makhluk tersebut sangat panas dan dapat mematikan ikan-ikan kecil di sekitarnya. Oleh masyarakat Kutai, ikan penjelmaan kedua anak tersebut mereka namai ikan Pasut atau Pesut, sedangkan masyarakat di pedalaman Mahakam menamainya ikan Bawoi.

    BalasHapus
  150. Karya : Vicky
    no : 45

    Babak 1
    Asal usul Gunung Tangkuban Perahu
    Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.
    Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana.
    Adegan 1
    1.Dayang Sumbi: Ehmm…(sambil merenung dan menenun). Kapan aku dapat mempunyai seseorang yang dapat menemani dan menghabiskan hari-hari dengan menyenangkan (berkata sendiri,sambil menyengir)alias suami yang baik.
    Adegan 2
    Tidak sengaja Dayang Sumbi menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah.

    2. Dayang Sumbi: Aduh…!!!(sambil marah) bagi siapapun yang mau mengambilkan pintalan benang ku yang berada di bawah sana, aku bersumpa akanku nikahi dia.
    Adegan 3
    Kemudian datanglah seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan Dayang Sumbi.
    3. Tumang : Guk..guk..!!!(sambil memberikan pintalan benang)
    4. Dayang Sumbi : Ha..!Seekor anjing yang telah mengambilkan pintalan benangku (sambil terkejut dan tidak percaya) Apakah mungkin?
    5. Tumang : Apakah pintalan benang ini milikmu? Selain itu, kalau aku tidak
    salah dengar kau bersumpah bagi siapa saja yang mau mengambilkan pintalanmu ini akan kau nikahi. Apakah itu benar?
    6. Dayang Sumbi : Hah, Anjing bisa berbicara? Apakah aku menghayal?(terlihat kebingungan dan tidak percaya).
    7. Tumang : Tak usah takut, aku ini adalah anjing sakti dan bagaimana dengan sumpahmu tadi?
    8. Dayang Sumbi : Baiklah aku tidak akan mengikari sumpahku. Aku akan menikahi
    kamu.

    BalasHapus
  151. Babak 2
    Adegan 4
    Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring selalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan suatu pesta.
    9. Dayang Sumbi : Sangkuriang anakku, tolong kau carikan daging rusa di hutan.
    10. Sangkuriang : Baiklah ibu. Ayo tumang kita pergi.
    Adegan 5
    Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya.
    11. Sangkuriang : Bagaimana ini sudah lama aku di hutan tetapi aku tidak melihat satu ekor rusa pun? (dengan wajah murung). Pokoknya aku tidak akan mengecewakan ibu. Baiklah, inilah satu-satunya jalan.
    Tumang! (sambil melihat ke arah Tumang dengan senang).
    12. Tumang : (berkata dalam hati) tidak ku sangka anakku tega membunuhku, walaupun sebenarnya aku belum memberitahu dia. Sudahlah,aku pasrah saja, aku rela mati demi anakku ini.
    13. Sangkuriang : Ini demi ibu, (berteriak sambil mengarahkan sebatang panah ke
    arah Tumang).
    Adegan 6
    Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. Dayang Sumbi yang mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
    14. Dayang Sumbi : Hebat kamu Sangkuriang, kau memang anak Ibu yang hebat.
    15. Sangkuriang : (tersipu malu) biasa saja Bu, itu kan mudah.
    16. Dayang Sumbi : (setelah pesta usai, teringat Tumang) Oh iya, sayang dimana
    tumang.
    17. Sangkuriang : (merasa ketakutan) tadi ada kok Bu.
    18. Dayang Sumbi : (merasa gelisa) Cepat cari, Sangkuriang.
    19. Sangkuriang : (kehabisan akal) sebenarnya Bu, daging yang aku bawa tadi itulah Tumang. (berbicara dengan pelan). Soalnya, di hutan tadi tidak ada binatang satupun yang lewat, apalagi rusa. Jadi, daripada ibu kecewa Tumang saja yang ku buruh.(berbicara dengan santai).
    20. Dayang Sumbi : (menjadi murka) Apa….? Sangkuriang kau tega sekali membunuh
    ayahmu sendiri. Perilakumu itu tidak dapat kumaafkan. Inilah balasannya (seperti kehilangan akal sehat sambil memukulkan
    tongkat tepat di kening Sangkuriang).
    21. Sangkuriang : Ahhh…!!!(terkejut, terdiam).(jatuh dan pingsan sejenak).
    22. Dayang Sumbi : Pergi kau Sangkuriang, kau bukan anak Ibu lagi (dengan marah).
    23. Sangkuriang : Ibu jahat (sambil menangis, kemudian berlari menjauh dari
    Dayang Sumbi).

    Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Tapi pukulan Dayang Sumbi meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.

    BalasHapus
  152. Babak 3
    Adegan 5
    Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya.
    24. Sangkuriang : Hai, nona cantik. Bolehkah saya tahu namamu?
    25. Dayang Sumbi : boleh, namaku Dayang Sumbi dan namamu siapa?
    26. Sangkuriang : Namaku Sangkuriang nona cantik, ketika melihat wajahmu pertama kali aku merasa terpesona dan jatuh hati padamu nona. Maukah kau menjadi istriku?
    27. Dayang Sumbi : Ha (terkejut mendengar nama itu sambil mengingat anaknya)tetapi seperti dia bukan anakku, sebab aku tahu ada bekas luka di kening anakku(berkata dalam hati). Baiklah aku setuju.
    28. Sangkuriang : Benarkah itu, baikla kita bicarakan lebih dalam tentang pernikahan ini. (sambil berjalan dan mengusap keningnya).
    29. Dayang Sumbi : (tidak sengaja melihat kening Sangkuriang, sambil berkata dalam Hati). Ah tidak mungkin tanda itu, tidak salah lagi itu pasti anakku Sangkuriang. Bagaimana ini aku harus mengagalkan pernikahan ini(sambil berpikir serius). Baiklah aku akan mengajukan syarat yang tidak mungkin di penuhi oleh Sangkuriang? Sangkuriang(memanggil sangkuriang).
    30. Sangkuriang : Ada apa sayangku?
    31. Dayang Sumbi : Kalau kau mau menikahi aku, kau harus memenuhi persyaratan ku.
    32. Sangkuriang : Baiklah apa itu, aku pasti aku akan memenuhi semuanya.
    33. Dayang Sumbi : Syaratnya adalah kau harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing. Apakah kau bisa? (merasa yakin).
    34. Sangkuriang : Baikalah aku akan melakukan hal tersebut demi kamu dan lihatlah besok kau akan menjadi milikku.

    BalasHapus
  153. Babak 4
    Adegan 6
    Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.
    35. Dayang Sumbi : Bagaimana ini ternyata anakku memiliki kekuatan sakti pantas saja dia berani menerima syarat ku ini. (sambil bedoa) Dewa-dewa di khayangan tolong gagalkan rencana Sangkuriang dan cepatla datangnya pagi.
    36. Dayang Sumbi : Baiklah aku akan menggunakan kekuatan magis yang kumiliki untuk mempercepat fajar.
    Adegan 7
    Ayam pun mulai berkokok menandakan bahwa pagi mulai datang. Kemudian tersenyumlah Dayang Sumbi melihat Sangkuriang tidak bisa menunaikan janjinya.
    37. Sangkuriang : Cepat sekali menjelang pagi aku harus segera menyelesaikannya. (terlihat gelisa). Hah sudah tidak bisa lagi, aku gagal. Itu tidak mungkin terjadi. (terlihat sangat marah dan murka).

    Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama "Tangkuban Perahu.

    BalasHapus
  154. Semangka Emas

    Babak I
    Adegan 1.1
    Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang saudagar kaya raya bernama Sambassan dua anak bernama Muzakir si sulung dan Dermawan si bungsu.
    Sambas :”Saya akan membagikabn harta saya pada kalian.”
    Mereka terlihat senang dan oleh karena itu mereka membeli rumah sendiri.
    Saudagar :”Saya akan membagi harta saya kepada kalian.”
    Muzakir :”Saya akan membeli peti besi untuk menyimpan harta saya.”
    Adegan 1.2
    Setelah muzakir membeli peti besi, dia bertemu dengan orang-orang miskin.
    Orang miskin :”Saya boleh minta sedikit uangnya, pak”
    Muzakir :”Bila kamu tidak pergi dari sini saya akan panggil penjaga”
    Adegan 1.3
    Kemudian orang miskin pergi ke rumah Dermawan
    Dermawan :”Ada yang saya bisa bantu pak?”
    Orang miskin :”Maaf pak, kami belum makan dari tiga hari yang lalu.”
    Dermawan :“Ya, silakan masuk ke rumah.”
    Adegan1.4
    Lalu Dermawan pergi ke dapur
    Dermawan :”Maaf ini ada sedikit makanan untuk kalian.”
    Orang miskin :”Wah, terima kasih pak!”
    Dermawan :”Jangan sungkan-sungkan!”
    Adegan 1.5
    Setelah orang-orang itu selesai makan
    Orang miskin :”Terima kasih pak atas semua yang diberikan.”
    Dermawan :”Ya, tapi ini ada sedikit uang dan tolong diterima .”
    Orang miskin :”Bapak baik sekali. Setelah diberi makan, diberi uang pula. Sungguh mulia hati Bapak!”
    Dermawan :”Kita sebagai makhluk manusia harus saling tolong-menolong.”
    Adegan1.6
    Setelah kejadian itu, orang miskin datang berkali-kali hingga dia jatuh miskin
    Dermawan :”Wah, bahaya ini uangku semakin habis.”
    Petugas :”Bapak harus membayar biaya telepon, air, dan listrik.”
    Dermawan :”Baik, ini pak.”
    Babak II
    Adegan 2.1
    Tak lama di rumah Muzakir
    Petugas :”Ya, sampai jumpa.”
    Dermawan :”Bahaya uangku yang cuma segini tidak cukup untuk membayar biaya bulan depan.”
    Adegan2.2
    Tak lama kemudian.
    Dermawan :”Terpaksa aku harus pindah ke rumah yang lebih kecil dan harus mencari kerja.”
    Babak III
    Adegan3.1
    Berita ini pun didengar oleh Muzakir
    Penjaga :”Maaf pak, saya mau lapor.”
    Muzakir :”Ada apasampai kau ganggu waktuku?”
    Penjaga :”Maaf saya mendengar berita bahwa saudara anda telah jatuh miskin.”
    Muzakir :”Bernarkah itu?”
    Penjaga :” Ia pak, saya dengar bahwa dia selalu memberikan sedekah pada orang miskin.”
    Muzakir :”Ha…ha…ha…. Itulah akibatnya orang yang membuang harta.”
    Adegan 3.2
    Pada suatu hari di rumah Dermawan ada seekor burung yang jatuh.
    Dermawan :”Kasihan burung ini, sayapnya patah.”

    BalasHapus
  155. Burung :”Cit…cit…cit…!”
    Adegan 3.3
    Dermawan pun mengobatinya dan memberinya makan.
    Dermawan :”Ini ada makan untukmu burung, makanlah.”
    Burung :”Cit…cit…cit…!”
    Adegan 3.4
    Burung itu pun makan.
    Dermawan :”pergilah terbang ke alammu dan carilah teman-temanmu.”
    Burung itu pun pergi dan kembali ke rumah dermawan keesokan harinya dengan membawa sebuah biji.
    Dermawan :”Ha…ha…ha….Terima kasih ya burung.”
    Burung :”Cit…cit…cit…!”
    Adegan3.5
    Dermawan senang menerimannya.
    Dermawan :”Baiklah saya anggap ini sebagai ucapan terima kasih dari kamu.”
    Burung :”Cit…cit…cit…!”
    Dermawan pergi ke belakang rumahnya.
    Dermawan :”Saya akan menanamnya disini.”
    Bbabk IV
    Adegan4.1
    Tiga hari kemudian tumbuhlah pohon semangka.
    Dermawan :”Wah, ini pasti akan tumbuh banyak buah!”
    Lalu Dermawan berpikir.
    Dermawan :”Jika buahnya ada yang lebih saya akan sedekahkan.”
    Tetapi aneh pohonya banyak daun tetapi yang berbuah hanya satu.
    Dermawan :”Wah, buah semangka ini besar sekali.”
    Adegan 4.2
    Dermawan pun memetiknya dan membuka isi semangka.
    Dermawan :”Mengapa isi yang sebeesar ini hanya pasir kuning.”
    Lalu Dermawan memperhatikannya
    Derwaman :”Astaga, ternyata ini emas urai murni.”
    Adegan 4.3
    Dermawan pun menjadi senang dan dia melihat burung itu di luar rumah dia.
    Dermawan :” Terima kasih! Terima kasih!”
    Burung itu pun pergi dan tak kembali
    Dermawan :”Dengan ini saya dapat membeli rumah yang besar dan pekrangan yang luas.”
    Keesokkan harinya
    Orang miskin :”Bleh minta sedekahnya.”
    Dermawan :”Tentu boleh silakan masuk!”
    Seperti biasa dermawan member makan dengan sedikit uang pada mereka
    Dermawan :”Dengan adanya pekarangan yang luas saya tidak akan jauth miskin lagi.”
    BbakV
    Adegan 5.1
    Di tempat Muzakir
    Penjaga :”Maaf pak saya dengar Dermawan kaya lagi.”
    Muzakir :”Apa?Mengapa bisa begitu?”
    Penjaga :”Saya tidak tahu, pak.”
    Muzakir :”Bodoh kamu.”
    Penjaga :”…”
    Muzakir :”Pergi kamu.”
    Muzakir pun pergi ke rumah Dermawan
    Dermawan :”Silakan masuk Muzakir!”
    Muzakir :”Ya.”
    Dermawan :”Ada gerangan apa kakak sampai mau dating.”
    Muzakir :”Tidak saya hanya ngin mau berkunjung kemari.”
    Dermawn :”Oh, silakan keliling rumah sayaa1”

    BalasHapus
  156. Adegan5.2
    Setelah Muzakir melihat-lihat rumahnya.
    Muzakir :”Omonng-omong , kau mendapat uang sebanyak ini dari mana?”
    Dermawan :”Oh, begini ceritanya.”
    Kemudian Dermawan menceritakannya.
    Muzakir :”Oh, begitu ya.”
    Dermawan :”Ya, itu semua aneh.”
    Muzakir :”Sepertinya aku harus pulang sekarang karena aku ada urusan.”
    Adegan 5.3
    Muzakir pulang ke rumahnya.
    Muzakir :”Penjaga…penjaga….”
    Penjaga :”Ia pak.”
    Muzakir :”Panggil semua penjaga ke sini.”
    Penjaga :”Ia ,pak.”
    Sesaat kemudian saat semua penjaga dating.
    Semua penjaga :”Ia, pak.”
    Muzakir :”Kalian cepat cari burung yang patah kaki atau patah sayapnya.”
    Semua Penjaga :”Baik, pak.”
    Muzakir :”Aku kini bias lebih kaya dari Dermawan.”
    Adegan 5.4
    Satu minggu kemudian.
    Muzakir :”Semua penjaga kesini.”
    Semua penjaga :”Ia, pak.”
    Muzakir :”Mana burung yang saya suruh cari?”
    Semua penjaga :” Maaf pak kami tidak menemukannya.”
    Muzakir :”Bodoh kalian.”
    Akhirnya Muzakir berpikir hingga tidak bisa tidur, tapi keesokan harinya
    Muzakir :”Penjaga…penjaga….”
    Semua penjaga :”Ia, pak.”
    Mizakir :”Sekarang kalian cari burung dengan apitan.”
    Adegan 5.5
    Semua penjaga :”Baik, pak.”
    Muzakir :”Dan ingat tidak boleh gagal lagi jika gagal akan kupecat.”
    Semua penjaga :”Ia, pak.”
    BabakVI
    Adegan 6.1
    Beberapa hari kemudian.
    Penjaga :”Maaf pak saya mau lapor bahwa saya menemukannya.”
    Muzakir :”Bagus gajimu aan kunaikkan dua puluh persen.”
    Penjaga :”…”
    Muzakir :”Sekarang antar aku ke sana.”
    Penjaga :”Baik, pak.”
    Adegan6.2
    Muzakir ke sana dan berpura-pura baik.
    Muzakir :”Burung kasihan dirimu, baiklah akan ku tolon kau.”
    Burung :”Cit…cit…cit….”
    Muzakir menolongnya dan ia mendapatkan biji beberapa hari kemudian.
    Muzakir :”Wah, aku akan kaya!”
    Biji itupun tumbuh menjadi pohon semangka dan lebih besar dari semangka Dermawan.
    Muzakir :”Penjaga…penjaga….”
    Adegan6.3
    Semua penjaga :”Ia, pak.”
    Muzakir :”Tolong bawa ini ke kamar saya.”
    Semua penjaga :”Baik, pak.”
    Saat di kamar Muzakir.
    Muzakir :”Penjaga, tolong ambilkan parang dan yang lainnya boleh pergi.”
    Semua penjaga :”Baik pak/”
    Adegan6.4
    Sesaat kemudian.
    Penjaga :”Ini, pak.”
    Muzakir :”Ya, baik dan kamu boleh pergi dari sini.”
    Penjaga :”Ia, pak.”
    Saat penjaga pergi
    Muzakir :”Saya akan membelah semangka dan emas akan berdatangan.”
    Adegan6.5
    Sesaat Muzakir membela semangkanya.
    Muzakir :”Apa ini…?ini lumpur hitam bercampur kotoran.”
    Lumpur itu menyembur muka Muzakkir dan ia menjadi marah.
    Muzakir :”Sial.”
    Adegan 6.6
    Lumpur itu pun mempunyai bau seperti bangkai dan lumpur itu menyembur ke pakaiannya juga serta permadani dan dia berlari ke luar ruma.
    Muzakir :”tloooooooooong…”
    Semua Orang :”Ha…ha…ha….”

    Sumber: http://folktalesnusantara.blogspot.com/

    BalasHapus
  157. SI MALIN KUNDANG
    CERITA DARI SUMATERA BARAT
    (1/6)

    Narator: sekian abad yang lalu,adalah sebuah pelabuhan yang cukup ramai disinggahi kapal-kapal dagang. Letak pelabuhan itu berada di tepian pantai pulau Sumatera bagian barat.
    Pada suatu hari…
    Ginting berlari kecil,menelusuri lorong antara rumah-ruamh kecil yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan,beberapa temannya kebetulan melihatnya,segera menghadangnya.

    Zainal: Ginting,hendak pergi kemana kamu?
    Ginting: Aku hendak ke rumah Malin, Datuk menyuruhku kesana.
    Zainal: Kami justru baru pulang dari rumah dia. Tetapi dia tidak ada di rumah. Yang ada kami hanya menemui ibunya yang sedang sakit.
    Ginting: Ibunya sudah sakit berapa lama?
    Zainal: Katanya sudah empat hari. Jadi Malin Kundang terpaksa mengambil alih pekerjaan ibunya,menjajakan dagangan panganan ke sekitar pelabuhan.
    Ginting: Oh,pantas, sudah empat hari pula Malin tidak hadir di perguruan,padahal sedang ujian untuk kenaikan tingkatnya. Ya, kalau begitu aku harus kembali ke sanggar perguruan, melaporkannya ke Datuk.
    Narator: setelah itu Ginting pun berpamitan kepada teman-temannya, lalu kemblai ke sanggar perguruannya dan melaporkan kejadian tadi pada datuk.
    Datuk: rupanya dia sedang dalam kesulitan. Sayang sekali dia tidak menceritakan kesulitan itu,sehingga kita dapat segera manolongnya.
    Ginting: si Malin mempunyai sifat tak ingin menyusahkan orang lain,Bapak.
    Datuk:kita harus menolong ibunya, agar Malin dapat kembali belajar,Ginting,temuilah uda,mintalah ia mengobati ibu Malin. Katakana biaya ditanggung olehku.
    Narator: sementara itu ditempat yang berbeda Malin sedang menjajakan dagangannya di depan rumah besar,sementara pintu rumah itu terbuka.

    BalasHapus
  158. (2/6)

    Malin: maafkan saya telah duduk di depan pinu sehingga menghalangi jalan Tuan.
    Dian: ayah, bukankah panganan yang didagangkan kakak itu biasa dijajakan oleh Mak Tua?
    Malin: Mak Tua adalah ibu saya. Sudah empat hari ibu saya sakit, sehingga saya mengambil alih dagangannya.
    Narato: rasa perih di perut Malin semakin menjadi-jadi karena ia belum makan dari pagi, tiba-tiba ia pun pingsan. Saat ia sadar ia sudah berada di rumah Tuan yang merupakan seorang saudagar. Ia pun menawarka Malin untuk menjadi awak kapalnya. Setelah itu pulanglah Malin ke rumahnya dan bercerita tentang tawaran dari Tuan tadi.
    Ibu: nak,kau masih kecil. Dengan siapakah aku disini seandainya kau berlayar? Tidakkah kau merasa kasihan padaku?
    Malin: ibu,aku ingin mengubah nasib kita,aku tak ingin kita hidup susah terus,sehingga membuat orang menaruh belas kasihan bahkan mengejek kita. Aku ingin menjadiorang besar,kaya,yang dihormati dan disegani setiap orang. Kuharap ibu member izin serta memberi restu padaku.
    Ibu: lalu kau mau menjadi awak kapal itu,bagaimana pelajaran silatmu dengan datuk itu?
    Malin: aku tak ingin jadi pendekar bu, aku ingin menjadi seorang saudagar seperti Tuan itu.
    Ibu: baiklah nak, kau boleh ikut berlayar, tapi tetaplah hati-hati, dan semoga kau mendapatkan apa yang kau impikan. Tapi nak,apakah ayah ibu dian mempunyai pembantu atau tidak?
    Malin: kenapa ibu menanyakan hal itu?
    Ibu: maksudku, agar aku tidak kesepian biarlah aku menjadi pembantu mereka.
    Narator: setelah itu Malin memberitahukan kepada Tuan bahwa ia bersedia menjadi awak kapal dan juga menyampaikan niat ibunya yang ingin menjadi pembantu di rumah Tuan. Ibunya pun diterima bekerja disana, bukan sebagai pembantu bahkan sebagai pengasuh Dian. Semenjak hari itu ia pun menjadi awak kapal dagang milik saudagar besar. Mulanya ia mendapatkan pekerjaan yang ringan, namun berkat keuletannya ia pun dianggap sebagai wakil Tuan. Ditengah pelayaran tiba-tiba ada badai besar. Entah berapa banyak nyawa yang tak terselamatkan. Malin pun terdampar di sebuah pulau. Disana ia dirawat hingga sehat namun ia hilang ingatan.
    Penghuni pulau: pemimpin kita telah kembali!

    BalasHapus
  159. (3/6)

    Pemimpin: keberhasilanku kai ini benar-benar luar biasa! Tawanan tidak seberapa banyak tetapi aku berhasil membawa emas permata dan barang-barang lainnya. Ayolah angkut ke gudang penyimpanan kita. Jangan lupa kita rayakan pesta keberhasilanku.
    Narator: seorang penghuni pulau tiba-tiba melaporkan pada si pemimpin tentang Malin, ia menyuruh Malin dibawa kehadapannya.
    Pemimpin: rupanya dia mengalami kejadian yang sangat mengerikan, sehinnga pikirannya terguncang dan mengalami lupa ingatan. Tetapi badannya kokoh, sangat cocok untuk menjadi anak buahku. Rawat saja dia sampai ingatannya pulih kembali,satukan saja dengan para tawanan.
    Ginting: Malin Kundang, engaku Malin bukan?
    Malin: Malin Kundang? Siapa Malin Kundang?
    Ginting: ah,kau telah hilang ingatan. Ya, ampun kau sampai lupa kepada dirimu sendiri. Malin Kundang adalah namanu,dirimu sendiri,kawan! Coba inat-ingat.
    Malin: Malin Kundang,kau? Aku Malin Kundang? Dan kau siapa?
    Ginting: sobat,cobalah perhatikan wajahku dengan cermat. Lalu ingat-ingatlah kejadian sekian tahun yang lalu,saat kita sama-sama berguru silat pada datuk. Nah, ingatkah kau padaku?
    Malin: Ginting,temanku?
    Narator: Malin pun meminta Ginting untuk menceritakan sebab-sebabnya menjadi tawanan.
    Ginting: pada suatu malam,sebuah kapal dagang mendarat di pelabuhan kita , mereka menyerang desa kita, selain merampok, mereka juga mencari anak-anak muda untuk menjadi anak buahnya. Datuk yang sangat gigih pun tewas dalam peristiwa itu.
    Malin”bagaimana keluarga ayah dian, apakah bajak laut itu mengganggunya?
    Ginting: aku tidak tahu pasti,tetapi dari kapal aku dapat melihat rumah ayah Dian dan tetangganya dibakar setelah merampas hartanya.
    Malin: kurang ajar,aku harus membalas dendam.
    Ginting:tahan amarahmu. Aku pun juga sepedirian, namun kita harus menggunakan taktik.
    Malin:benar, kita harus menggunakan takti.
    Ginting: sekarang giliranmu Malin, ceritakan tentang bencana di lautan itu.

    BalasHapus
  160. (4/6)

    Narator: Malin pun menceritakan pengalamannya itu. Mereka pun menyusun rencana untuk membalas dendam. Setelah lama kelamaan semua tawanan pun menjadi anggota bajak laut dan si pemimpin sebagai ketuanya. Ternyata kebanyakan anggota bajak laut setuju dan ikut membantu dalam rencana balas dendam. Suatu ketika terjadilah perlawanan antara Malin dan anggota lain yang sependirian dengannya melawan si pemimpin dan pengikutnya. Dengan mudahnya Malin mengalahkan mereka. Namun masih tersisa 3 orang, saat mereka hendak melarikan diri ia melempar pisu ke arah Malin dan Ginting. Seketika Ginting pun meninggal. Lama kelamaan Malin pun menjadi bertambah kaya, namun masih belum mendapatkan pendamping. Akhirnya ia pun menikahi anak bangsawan bernama Azizah. Ia penasaran dengan latar belakang keluarga Malin.
    Malin: orang tua kanda adalah bangsawan namun telah meninggal.
    Azizah:kalau begitu bawalah dinda menengok kuburannya. Dinda ingin berziarah untuk mendoakan keselamatannya di alam baka.
    Malin:Dinda, bukankah cukup mendoakan dari jauh saja.
    Azizah: kanda, kalau kanda mencintai dinda, kabulkanlah permintaan dinda yang satu ini.
    Narator. Akhirnya Malin pun membawanya ke tanah kelahirannya dengan kapalnya. Sampai disana ia pun mencari informasi tentang ibunya dan Dian. Ternyata keduanya masih hidup dan tinggal bersama.
    Malin: kanda telah mengupah beberapa orang penduduk agar mencari kuburan orang tua kanda,sementara itu kita sebaiknya dikapal saja.
    Azizah: sebaiknya kita pun ikut mencarinya. Kanda tentu mempunyai kawan atau saudara di sini. Maukah kanda memperkenalkan mereka pada dinda?
    Malin: kanda sedang kurang sehat, sebaiknya kanda istirahat dulu.
    Narator: Azizah tak sedikit pun menaruh curiga pada Malin karena wajahnya memang menjadi pucat. Sementara itu, di rumah ibu Malin bermimpi tentang dirinya.
    Ibu:Anakku. Sudah berapa mala mini aku bermimpi yang sama, seolah olah si putih ayam kita yang hilang itu ditemukan kembali.
    Dian: ah,emak. Mimpi adalah bunga tidur,sebaiknya tidak usah menjadi pikiran,nanti emak sakit.
    Ibu: kupikir mimpi itu adalah pertanda bahwa kau akan segera menikah.
    Dinda: tapi, emak tahu sendiri bahwa Malin telah meninggal.
    Ibu: tapi aku merasa ia masih hidup. Firasatku mengatakan bahwa dia akan kembali lagi.

    BalasHapus
  161. (5/6)

    Narator: saat mereka sedang berbincang, datanglah seorang warga desa, ia mengatakan bahwa ada Malin di pelabuhan. Dengan segera ibu pun kesana unbtuk mencari Malin.Saat sampai disana Dian pucat karena melihat wanita disamping Malin.
    Ibu : Malin,Malin Kundang,anakku.
    Azizah: kanda, siapa gerangan wanita tua itu?
    Malin: dia? Dia,ah, mungkin pengemis tua yang ingin meminta sedehkah kepada kita!
    Ibu:Malin, ini ibumu. Apakah setelah sekian lama kau tidak mengenali wajahku?
    Malin: ibuku?
    Ibu: wahai putri yang cantik jelita, apakah anda istri Malin?
    Azizah: benar,bu
    Ibu: oh,teganya kamu menghianati Dian yang menunggumu?
    Malin:diam kau! Jangan bicara sembarangan pada bangsawan.
    Ibu:Malin,benarkah kau bukan anakku?
    Azizah: kanda, kalau betul itu ibu kanda, tidak apa, dinda menerimanya.
    Malin: dinda, dia bukan ibu kanda, ibu kanda bangsawan seperti ibu dinda.
    Ibu: Malin ingatlah wajah ibumu ini.
    Malin: perempuan tua sialan! Pulanglah dan bercerminlah,apakah kau cukup patut menjadi ibuka?
    Ibu: Mungkin engkau bukan Malin anakku,maka maafkanlah aku yang hina ini. Tetapi kalau kau memang anakku,semoga Tuhan Yang Maha Kuasa mengampunimu. Semoga menyadarkanmu anakku,dan aku memaafkanmu.
    Malin: kau telah menggangu kesehatan istriku yang tercita! Pergi jauh-jauh pengemis busuk, jangan ganggu kami.
    Ibu: Tuhan, seandainya itu anakku aku serahkan nasibnya kepada-Mu. Aku tidak mau mempunyai anak durhaka. Aku tidak mau mempunyai anak yang durhaka,yang seandainya di panjang umurnya,hanya akan menambah dosanya. Lebih baik segera akhiri hidupnya,agar dosanya tidak bertambah!
    Narator:tiba-tiba langit gelap dan halilintar membelah langit, hujan tiba-tiba turun.

    BalasHapus
  162. (6/6)

    Ibu: o Yang Maha Kuasa,janganlah disiksa dahulu. Tentukan segera nasibnya. Kalau hendak diselamatkan,selamatkan dia. Tapi apalah artilah keselamatan baginya,bila hanya akan menambah dosanya? Lebih baik segeralah ia menjadi batu.
    Narator: tiba-tiba halilintar menyambar kapal itu, dan seketika Malin menjadi batu, orang-orang pun terkejut melihatnya. Tuhan telah menghukum Malin Kundang yang durhaka itu sesuai dengan kutukan ibunya.

    Selesai

    Nama:Stella Lukman
    Kelas:XIP4
    No. Absen:39

    BalasHapus
  163. LEGENDA SEDAH MERAH

    R.A. Dewi Puspita Sari
    XI IPA 4
    32

    (1/4)

    Ratusan tahun yang silam, ada sebuah Kerajaan yang bernama Kerajaan Blmbangan. Kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Siung Laut.

    1.Prabu Siung Laut : Patihku, kekuasaanku begitu luas, Aku mempunyai
    kekuasaan yang membentang mulai dari Selat Madura di sebelah utara sampai dengan Lautan Hindia di sebelah selatan
    2.Patih : Betapa hebatnya kau, Yang Mulia. Kami sungguh kagum akan
    kehebatanmu.

    Di tengah desa, para rakyat dan patih berkumpul dan membicarakan Sang Baginda Raja.

    3.Rakyat : Saya bangga memiliki seorang pemimpin seperti Baginda Raja Prabu
    Siung Laut. Beliau sangat bujaksana dalam menjalankan pemerintahan
    Kerajaan kita.
    4.Patih : Tentu saja, hamba turut bangga atas kemajuan pesat yang dialami
    Kerajaan kita pada masa pemerintahan Baginda Raja Prabu Siung Laut.
    5.Rakyat : Tapi sayang, kami tetap saja menemukan kelemahan dar Baginda Raja
    Prabu Siung Laut.
    6.Patih : Kelemahan? Kelemahan apa yang kalian maksud?
    7.Rakyat : Maaf patih, hamba bukan bermaksud merendahkan Baginda Raja Prabu
    Siung Laut, hamba tahu hamba rendah di hadapan Baginda Raja, namun
    hamba hanya ingin mengutarakan apa yang hamba lihat dari diri seorang
    Baginda Raja Prabu Siung Laut.
    8.Patih : Bicara apa kau sebenarnya ? Tidak ada yang melarang kau untuk
    mengutarakan pendapat. Katakan saja apa yang ingin kau katakan.
    9.Rakyat : Baiklah, maafkan kesalahan hamba tadi. Hamba menilai Baginda Raja
    Prabu Siung Laut memiliki sikap yang kurang baik. Baginda Raja Prabu
    Siung Laut sering lupa dan mudah putus asa.
    10.Patih : Aku tahu apa yang kalian kuatirkan, kalian takut Kerajaan kita akan
    kembali terpuruk dengan sikap buruk Baginda Raja Prabu Siung Laut
    bukan?
    11.Rakyat : Sebenarnya itulah yang hamba takutkan. Saat ini kita telah mengalami
    masa kejayaan, tetapi hamba takut karena sifat pelupa yang dimiliki
    Baginda Raja Prabu Siung Laut, Kerajaan kita akan terpuruk. Jika
    Kerajaan kita terpuruk, tentu saja Baginda Raja Prabu Siung Laut akan
    kembali putus asa.
    12.Patih : Kalian tidak perlu cemas. Baginda Raja Prabu Siung Laut telah
    membentengi Jotosuro dan Hario Bendung dalam memerintah negeri
    Blambangan yang sangat luas itu.

    BalasHapus
  164. (2/4)

    13.Rakyat : Jotosuro? Hario Bendung? Siapa mereka? Hamba tidak mengenalnya,
    patih.
    14.Patih : Jotosuro sebagai mahapatih, sedangkan Hario Bendung sebagai adipati
    Asembagus. Hario Bendung adalah satu-satunya adik kandung Prabu
    Siung Laut.

    Baginda Raja dikaruniai dua orang anak. Mereka bernama Mas Kembar dan Sedah Merah.

    15.Prabu Siung Laut : aku sangat menyayangi Mas Kembar. Dia putraku yang berjiwa
    perkasa dan pemberani.

    Namun, Mas Kembar memiliki sifat yang kurang baik. Mas Kembar mudak naik darah, congkak, dan sombong. Mas kembar juga memiliki kekurangan, ia memiliki wajah yang bengis dan menyeramkan.
    Hal yang berbeda terlihat pada diri Sedah Merah, ia tampak gagah dan perkasa.

    16.Rakyat : Betapa cantiknya putrid Baginda, Sedah Merah. Ia tampak
    anggun dan lembut. Banyak pemuda sekitar yang mengaguminya, menaruh hati padanya, mereka menggadaikan hati pada Sedah Merah.

    Kerajaan Mataram merupakan kerajaan besar. Berita perkembangan pesat serta kemajuan Blambangan sampai di telinga maharaja Kerajaan Mataram.

    17.Maharaja Kerajaan Mataram: apa yang terjadi pada Kerajaan Blambangan? Mengapa
    Kerajaan Blambangan maju dan bekembang dengan
    begitu pesat? Aku tidak bias membiarkan ini terjadi.
    Kerajan besar Mataram yang aku perintah tak boleh kalah
    dengan kerajaan Blambangan yang diperintah Prabu Siung
    Laut.

    Oleh karena itu, Baginda Mataram mengirimkan sepucuk surat yang berisi tantangan untuk Prabu Siung Laut.

    18.Maharaja Kerajaan Mataram: Patih, tolong berikan surat ini kepada Prabu Siung Laut,
    pemimpin Kerajaan Blambangan. Pastikan surat ini
    sampai di tangannya.
    19.Patih Mataram : Baik Baginda, hamba akan segera mengantarkan surat ini,
    akan hamba pastikan Prabu Siung Laut membacanya.
    Hamba permisi dulu, ya Baginda.

    Setelah ditunggu beberapa waktu lamanya, Baginda Mataram tak kunjung mendapatkan surat balasan dari Prabu Siung Laut.

    BalasHapus
  165. (3/4)

    20.Maharaja Kerajaan Mataram: Patih, kerahkan para prajurit untung menyerang
    kerajaan Blambangan! Perintahkan Juru Mertani dan
    Mas Jolang untuk memimpin penyerangan itu!
    21.Patih Mataram : Baik Baginda. Segera dilaksanakan.


    Demi menjaga keutuhan dan kewibawaan Negara, Prabu Siung Laut menerima tantangan dai Maharaja Mataram.

    22.Prabu Siung Laut : siapkan semua alat perang! Perintahkan Patih Kotosuro
    dan Mas Kembar untuk menggali parit-parit pertahanan
    dan tempat-tempat perlindungan! Perintahkan rakyat
    untuk bersatu dan bekerja bahu-membahu untuk bekal
    menghadapi musuh.
    23.Patih : Siap Baginda, akan hamba laksanakan semua perintah
    Baginda.


    Untuk membakar semangat Patih Jotosuro dalam pertempuran, Raja Siung Laut menjanjikan Sedah Merah kepada Jotosuro bila ia menang dalam perang.

    24.Jotosuro : Bagaikan mendapatkan durian runtuh bila aku
    mendapatkan putri tunggalnya yang anggun, cantik, dan
    lemah lembut itu.

    Itulah sebabnya ketika pasukan Mataram benar-benar menyerang Blambangan, ia hadapi dengan semangat yang berkobar-kobar. Pasukan Blambangan terus mendesak bala tentara Mataram. Paukan Mataram kalah.

    25.Mas Jolang : Dimana aku? Sepertinya aku tersesat. Nyawa harus
    diselamatkan terlebih dahulu.

    Mas Jolang bersembunyi di taman sari tempat Putri Sedah Merah bermain-main. Sedah Merah sangat terkejut melihat Mas Jolang.

    26.Sedah Merah : Betapa tampan pemuda ini.

    Dia tak menyadari bahwa pemuda itu merupakan utusan dari kerajaan Mataram yang akan menghancurkan kerajan ayahnya.
    Mas Jolang dan Sedah Merah saling terpesona.

    27.Sedah Merah : Ayah, aku telah menemukan jodohku.
    28.Prabu Siung Laut : Baiklah putriku, aku kan merestui hubungan kalian
    berdua.

    BalasHapus
  166. (4/4)

    Mas Jolang dan Sedah Merah akhirnya menikah. Pesta pernikahan dilangsungkan secara sederhana. Namun Juru Mertani tetap di buru oleh pasukan dari Blambangan. Ia terus memanggil Mas Jolang, tapi tak ada jawaban. Ia pun menjadi kesal. Lalu terciptalah nama Benculuk.
    Pada saat berlindung di pertapaan, Juru Mertani bertemu seorang pertapa. Pada saat Mas Kembar dan Jotosuro menyerang, disambut dengan lemparan batu yang menyebabkan Mas Kembar gugur.
    29.Prajurit Blambangan : Bgainda Raja, Mas Kembar gugur dalam peperangan.
    30.Prabu Siung Laut : Tidak mungkin, putraku tidak mungkin gugur, dia seorang
    yang kuat dan pemberani.

    Prabu Siung Laut menjadi gila. Jotosuro mendengar bahwa Prabu Siung Laut hilang ingatan. Jotoseuro hendak menikahi Sedah Merah. Jotosuro bergegas menuju Taman Sari.

    31.Jotosuro : Benarkah yang aku lihat saat ini? Dengan siapakah Sedah
    Merah saat ini? Aku tahu, lelaki itu adalah Mas Jolang,
    musuhku.
    32.Mas Jolang : Anak kecil itu adalah putraku bersama Sedah Merah.

    Jotosuro menjadi marah dan kecewa, lalu membawa anak kecil itu pergi secara diam-diam. Jotosuro yang kecewa langsung menghunuskan pedang ke dada Sedah Merah. Jotosuro hendak membunuh Mas Jolang, namun ia tak kunjujng menemukannya.
    Jotosuro menemui Adipati Hario Bendung. Ia menyebarkan fitnah.

    33.Jotosuro :Yang mulia, Baginda Raja dan Putri Sedah Merah telah
    mati. Juru Mertanilah yang telah membunuhnya.
    34.Adipati Hario Bendung : Kerahkan seluruh prajurit untuk menyerang Juru
    Mertani.


    Sesampainya di tempat persembunyian Juru Mertani.

    35.Adipati Hario Bendung : Saya ingin mencari Juru Mertani. Adakah dia di sini?
    36.Pertapa : Tidak ada. Kembalilah kau ke Asembagus
    sekarang juga.
    37.Adipati Hario Bendung : Istriku… Apa yang telah terjadi padamu? Kau tak
    bernyawa sekarang. Ini pasti perbuatan Jotosuro. Akan
    aku kejar dia kemanapun dia pergi

    Adipati Hario Bendung malu dan menyamar sebagai ahli keris. Purea Ma Jolang sangat mengagumi keris buatan Adipati Putra Mas Jolang ternyata jatuh hati pada Putri Adipati. Adipati merestui hubungan mereka dan akhirnya mereka menikah. Akhirnya menjadi sebuah nama desa dengan nana Blangkon.

    BalasHapus
  167. Karena Tidak Mengakui Orang Tua
    (Malin Kundang)

    1. Babak 1
    1.1 Adegan 1
    Dahulu, di pesisir uatra pantai Sumatera hiduplah sebuah eluarga nelayan yang terdiri dari seorang bapak, ibu, an seorang anak bernama Malin Kundang yang hidup serba tidak berkecukupan. Keluarga ini hanya hidup dengan mengandalkan hasil nelayan yang tidak seberapa jumlahnya. Walaupun begitu, mereka terlihat selalu bersyukur dan menerima semua yang telah ditakdirkan padanya. Tibalah pad suatu ketika, ayah Malin yang dengan Kelagapan bicara untuk meminta izin kepada istrinya untuk pergi merantau ke negeri seberang agar kehidupan mereka dapat lebih baik.
    1.1.1 Ayah Malin :”Bu…,bagaimana kalu aku merantua saja ke negeri seberang?”(desah ayah Malin dengan suara pelan)
    1.1.2.Ibu Malin :”Aku tentu saja mengijinkan asalkan anak kita Malin bisa berubah hidupnya.”(jawab ibu Malin yang kelihatan semakin tua karena beban hidup yang terlalu berat)
    1.1.3.Ayah Malin :”Mungkin besok sebelum matahari terbit aku akan pergi meninggalkan kalian.”
    1.1.4.Ibu Malin :”tapi ingatlah suamiku, kau harus pulang setiap bulan untuk menjenguk kami “(pinta ibu Malin sebagai syratnya)
    Saat itu, anak mereka tidak mengerti dan mengetahui apa-apa tentang percakapan kedua orang tuanya serta asyik bermain sendiri bersama ketapelnya.
    1.2 Adegan 2
    Setelah hampir tiga bulan meninggalkan rumah tanpa sepucuk surat pun yang diberitakan, tersiar kabar bahwa ayah Malin tersebut telah tewas saat merantau di negeri seberang akibat kehabisan uang tentu berita ini telah sampai ke telinga ibu Malin. Tak ingin lama-lama bersedih, sejak saat itu ibu Malin akhirnya berusaha mencari nafkah sendiri untuk menghidupi dirinya dan Malin sebagai buruh nalayan.
    1.2.1 Ibu Malin :” Lin…,Malin.”(sambil meronta-ronta mencari Malin itu)
    1.2.2 Malin :“Ada apa memanggilku?”(dengan raut wajah kebingungan)
    1.2.3 Ibu Malin :”Nak…,ibu inginmemberitahumu tentang keadaan ayah.”(sambil terus memeluk erat tubuh Malin).
    1.2.4 Malin :”Kenapa dengan ayah, bu?”(masih dengan raut wajah bingung)
    1.2.5 Ibu Malin :“Ayahmu telah mati nak karena kehabisan uang dan sekarang tinggal kita berdua, nak!”
    Ini seolah berlalu saja dan Malin tidak berlarut-lartu dalam kesedihan seperti ibunya karena usia Malin yang saat itu belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
    1.3 Adegan 3
    Lambat laun, Malin tumbuh menjadi pemuda yang cakap dia selalu membantu ibunya untuk mencari nafkah sebagai buruh nelayan. Tidak puas Malin hanya membantu ibunya sebagai buruh nelayan yang serba kekurangan akhirnya Malin mengikuti jejak ayahnya untuk pergi mengadu nasib dan meminta izin kepada ibunya.
    1.3.1 Malin :”Bu…,bagaimana kalau aku merantau ke negeri sberang?”(tanya ketika mereka sedang berjalan kembali ke ruh setelah seharian bekerja).
    Ibu Malin langsuang menghentikan langkahnya lalu duduk termenung di atas pasir
    1.3.2 Ibu Malin :”Dulu, ayahmu juga merantau ke negeri seberang. TatapI hingga sekarang tidak ada kabarnya.”(cerita ibu Malin dibarengi hujan air mata.).
    1.3.3 Malin :”Bu…,Malin tahu tapi Malin bukan ayah Malin janji akan selalu memberi kabar berita Malin kepada ibu.”(ujar Malin sambil memelas).
    1.3.4 Ibu Malin :”Dulu ayahmu juga berjanji seperti itu kepada ibu tetapi hingga sekarang tak ada kabar berita dari ayahmu dan tiba-tiba kabar ayahmu yang sudah meninggal sampai ke telinga ibu.”(dengan nafas yang terasa berat).
    Belum sempat Malin mendapat restu orang tunya tiba-tiba Malin kembali berujar dengan lantang
    1.3.5 Malin :”Bu…, kalau Malin terus disini, Malin akan jadi orang susah terus. Malin ingin jadi orang sukses bu…,”(dengan semangat berapi-api layaknya anak muda)>
    1.3.6 IbuMalin :”Kalau kamu benar-benar ingin pergi,ibu tak dapat mengurungkan niatmu nak…”(sambil menghapus air matanya).

    BalasHapus
  168. 1.4 Adegan 4
    Esok harinya pagi-pagi sekali Malin sudah siap untuk berlayar. Tiga hari yang lalu Malin bertemu dengan salah seorang awak kapal yang sudah menjadi orang yang sukses dan Malin pun diajak oleh orang tersebut untuk merantau seperti hal dirinya.
    1.4.1 Ibu Malin :”Jaga diri kamu baik-baik ya nak…,”(sambil menyerahkan bekal makanannya untuk Malin).
    1.4.2 Malin :”iya, bu…, ibu juga harus jaga diri ibu baik-baik dan Malin akan selalu memberi kabar ibu.”(sambil mencium tangan ibunya).
    Sebelum Malin naik ke kapal, ibu Malin memeluk erat-erat tubuh Malin seakan-akan tidak ingin melepas kepergianya Malin. Ibu Malin melepas kepergian Malin dengan lambaian tangan dan meneteskan air mata. Ia terus menatap ke laut hingga kapal yang membawa Malin tertelan garis laut. Sejak itu, ibu Main hidup sendirian dengan kembali menjadi buruh nelayan. Di pagi hari, ia memilah dan,memilih ikan yang di dapat para nelayan. Di siang, ia ikut menjualnya di pasar. Kadang-kadang, jika ikan dijualnya cepat habis maka ia juga akan menjala ikan di sungai dan tepi laut. Tanpa terasa sudah 1 bulan meningggalkan ibunya. Setelah satu bulan pula sang ibu menunggu kabar dari Malin namun tak kunjung datang.
    1.4.3.Ibu Malin :”Apakah aku akan kembali kehilangan orang yang kusayangi?”(gumam ibu Maliin pada dirinya sendiri sambil terus mengalirkan air matanya).
    Sudah tiga bulan Malin meninggalkan ibunya persis seperti yang dikhawatirkan ibunya karena Malin belum pernah memberi kabar kepada ibunya sekalipun. Padahal, ibu Malin sangat merindukan keadaan anaknya itu. Setiap pagi, satu jam memilah dan lemilih ikan ibu Malin berdiri di atas dermaga sambil berharap adanya kapal yang membawa Malin pulang
    1.4.4 Bu Uni :”Belum ada kabar ya bu…,?”(Tanya orang-orang yang berpapasan dengan ibu Malin)
    1.4.5 Ibu Malin :”Ya…,bu”(sambil mengangguk-angguk kepalanya ).
    1.4.6 Bu Uni :”Jangan ditunggu, bu …,barangkali Malin sengaja ingin memnerikan kejutan kepada ibunya. Makanya, sampai sekarang juga belum muncul.”
    Setiap pagi dan malam ibuMalin berdoa untuk keselamatan Malin. Sambil dibarengi air mata tanda kerinduan yang sangat mendalam terhadap anaknya tersebut. Diapun tidak lupa berdoa agar Malin dapat mencari ayahnya walaupun hanya nisan yang terpampang lalu dapat membawanya pulang.
    1.4.7 Ibu Malin :”Ya Tuhan…, semoga kami sekeluarga dapat berkumpl seperti dahulu lagi walaupun dengan kemiskinan yang selalu mendera.”( ujar ibu Malin sambil menengadahkan kepalanya ke atas).
    Entah berapa banyak air mata yang terkucur dari mata sayu ibu Malin. Entah berapa banyak kata-kata doa yang telah dilantunkan lantaran kasihnya yang sangat dalam kepada Malin. Meskipun hingga sekarang hingga sekarang hampir satu tahun Malin tidak mengirimkan kabar ke ibunya tetapi ia terus mendoakan Malin tanpa henti-hentinya sambil terus meratapi hari-harinya yang penuh kesendirian dan renta karena termakan usia yang seharusnya dapat ia nikmati hari tuanya itu .

    BalasHapus
  169. 2. Babak2
    2.1 Adegan 1
    Kehidupan Malin pun saat pertama kali samapai pada temat perantauan yang ia tuju tidak jauh berbeda dengan kehidupan ibunya yang mengalami kesendirian dan dipayungi kemiskinan.
    2.1.1 Malin :”wak…, kemana aku harus memulai perantauanku agar aku bisa mendapat pekerjaan?”(tanya Malin kepada awak kapal yang sudah mengantarnya tadi).
    2.1.2.Awak kapal :”Coba kamu melamar menjadi prajurit di istanaAnta Brantah itu.”(ujar sang awak kapal dengan lantangnya).
    2.1.3.Malin :”baiklah…, akan aku coba.”(dengan raut wajah yang agak sedikit bingung).
    2.2 Adegan 2
    Bergegas Malin mendekati istana dan mencoba mencari tahu apa isi di dalamnya. Belum sempat Malin mencari informasi, ia tiba-tiba melihat seorang wanita putih dan mulus di depannya yang ternyata putri kerajaan tersebut. Tanpa banyak kata lagi Malin pun langsung menghampirinya untuk berkenalan dengan putri tersebut. Sejak perkenalan pertama itu, Malin seolah tidak dapat menghapus bayangan putri itu dari dirinya. berbagai usaha ditempuh Malin agar dapat mendekati kerajaan tersebut sampai akhirnya terdengar adanya sayembara untuk mendapakan putri kerajaan itu beserta harta dan tahta yang berlimpah. Tanpa pikir panjang Malin langsung memberanikan dirinya untuk mengikuti sayembara itu. Sayembara itu menguji banyak lelaki yang mampu mengarungi ganasnya laut berarti ia berhak sepenuhnya atas putri kerajaan Antah Brantah tersebut. Karena Malin sering membantu ibunya sebagai buruh nelayan teringatlah ia pada kemampuannya mengarungi laut serta seperti yang telah diperkirakan sebelumnya Malin pun mampu mengatasi itu semua sampai akhirnya iapun berhak atas putri beserta harta dan tahta kejaa Antah Brantah tersebut.

    3. Babak 3
    3.1 Adegan 1
    Setelah bertahun-tahun menanti tanpa kabar tiba-tiba ibu Malin dikejutkan oleh kapal besar di dermaga tempat ia menunggu Malin
    3.1.1 Ibu Malin :”Malin…,kamu sudah kembali nak?”(gumam ibu Malin dengan hati berdebae-debar diselimuti wajah yang berbinar).
    Ketika kapal itu benar-benar menepi, ibu Malin dengan hati berdebar-debar melihat seorang laki-laki yang sangat gagah, berani dan kaya menuruni tangga kapal bersama seorang wanita cantik. Tidak salah lagi, dia memang Malin karena mata ibu Malin yang walaupun sudah rabun tetap saja mengenali sosok anak yang sangat dikasihinya itu.
    3.1.2 Ibu Malin :”Ya Tuhan…,Malin datang membawa pendampng hidup.”(ujar ibu Malin yang tampak semakin senang).

    BalasHapus
  170. 3.2 Adegan 2
    Ibu Malin mencoba semakin mendekati kapal, tetapi karena banyak orang yang ingin mendekati kapal sehingga ia pun terdesak-desak. Sulit menemui Malin apalagi badanku telah ringkih dan setua sekarang ini.
    3.2.1 Awak kapal :”Ibu mau ke mana?”(tanya salah seorang awak kapal yang menolong ibu Malin pada saat dia hampir terjatuh tadi).
    3.2.2 Ibu Malin :”Mau menemui Malin anakku.”(ujar ibu Malin tanpa menghiraukan lagi keadaannya).
    3.2.3 Awak kapal :”Anak ibu?”(tanya awak kapal itu dengan rasa sedikit tidak percaya)>
    3.2.4 Ibu Malin :”Ia …,anak yang kulahirkan, Malin…,Malin Kundang…”(seru ibu Malin).
    Akhirnya awak kapal itu mau menolong ibu Malin. Dia memapah ibu Malin untuk duduk sejenak di atas sebuah batu dan memberikan minum.
    3.2.5 Awak kapal :”Ibu tunggu disini dulu ya..,nanti kalau suasananya sudah tenang, aku akan antar ibu kepada tuan Malin.”
    3.2.6 Ibu Malin :”Tuan Malin?”(pekik tanda takjub mendengar anaknya dipanggil begitu)>
    3.2.7 Awak kapal :”ia…,tuan Malin yang mempunyai kapal ini dan dia sangat kaya di nefgeri seberang.”
    Ibu Malin tiba-tiba langsung bersujud. Dia sangat senang ternyata yang maha kuasa mendengar semua doa-doanya. Setelah menunggu beberapa jam, ibu Malin akhirnya dijemput si awak kapal dan akan membawa ibu Malin tersebut untuk menenui anaknya.
    3.2.8 Awak kapal :”Ibu…,aku sudah menemui tuan Malin dan ibu disuruh masuk ke dalam.”(sambil mempersilahkan ibu renta itu masuk).
    Ibu Malin sangat gembira mendegar hal itu. Saat itu akhirnya datang juga kata ibu Malin. Dengan tertatih-tatih, ia mengikuti si awak kapal. Mata tuanya seolah tak henti mengamati sekeliling kapal ketika ibu Malin akan memasuki ruangan ia pun cemas karena anaknya akan melupakan anaknya.
    3.2.9 Ibu Malin :”Malin…, kamu telah kembali nak!”(sambil memeluk badan Malin yang tengah duduk di samping istrinya).
    3.3 Adegan 3
    Malin tidak menanggapi. Dengan wajah dingin seperti es., dia berdiri dan melepas pelukan ibunya .
    3.3.1 Malin :”Ibu…,ibu siapa. Aku tidak kenal kamu ibu tidak mungkin memakai pakainan compang-camping seperti ini.”(ujar Malin beberapa saat kemudian).
    3.3.2 Ibu Malin :”Malin…, apa yang kamu katakan?kamu tak mengenali ibu?”(sambil mengelus dadanya).
    3.3.3 Malin :”Pengawal! Bawa pengemis ini keluar!”(teriak Malin sambil mengacungkan jarinya).
    3.3.4 Ibu Malin :”Mali…,kenapa kamu memperlakukan ibu seperti ini?”(teriak ibu Malin saat diseret keluar ruangan).
    Setibanya di luar kapal, ibu Malin terduduk di atas pasir dan tumpahlah air matanya
    3.3.5 Ibu Malin :”Ya Tuhan…, jika dia memang anakku, hukumlah dia selagi hidup di dunia.”(perkataan ibu Malin yang menyumpahi ibu Malin).
    Tiba-tiba angin berembus kencang dan mensdung yang amat gelap menyusul rintik hujan yang mulai turun. Kapal terguncang kesana dan kemari dengan suasana yang kacau balau dan diikuti semua penghuni kapal yang keluar termasuk Malin dan istrinya. Pada saat Malin keluar dan mendekati ibunya, tiba-tiba kakinya beku dan dia terpaksa berhentiserta sujud di depan hadapan ibunya. Setelah ibunya berada pada posisi sujud, seluruh badan Malin berubah menjadi batu. Akhirnya, ia sadar bahwa semua ini adalah hukuman yang harus ia terima karena tidak mengakui orang tua yang telah melahirkannya.

    Sumber:http://www.ceritaanak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=58:cerita-rakyat-malin-kundang&catid=36:cerita-rakyat&Itemid=56

    BalasHapus
  171. Nama : Teguh Wibowo
    Kelas: XI IPA 4
    No.Absen : 42

    ASAL USUL CANDI LORO JONGGRANG

    BABAK I

    1.Narator : Alkisah pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan.
    Rakyatnya hidup tenteram dan damai.Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging.
    Ketentraman Kerajaan Pramabanan menjadi terusik.
    Para tentara tidak mampu menghadapi serangan
    pasukan Pengging.
    Akhirnya, Kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

    2.Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam.

    3. Bandung : "Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!"
    (ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya).

    4.Narator : Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin.
    Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita.

    5.Bandung : "Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku."(pikir bandung Bondowoso).


    6.Narator: Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang.

    7. Bandung : "Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku?"

    8.Narator : Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso.

    9. Loro Jonggrang : "Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya."
    (dalam hati).

    10. Loro Jonggrang : "Apa yang harus aku lakukan?"

    11.Narator : Loro Jonggrang menjadi kebingungan.
    Pikirannya berputar-putar.Jika ia menolak,
    maka Bandung Bondowoso akan marah besar
    dan membahayakan keluarganya serta rakyat di Prambanan. Rakyat Prambanan pun dapat menderita dengan apa yang akan dia lakukan nanti.
    Tetapi, untuk mengiyakannnya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.

    Ia berpikir Bandung Bondowoso hanyalah
    penjahat yang tidak punya hati kepada setiap orang dan bertindak sewenang-sewenang.

    12. Bandung : "Bagaimana, Loro Jonggrang?"
    (dengan mendesak)

    13. Narator : Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide.

    14. Loro Jonggrang : "Saya bersedia menjadi istri tuan, tetapi ada suatu syarat."

    15. Bandung : "Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?"

    16. Loro Jonggrang : "Bukan itu, tuanku."

    17. Loro JOnggrang : "Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah."

    18. Bandung : "Seribu buah!" (sambil berteriak).

    19.Loro Jonggrang : "Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam."

    20.Narator : Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah.
    Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi.

    21. Bandung : "Huh....Bagaimana cara diriku dapat membuat candi sebanyak itu dalam satu malam, sedangkan aku sendiri tidak pernah
    membuat candi sebanyak itu dalam semalam."
    (sambil memegang kepala).

    22.Narator :Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya.

    23. Penasehat : "Saya percaya tuanku biasa membuat candi tersebut dengan bantuan jin!"

    24. Bandung : "Ya, benar juga usulmu, siapkan
    peralatan yang kubutuhkan!"

    25.Narator : Setelah perlengkapan disiapkan.
    Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu.
    Kedua lengannya direntangkan lebar-lebar.

    26. Bandung : Pasukan jin, bantulah aku!!!!"
    ( teriak dengan suara yang menggelegar).

    27. Narator : Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru dan terdengar suara petir yang sangat keras..
    Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso.

    28. Pemimpin jin : "Apa yang harus kami lakukan Tuan ?"

    29. Bandung : "Bantu aku membuat seribu candi."

    30.Pemimpin Jin : "Untuk apa kami lakukan itu?"

    31.Bandung : "Itu permintaan dari perempuan yang sukai.Sudah lakukanlah apa yang kuperintahkan!"

    32.Pemimpin jin : "Baik, Tuan."

    33. Narator : Para jin segera bergerak kesana kemari, melaksanakan tugas masing-masing.
    Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir seribu buah.

    BalasHapus
  172. Nama : Masitha Prilina Yusmar
    Kelas : XI P4
    Nomor Absen : 14

    NASKAH DRAMA
    PUTRI TADAMPALIK

    Babak I
    Prolog:Dahulu kala, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri Luwu, yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, sering dipanggil Raja atau Datu Luwu. Karena sikapnya yang adil, arif dan bijaksana, maka rakyatnya hidup makmur. Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, namanya Putri Tandampalik. Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk di antaranya Raja Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu.
    1.Raja Bone:”Cepat kau perintahkan (sambil menyuruh utusan kerajaan) untuk mengutus beberapa perwira ke negeri seberang. Kita akan melakukan pinangan terhadap Putri Tadampalik.”
    2.Utusan raja:”Baiklah baginda raja,hamba akan pergi ke negeri seberang bersama dengan beberapa perwira untuk meminang Putri Tadampalik.”

    Babak II
    (Berlokasi di kerajaan Luwu)
    Mendengar hal tersebut Datuk Luwu menjadi gusar,sebab menurut adat Luwu,seorang putri dari Luwu tidak dibenarkan menikah dengan lelaki di luar sukunya. Tetapi, kalau pinangan ini ditolaknya, tentu bisa gawat akibatnya.
    3.Raja Luwu:”Bagaimana ini,kalau aku menikahkan putriku aku takut terkena kutukan dari dewa. Tetapi apabila aku tolak lamaran itu, tentu Raja Bone akan marah besar.”
    (Tiba-tiba Putri Tadampalik muncul di hadapan ayahnya)
    4.Putri Tadampalik:”Ampun ayahanda,tampaknya ayahanda begitu gusar. Apa yang menyebabkan ayahanda tampak begitu gusar?”
    5.Raja Luwu:”Tidak apa-apa anakku, ayahanda hanya merasa tidak enak badan.”
    6.Putri Tadampalik:”Baiklah kalau begitu ayahanda, hamba ingin pergi tidur, hamba sangat mengantuk.”
    7.Raja Luwu:”Baiklah anakku.” (Putri Tadampalik pergi ke kamar tidurnya dan kemudian Raja Lawu tampak berpikir kembali)
    8.Raja Lawu:”Bagaimana ini,aku takut akan kutukan yang diberikan dewa apabila aku menikahkan putranya dengan putriku Tadampalik.”
    Raja Lawu sangat menyayangi putrinya tetapi ternyata dia juga tidak bias mengabaikan keselamatan rakyatnya.

    BalasHapus
  173. Babak III
    (Keesokan harinya di Kerajaan Lawu)
    Tiba-tiba Putri Tadampalik jatuh sakit.Sakit sang putrid itu aneh sekali, dan tak seorangpun sanggup menyembuhkannya.
    9.Tabib:”Ampun baginda raja,hamba tidak dapat menyembuhkan tuan putri.”
    10.Raja Lawu:”Apakah semua cara telah dicoba,tabib?”
    11.Tabib:”Ampun baginda, hamba telah mencoba berbagai macam cara,tetapi hamba tidak juga dapat menyebuhkan tuan putri.”
    12.Raja Lawu:”Oh,mungkin inilah hukuman para dewa karena aku berani melanggar larangannya.Baiklah kalau begitu,mau tidak mau aku harus membuang putri agar penyakitnya tidak menular ke rakyatku.”
    Akhirnya Raja Lawu membuang Putri Tadampalik dengan rakit yang akan diikuti oleh beberapa orang pengikut setianya. Sebuah rakit raksasa dibangun di atas sungai. Di bagian tengahnya dibuatkan rumah-rumah untuk kamar sang putrid. Di sekitarnya diisi bahan perbekalan. Sebelum berangkat baginda raja memberikan sebuah pusaka berupa keris kepada Putri Tadampalik. Rakit kemudian berjalan pelan menuju arah muara.

    Babak IV
    Hari berganti hari. Keadaan putrid Tadampalik semakin kurus. Pada suatu malam bertepatan dengan datangnya bulan purnama, mereka tiba di sebuah daerah yang landai.
    13.Putri Tadampalik:”Penasehat, nampaknya aku melihat daratan, dapatkah kita beristirahat sebentar?”
    14.Penasehat:”Baik tuan putri. Pengawal cepat kalian labuhkan rakit ini ke sana,kita akan beristirahat sebentar!” (sambil menyuruh para pengawal untuk melabuhkan rakit)
    Kemudian rakit segera dilabuhkan dan mereka beristirahat di tempat itu.
    (keesokan harinya)
    15.Pengawal:”Ampun tuan putri,hamba menemukan buah yang berwarna hijau.”
    16.Putri Tadampalik:”Baiklah pengawal,kalau begitu aku akan menamakan buah ini dengan nama wajo.”(maka daerah itu dinamai Wajo sampai sekarang)
    Mereka membangun perkemahan di daerah itu dan mulai bercocok tanam. Selanjutnya mereka mulai membuat gubuk untuk bertempat tinggal dan Putri Tadampalik dibuatkan rumah agak besar. Ternyata daerah itu amat subur. Dalam waktu singkat saja, hasil ladang sudah bisa dipetik buahnya. Maka dimulailah pertumbuhan sebuah perkampungan yang sederhana namun penduduknya tentram,rukun,dan damai.

    Babak V
    Pada suatu hari disaat Putri Tadampalik duduk sendiri di halaman.
    17.Putri Tadampalik:”Mengapa penyakitku ini belum sembuh juga,apakah ini merupakan kutukan dari dewa?” (sambil membayangkan dengan wajah termenung)
    Tiba-tiba datang seekor kerbau bule.Putri Tadampalik menyangka kerbau itu akan memakan tanaman sayur yang tak jauh dari tempatnya. Tetapi kerbau itu malah mendekati Putri Tadampalik dan binatang tersebut menjilati permukaan kulitnya yang membusuk.
    (Setelah kerbau tersebut selesai menjilati kulit Putri Tadampalik)
    18.Putri Tadampalik:”Apa yang terjadi dengan kulitku? mengapa kulitku tampak mengering? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh kerbau itu?” (sambil bertanya pada diri sendiri dengan wajah heran)
    Dari hari ke hari kerbau itu datang lagi. Seperti biasa ia selalu menjilati kulit Putri Tadampalik yang busuk, hingga lama-lama penyakit kulit Putri Tadampalik menjadi kering dan akhirnya dia benar-benar sembuh. Putri dan seluruh pengikutnya merasa bersyukur kepada Tuhan. Dan sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada si kerbau bule, Putri Tadampalik melarang seluruh pengikutnya mengganggu ataupun menyembelih kerbau bule. Adat ini berlaku hingga sekarang.
    Pada suatu malam,Putri Tadampalik bermimpi bertemu dengan seorang pangeran yang tampan.
    19.Pangeran:”Aku adalah jodohmu. Kapan-kapan aku akan datang lagi menjemputmu.” (sambil berbisik di dekat telinga putri)
    Putri pun terbangun dan kemudian ia tersenyum kecil.

    BalasHapus
  174. Babak VI
    Keesokan harinya di Kerajaan Bone
    20.Pangeran:”Pengawalku,hari ini merupakan Hari Pesta Perburuan dan akulah yang menjadi pemimpin pada hari ini. Untuk itu mari kita segera pergi ke hutan.”
    21.Para pengawal:”Baik pangeran!!” (sambil berteriak penuh semangat)
    Begitulah,setelah tiba di hutan, Pangeran tergoda oleh seekor rusa. Kemudian ia mengejar rusa hingga masuk ke hutan yang lebat. Namun tiba-tiba ia kehilangan buruannya dan ia tersesat ke dalam hutan tersebut.
    22.Pangeran:”Bagaimana ini,aku tersesat di dalam hutan yang lebat dan tak tahu jalan pulang.”
    Di dalam gelapnya hutan,ia melihat api dari sebuah perkampungan.
    23.Pangeran:”Sepertinya disana ada perkampungan,lebih baik aku menuju kesana sebelum malam semakin gelap.”
    Pangeran pun lalu memasuki bangunan yang terbesar di antara rumah-rumah lainnya. Kemudian ia melihat Putri Tadampalik sedang tertidur pulas dan ia pun terpesona akan kecantikan putri tersebut.
    24.Pangeran:”Cantik sekali dia,wajahnya begitu bersinar.” (sambil menyentuh bahu Putri Tadampalik)
    Tiba-tiba Putri Tadampalik pun terbangun. Setelah ia melihat wajah pangeran tersebut,ia teringat pada mimpinya.
    25.Putri Tadampalik:”Apakah aku sedang bermimpi?”
    26.Pangeran:”Wahai putri jelita, engkau tidak sedang bermimpi.”
    27.Putri Tadampalik:”Apabila aku sedang tidak bermimpi,siapa kau sebenarnya? Mengapa engkau tiba-tiba muncul di hadapanku?”
    28:Pangeran:”Wahai putri,aku tersesat ke dalam hutan ketika pergi berburu bersama para pengawalku, dan kemudian aku melihat perkampungan ini.”
    29.Putri Tadampalik:”Oh,baiklah kalau begitu. Kau boleh tinggal untuk sementara waktu di perkampungan ini. Perkenalkan namaku Putri Tadampalik.” (sambil mengulurkan tangannya)
    30.Pangeran:”Terima kasih putri,namaku Pangeran Bone dari negeri seberang.” (sambil menjabat tangan sang putri)
    Setelah mereka saling berbincang,Pangeran Bone menyampaikan isi hatinya. Ia bermaksud untuk meminang sang putri dengan maksud untuk dijadikan sebagai permaisuri. Tiba-tiba para pengawal Pangeran Bone berdatangan ke perkampungan itu.
    31.Pengawal:”Tuan pangeran, kami sudah lama mencari tuan, apakah tuan baik-baik saja.”
    32.Pangeran Bone:”Ya aku memang tersesat semalam. Tapi aku selamat tak kurang suatu apapun.”
    33.Pengawal:”Baiklah pangeran,anda sudah dipanggil paduka raja untuk segera kembali ke kerajaan sekarang juga.”
    34.Pangeran:”Baiklah pengawal,tetapi sebelumnya ada yang ingin aku bicarakan kepada putri,jadi kalian tunggulah sebentar.” (sambil memerintah pengawal untuk menunggu)
    Meski hatinya ingin tetap tinggal, Pangeran Bone harus segera pulang ke kerajaan. Ia pun pamit kepada sang putri.
    35.Putri Tadampalik:”Hati-hati apabila paduka pangeran pulang,pastilah banyak marabahaya yang menghalangi perjalanan paduka pangeran.”
    36.Pangeran:”Baik putri,aku akan pulang. Kau juga harus menjaga dirimu.”
    37.Putri Tadampalik:”Baik pangeran,aku akan selalu menjaga diriku.”
    Akhirnya Pangeran Bone pun pulang dengan wajah yang murung.

    Babak VII
    Beberapa hari kemudian di Kerajaan Bone.
    38.Raja Bone:”Wahai anakku,mengapa engkau bermuram durja. Ada apakah gerangan?”
    39.Pangeran:”Ampun ayahanda,ananda sedang memikirkan seorang putri yang cantik jelita berasal dari Wajo.”
    40.Raja Bone:”Begitu rupanya anakku, siapa gerangan putri itu anakku? Engkau harus ingat, bahwa engkau telah ditunangkan dengan putri yang berasal dari negeri seberang.”
    41.Pangeran:”Baiklah ayahanda,ananda akan selalu ingat akan hal itu.”
    Dibalik itu semua, pangeran tidak tahu bahwa sebenarnya Putri Wajo adalah Putri Tadampalik yang dibuang ayahnya karena penyakit kulitnya.

    BalasHapus
  175. Babak VIII
    Karena melihat putra tunggalnya yang terus bermuram durja,akhirnya Raja Bone memutuskan untuk meminang Putri Wajo. Putri Wajo yang tak lain adalah Putri Tadampalik menyambut kedatangan sang pangeran dengan gembira.
    42.Pangeran:”Wahai Putri Wajo yang cantik jelita,maukah engkau menjadi pendampingku?”
    43.Putri Tadampalik:”Aku mau menerimamu sebagai suamiku,tetapi aku harus meminta izin kepada ayahku terlebih dahulu sebelum aku menerimamu.”
    44.Pangeran:”Baiklah putri,aku akan menunggu izin dari ayahmu.”
    Sebagai tanda persetujuan,Putri Tadampalik memberikan keris pusaka pemberian ayahnya kepada Pangeran Bone. Kemudian rombongan pun meninggalkan Wajo.
    Setelah sampai di Bone, rombongan segera mempersiapkan kunjungan untuk kedua kalinya ke negeri Luwu.
    (sementara itu di Kerajaan Luwu)
    45.Putri Tadampalik:”Ayahanda,Ibunda aku pulang.” (sambil memeluk ayah dan ibunya)
    46.Raja Wulu:”Oh anakku,penyakitmu telah sembuh sekarang. Engkau pun menjadi semakin cantik.”
    47.Putri Tadampalik:”Ya ayahanda,ini berkat kerbau bule yang telah menjilati penyakit di kulitku sehingga aku dapat kembali seperti sediakala.”
    Mereka pun kemudian bercerita untuk melepas rindu.

    Beberapa waktu kemudian,datanglah rombongan dari Kerajan Bone. Pangeran bone terkejut begitu melihat bahwa yang akan disandingkan dengannya ialah Putri Wajo yang tak lain adalah Putri Tadampalik. Akhirnya mereka melangsungkan pernikahan dan Putri Tadampalik diboyong ke Kerajaan Bone. Mereka hidup bahagia di tengah-tengah rakyat yang mencintainya. Demikianlah asal mula orang Sulawesi Selatan tidak boleh menyembelih kerbau bule.



    SELESAI


    Sumber: Cerita Rakyat Sulawesi Selatan , M.B. Rahimsyah dan Irsyadul A.

    BalasHapus
  176. BABAK II

    34. Narator : Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan.
    Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin.

    35. Loro Jonggrang : "Wah, bagaimana ini ?"

    36. Narator : Ia pun mencari akal.
    Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami.

    37. Loro Jonggrang : "Hai para dayang, cepatlah kemari!"

    38. Dayang : :"Ada apa Tuan putri?"

    39. Loro Jonggrang : "Cepat bakar jerami itu!"(sambil memerintah).

    40. Narator : Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung.
    Dung...dung....dung...!! Semburat warna
    merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk , sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.

    41.Narator : Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing .

    42. Jin 1 : "Wah, matahari akan terbit!"(sambil berseru).

    43. JIn 2 : "Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari."

    44. Narator : Para jin tersebut berhamburan pergi meniggalkan tempat itu.
    Bandung Bondowoso pun sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.

    BalasHapus
  177. BABAK III

    45. Narator : Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi

    46. Bandung : "Candi yang kau minta sudah berdiri!"

    47. NArator : Loro Jongggrang pun segera menghitung jumlah candi-candi itu.
    DAn ternyata jumlahnya hanya 999 buah!

    48. Loro Jonggrang : "Jumlahnya kurang satu!"
    (sambil berseru).

    49.Loro Jonggrang : "Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan."

    50. Narator : Bandung Bondowoso tidak mengetahui kekurangan itu. Ia pun menjadi
    sangat murka.

    51. Bandung : "Tidak mungkin...!!"
    (sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang).

    52. Bandung : "Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!"
    (sambil mengarahkan jarinya pada Loro JOnggrang).

    53.Narator : Ajaib!Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu.

    Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro Jonggrang.

    -SELESAI-

    Sumber : http://www.e-smartschool.com/CRA/001/CRA0010006.asp

    Nama : Teguh Wibowo
    Kelas: XI IPA 4
    No. Absen : 42

    BalasHapus
  178. Nama:M.Yudi Chang

    Legenda Lutung Kasarung

    Babak 1
    Di Jawa Barat pada jaman dahulu kala ada sebuah Kerajaan Hindu yang besar dan cukup kuat, yaitu berpusat di kota Bogor. Kerajaan itu adalah Kerajaan “Pajajaran”, pada saat itu raja yang memerintah yaitu Prabu Siliwangi. Beliau sudah lanjut usia dan bermaksud mengangkat Putra Mahkotanya sebagai penggantinya.Prabu Siliwangi mempunyai tiga orang putra dan satu orang putri dari dua Permaisuri, dari permaisuri yang pertama mempunyai dua orang putra yaitu: Banyak Cotro dan Banyak Ngampar. Namun sewaktu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar masih kecil ibunya telah meninggal.
    Maka Prabu Siliwangi akhirnya kawin lagi dengan permaisuri yang kedua, yaitu Kumudaningsih. Dari perkawinannya dengan Dewi Kumudaningsih, Prabu Silliwangi mempunyai seorang putra dan seorang putri, yaitu: Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas.
    Pada waktu Dewi Kumuudangingsih diambil menjadi Permaisuri oleh Prabu Siliwangi, ia mengadakan perjanjian.

    Prabu Siliwangi:”Wahai istriku,jikalau nantinya kita akan mempunyai anak laki-laki, Maka ia akan dijadikan raja di Pajajaran ini kelak.”

    Pada suatu hari Prabu Siliwangi memanggil Putra Mahkotanya, Banyak Cotro dan Banyak Blabur

    Prabu Siliwangi:”Banyak Croto dan Banyak Gampar, kalian bersiap-siaplah, karena Sebentar lagi, aku akan mengangkat slah satu dari kalian untuk menggantikan ku menjadi raja disini.”

    Banyak Gampar:”Baik ayahanda.”

    Banyak Croto :”Namun Ayahanda, menurutku, saya belum lah cukup ilmu , dan juga aku belum juga memiliki permaisuri, oleh karena itu hamba tidak siap ayahanda.”

    Prabu Siliwangi :”Banyak Croto anakku, sudah janjiku salah satu dari kalian akan diangkat menjadi raja.”

    Banyak Croto :”Baik lah ayahanda, hamba akan menerimanya, asalkan hamba boleh mencari dahulu istri yang mirip dengan ibu.”

    Prabu Siliwangi :”Baiklah anakku, Engkau boleh pergi esok hari.”

    Banyak Croto :”Terima kasih ayahanda.”

    BalasHapus
  179. Babak2

    Kepergian Banyak Cotro dari Kerajaan Pajajaran melalui gunung Tangkuban Perahu, untuk menghadap seorang pendeta yang bertempat di sana. Pendeta itu ialah Ki Ajar Winarong, seorang Pendeta sakti dan tahu untuk mempersunting putri yang di idam-idamkannya dapat tercapai.Namun ada beberapa syarat yang harus dilakukan dan dipenuhi oleh Banyak Cotro.
    Ki Ajar Winarong:”Paduka pangeran, engkau harus harus melepas dan menaggalkan semua pakaian kebesaran dari kerajaan dengan hanya memakai pakaian rakyat biasa dan engkau harus menyamar dengan nama samaran “Raden Kamandaka”.”

    Banyak Croto :”Apakah hanya itu syaratnya?”

    Ki Ajar Winarong:”Ya hanya itu.”

    Banyak Croto :”Baiklah akan kulakukan.”


    Setelah Raden Kamandaka berjalan berhari-hari dari Tangkuban Perahu ke arah Timur, maka sampailah Raden Kamandaka kewilayah Kadipaten Pasir Luhur.Secara kebetulan Raden Kamandaka sampai Pasir Luhur, betemu dengan Patih Kadipaten Pasir Luhur yaitu Patih Reksonoto.

    Patih Reksonoto :”Wahai Raden Kamandaka, saya ini sudah sangatlah tua dan juga tidak mempunyai anak, sudikah engkau ku angkat menjadi anak?aku sangat kesepian.”

    Raden Kamandaka:”Baiklah patih, saya akan meneima permintaanmu.”

    Patih Raksonoto :”Oh, Raden terima kasih atas penerimaanmu, saya sangat bangga dan akan sangat mencintaimu sebagai anak yang akan ku anggap anak kandungku.”

    Raden Kamandaka:”Terima kasih juga patih.”

    BalasHapus
  180. 1/4
    Legenda Danau Toba
    (1)Ada seorang pemuda yatim piatu yang miskin. Ia tinggal seorang diri di bagian Utara Pulau Sumatra yang sangat kering.
    (2)Pemuda: Aku seorang yatim piatu sekarang dan aku tidak punya uang untuk melangsungkan hidup.Bagaimana aku bisa dapat uang?
    (3)Setelah berfikir sejenak...
    (4)Pemuda: Ya,aku harus bekerja.aku akan mencoba bertani dan mencari ikan.Sekarang aku harus pergi ke sungai untuk memancing ikan.
    (5)Di Sungai...
    (6)Pemuda: Wow untung cuaca lagi cerah...sambil mancing aku istirahat dulu ah..
    (7)Menjelang siang hari..
    (8)Pemuda: eh aku ketiduran..lihat pancingan aku dulu apa sudah ada ikan ya..eh pancingan aku ada ikan..sepertinya aku dapat ikan besar.duhh susah benar tariknya.
    (9)Setelah ditarik,ternyata pemuda tersebut mendapatkan ikan yang aneh.
    (10)Pemuda: Waw ikannya besar dan sangat indah. Warnanya pun keemasan. Pasti mahal harganya.
    (11)Ia lalu melepas pancingnya dan memegangi ikan itu. Tiba-tiba saat tersentuh oleh tangannya, ikan itu berubah menjadi seorang putri yang cantik! Pemuda itu pun terkejut.
    (12)Putri Ikan: Terima kasih pemuda. Kamu telah menghilangkan kutukanku.
    (13)Pemuda: Siapa kamu? Mengapa kamu bisa berubah?
    (14)Putri Ikan: Jangan takut pemuda.Sebenarnya saya adalah seorang peri yang sedang dikutuk oleh para dewa. Karena saya telah melanggar suatu larangan, maka saya dikutuk menjadi seekor ikan. Telah disuratkan, jika saya tersentuh oleh tangan, maka saya akan berubah bentuk menjadi seperti makhluk apa yang menyentuh saya. Karena saya disentuh oleh kamu sebagai manusia, maka saya juga berubah menjadi manusia juga.
    (15)Pemuda: Owh kamu seorang peri.Pantesan kamu cantik.hehehe
    (16)Putri Ikan: Terima kasih..
    (17)Wajah putri tersebut pun mulai memerah. Ternyata mereka berdua saling jatuh cinta.Tetapi mereka takut untuk mengatakannya.
    (18)Pemuda: Kamu pasti tidak ada tempat untuk berlindung kan? Bersediakah kamu tinggal di rumah saya?

    BalasHapus
  181. 2/4
    (19)Putri Ikan: Saya sih mau. Karena saya juga tidak tau harus kemana lagi.Tetapi saya punya satu syarat.
    (20)Pemuda : Apa itu?
    (21)Putri Ikan: Kamu harus berjanji akan menjaga rahasia jika saya berasal dari seekor ikan.
    (22)Pemuda: Iya saya akan berjanji tidak akan mengatakan asalmu kepada orang-orang.
    (23)Putri Ikan: Terima kasih.
    (24)Pemuda: Sama-sama. Kamu jangan sungkan sama saya.Jika kamu ingin bicara sesuatu kepadaku.Katakanlah itu.Saya akan siap mendengarkan semua itu.
    (25)Putri Ikan: Hmm... ada sesuatu yang masih menjanggal dihatiku.
    (26)Pemuda: Apa itu? Ceritakanlah kepadaku.
    (27)Putri Ikan: Saya berfikir jika saya tinggal dirumahmu apa kata tetangga nanti. Saya takut nanti kita menjadi bahan omongan tetangga.
    (28)Pemuda: Tidak akan menjadi omongan orang-orang. Karena para tetangga saya sangat baik hati dan suka menolong sesama.
    (29)Putri Ikan :Kalau begitu lega rasanya..
    (30)Pemuda : Tenang saja saya akan menjaga kamu semampu saya.
    (31)Dengar perkataan pemuda itu, Putri ikan pun tersanjung. Hatinya serasa berbunga-bunga dan wajah putri kembali memerah.
    (32)Pemuda: Waktu sudah menjelang sore hari. Mari kita pulang untuk berisitirahat.Kamu pasti sudah lelah.
    (33)Putri Ikan: Iya. Saya sudah sangat lelah. Sudah rasanya ingin cepat-cepat pulang kerumahmu.
    (34)Di halaman rumah Pemuda...
    (35)Pemuda: Nah, kita sudah sampai. Ini rumahku. Memang rumahku tidak bagus. Bahkan rumahku dapat dikatakan tidak layak untuk dihuni. Tetapi saya nyaman tinggal di rumah ini. Dan rumah inilah satu-satunya harta yang saya punya.
    (36)Putri Ikan: Tidak apa-apa. Saya juga senang dapat diberi tempat tinggal.
    (37)Setelah beberapa tahun mereka hidup berdua tanpa ikatan apapun.Putri Ikan yang hanya di rumah membereskan semua pekerjaan rumah dan Pemuda tetap bekerja sebagai petani dan pencari ikan. Mereka berdua layaknya sepasang suami istri. Pada suatu ketika Pemuda itu memantapkan hatinya untuk mengatakan semua perasaannya terhadap putri.
    (38)Pemuda: Putri, sebenarnya saya ingin mengatakan sesuatu hal yang menyangkut kita berdua. Tetapi jika saya mengatakannya saya harap putri tidak akan marah dan meninggalkan saya.

    BalasHapus
  182. Babak3

    Adapun yang memerintahkan Kadipaten Pasir Luhur adalah “Adi Pati Kanandoho”. Beliau mempunyai beberapa orang Putri dan sudah bersuami kecuali yang paling bungsu yaitu Dewi Ciptoroso yang belum bersuami. Dewi Ciptoroso inilah seorang putri yang mempunyai wajah mirip Ibu raden Kamandaka, dan Putri inilah yng sedang dicari oeh Raden Kamandaka.Suatu kebiasaan dari Kadipaten Pasir Luhur bahwa setiap tahun mengadakan upacara menangkap ikan di kali Logawa. Pada upacara ini semua keluarga Kadipaten Pasir Luhur beserta para pembesar dan pejabatan pemerintah turut menangkap ikan di kali Logawa.Pada waktu Patih Reksonoto pergi mengikuti upacara menangkap ikan di kali Logawa, tanpa diketahuinya Raden Kamandaka secara diam-diam telah mengikutinya dari belakang.

    Dewi Ciptoroso :”Siapakah dikau yang mengikutiku dari tadi?”

    Raden Kamandaka:”Hamba Rande Kamandaka paduka putrid, maaf atas kelancangan saya telah mengikuti engkau.

    Dewi Ciptroso :”Tak apa-apa, namun apa gerangan engkau mengikutiku sejak tadi?”

    Rade Kamandaka :”Karena waja paduka mirip dengan wajah almarhum ibuku.”

    Dewi Ciptoroso :”Oh, maafkan saya, saya tidak tahu.”

    Raden Kamandaka:”Tak apa-apa paduka.”

    Sejak pertemuan itu mereka berdua menjadi lebih sering bertemu, dan akhirnya mereka saling jatuh cinta.

    Dewi Ciptoroso :”Kamandaka, bisakah kita bertemu malam ini? Aku sangatlah merindukanmu.”

    Raden Kamandaka :”Dengan senang hati paduka.”

    Benarlah pada malam harinya Raden Kamandaka dengan diam-diam tanpa ijin patih Resonoto, ia pun pergi menjumpai Dewi Ciptoroso yang sudah rindu menanti kedatangan Raden Kamandaka. Namun keberadaan Raden Kamandaka di Taman Kaputren Bersama Dewi Ciptoroso tidak berlangsung lama. Karena tiba-tiba prajurit pengawal Kaputren mengetahui bahwa di daalam taman adaa pencuri yang masuk. Hal ini kemu kemudian dilaporkan oleh Adipatih Kandandoho.

    Pengawal :”Ampun paduka, saya ingin melaporkan bahwa sudah ada pencuri yag masuk ke dalam taman.”

    Adipatih Kandandoho :”APA!! Segera kalian tangkap pencuri itu!

    BalasHapus
  183. 3/4
    (39)Putri ikan: Iya. Saya akan janji tidak akan marah dan meninggalkan kamu. Apa yang ingin kamu katakan?
    (40)Pemuda: Sebenarnya sejak pertama kita bertemu, Saya merasakan ada yang lain dengan perasaan saya. Ternyata semakin kesini perasaan itu makin kuat. Saya telah jatuh cinta dengan putri. Apakah putri ingin menikah dengan saya?
    (41) Dengar ucapan pemuda itu, putri pun terkejut. Ternyata perasaan mereka berdua sama. Wajah putri ikan pun kembali merona.
    (42)Putri Ikan: (menganggukan kepala) Iya. Saya bersedia menikah denganmu Kakanda.
    (43)Betapa senang dan leganya hati mereka. Karena mereka telah mengatakan kata-kata itu yang telah dipendam beberapa tahun lamanya.
    (44)Putri Ikan: Ingat Kakanda, jaga rahasia tentang asalku.
    (45)Pemuda: Iya. Kakanda akan menjaga rahasia asal asul Ananda.
    (46)Hari pernikahan pun tiba. Pernikahan mereka pun cukup sederhana. Mereka hanya mengundang para tetangga sekitar rumah mereka.
    (47)Setahun kemudian putri melahirkan seorang anak laki-laki yang lucu hasil buah cinta mereka. Mereka pun bahagia dengan adanya seorang anak.
    (48)Pemuda: Adinda, Kakanda senang rasanya.Hidup kakanda lengkap sudah dengan lahirnya buah cinta kita ini.
    (49)Putri Ikan: (tersenyum) Adinda pun merasakan itu..
    (50)Mereka berdua pun merawat buah hati mereka dengan penuh kasih sayang. Keluarga mereka pun harmonis. Anak mereka pun tumbuh sehat dan bahagia. Karena mempunyai orangtua yang menyayanginya. Namun ketika beranjak besar, napsu makan anak mereka bertambah. si Anak ini selalu merasa lapar. Walapun sudah banyak makan-makanan yang masuk kemulutnya, ia tak pernah merasa kenyang.
    (51)Putri Ikan: Sabar kakanda.. Anak kita masih dalam masa pertumbuhan. Jadi, mungkin napsu makannya pun besar.
    (52)Pemuda: Iya adinda.
    (53)Hingga suatu hari, karena begitu laparnya, si Anak makan semua makanan yang ada di atas meja, termasuk jatah makan kedua orang tuanya.
    (54)Sepulang dari ladang,
    (55)Pemuda: Adinda, kakanda pulang. Tolong siapkan makanan. Kakanda sudah lapar.
    (56)Putri Ikan: (cemas dan diam)
    (57)Pemuda: Kenapa adinda?
    (58)Pemuda dan Putri Ikan menuju meja makan. Ketika pemuda itu mendapati meja yang kosong tak ada makanan, marahlah hatinya. Karena lapar dan tak bisa menguasai diri, keluarlah kata-katanya yang kasar kepada anaknya.
    4/4
    (59)Pemuda: Dasar anak keturunan ikan!
    (60)Pemuda itu tak menyadari dengan ucapannya itu. Berarti ia sudah membuka rahasia asal usul istrinya. Setelah pemuda itu mengucapkan kata-katanya yang kasar, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kaki istri dan anaknya itu, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.

    BalasHapus
  184. babak 4

    Hal ini diketahui oleh Raden Kamandaka. Karena kesaktian daan ilmu ketangkasan yang dimiliki oleh Raden Kamandaka, maka Raden Kamandaka dapat meloloskan diri dari kepungan prajurit Pasir Luhur.Sebelum Raden Kamandaka lolos daari Taman Kaputren, ia sempat mengatakan sesuatu kepada para prajurit.

    Raden Kamandaka :”Hai prajurit, katakanlah bahwa aku adalah putra dari patih Patih Reksonoto kepada adipatih Kandandoho.”

    Prajurit :”Haha, itu sangat tidak mungkin,sekali pencuri tetaplah pencuri.

    Setelah itu , Raden Kamandaka berhasil kabur. prajurit, melaporkannya kepada Adipatih Kandandoohho.

    Prajurit :”Maaf Paduka, pencuri itu berhasil melarikan diri, dan dia mengaku bahwa dia adalah anak dari Patih Reksonoto.”

    Adipatih Kandandoho :”APA! Dasar bodoh! cepat kalian panggil Patih Reksonoto dan perintahkan untunk menyerahkan putranya.

    Prajurit :”Ba…baik paduka.”


    Perintaah ini dilaksanakan oleh Patih Reksonoto, walaupun dalam hatinya sangatlah berat. Patih Reksonoto memberikan siasat.

    Patih Reksonoto :”Anakku engkau sedang di cari-cari oleh para prajutrit,cepat kw terjun masuk kedalam sungai dan menyelam mengikuti arusnya.”

    Raden Kamandaka:”Namun ayahanda, apa yang akan kau katakana kepada mereka bahwa aku tidak ada.”

    Patih Reksonoto :”Aku bisa mengatakan bahwa engkau sudah mati oleh arus sungai, sekarang cepat pergi dari sini sebelum mereka datang

    Dengan cepat Raden Kamandaka mengikuti perintah itu, tak lama kemudian para prajurit yang dibicarakan itu datang. Patih Reksonoto mengatakan semuanya sesuai dengan siasatnya, para prajurit mempercayainya dan pulang menghadap Adipatih Kandandoho.

    Prajurit :”Paduka , putra Paih Reksonoto telah meninggal dan dikatakan bahwa dia meninggal karena terseret arus sungai.”

    Adipatih Kandandoho:”Haha, bagus..bagus..baiklah kerja kalian bagus.

    Prajurit :”Terima kasih paduka.”

    Dengan begitu. Raden Kamandaka dapat lari dan selamat dari pengejaran para prajurit. Sepanjang Raden Kamandaka menyelam mengikuti arus sungai bertemulah dengan seorang yang memancing di sungai. Orang tersebut bernama Rekajaya, Raden Kamandaka dan Rekajaya kemudian berteman baik dan menetap di desa Panagih. Di desa ini Raden Kamandaka diangkat anak oleh Mbok Kektosuro, seorang janda miskin di desa tersebut.Raden Kamandaka menjadi penggemar adu ayam. Kebetulan Mbok Reksonoto mempunyai ayam jago yang bernama “Mercu”. Pada setiap penyabungan ayam Raden Kamandaka selalu menang dalam pertandingan, maka Raden Kamandaka menjadi sangat terkenal sebagai botoh ayam. Hal ini pun tersebar sampai ke Pasir luhur.

    Adipatih Kandandoho:”Sialan, raden itu ternyata masih hidup, Hey prajurit cepat kesini!

    Prajurit :”Ada gerangan apa paduka memanggil hamba?”

    Adipatih Kandandoho:”Raden Kamandaka masih hidup,cepat kalian tangkap dia hidup atau mati!

    Prajurit :”Baik paduka.”

    Pada saat itu tiba-tiba datanglah seorang pemuda tampan mengaku dirinya bernama”Silihwarni”

    Silihwarni :”Maaf paduka, hamba bernama Silihwarni.”

    Adipatih Kandandoho:”Ada apa gerangan kau kesini?”

    SIlihwarni :”Hamba ingin mengabdi kepada Pasir Luhur.”

    Adipatih Kandandoho:”Hmmmh…baiklah kau akan kuterima asal dengan satu syarat, engkau harus membunuh Raden Kamandaka serta kau harus membawa darah dan hatinya.

    Silihwarni :”Baiklah paduka.”

    BalasHapus
  185. Babak 5

    Sebenarnya Silihwarni adalah nama samaran. Nama itu sebenarnya adalah Banyak Ngampar Putra dari kejajaan Pajajaran, yaitu adik kandung dari Raden Kamandaka.Ia oleh ayahnya Prabu Siliwangi ditugaskan untuk mencari saudara kandungnya yang pergi sudah lama belum kembali. Untuk mengatasi gangguan dalam perjalanan, ia dibekali pusaka keris Kujang Pamungkas sebagai senjatanya. Dan dia juga menyamar dengan nama Silihwarni, dan berpakaian seperti rakyat biasa. Karena ia mendengar berita bahwa kakak kandungnya berada di Kadipaten Pasir Luhur, maka ia pun pergi kesana. Setelah Silihwarni menerima perintah daari Adipatih, pergilah ia dengan diikuti beberapa prajurit dan anjing pelacak menuju desa Karang Luas, tempat penyabungan ayam. Ditempat inilah mereka bertemu. Namun keduanya sudah tidak mengenal lagi. Silihwari berpakaian seperti raknyat biasa sedangkan Raden Kamandaka berpakaian sebagai botoh ayam, dan wajahnya pucat karena menahan kernduan kepada kekasihnya.

    Silihwarni :”Hai Raden Kamandaka, maukah engkau beradu ayam denganku?”

    Raden Kamandaka :”Baiklah cepat kau kesini.”

    Terjadilah persabungan ayan Raden Kamandaka dan Silihwarni. , dengan tanpa disadari oleh raden kamandaka tiba-tiba Silihwrni menikam pinggang Raden Kamandaka dengan keris Kujang Pamungkasnya. Karena luka goresan keris itu tersebut darahpun keluar dengan deras.Dia terus berlari dan akhirnya berhenti di sebuah goa. Silihwarni yag mengejarnya sampai ke goa kehilangan jejak.

    Silihwarni :”Hei, aku tahu kau di dalam goa ini, cepat kau keluar dari sana pengecut dan hadapi aku!

    Raden Kamandaka :”Hei Siliwarni, tahukah engkau aku sebenarnya adalah banyak Croto dari kerajaan pajajaran.”

    Silihwarni :”Benarkah itu?engkau Banyak Croto?ohh aku mencari mu kemana-mana, asal kau tahu aku adalah Banyak Gambar , aku telah mencari –carimu hingga sekarang.”
    Raden Kamandaka :”Benarkah?”

    Silihwarni :”Iya saudaraku.”

    Demikian kata-kata ayang pengakuan antara Raden Kamandaka dan Silihwarni bahwa mereka adalah purta pajajaran, maka orang yang mendengar merupakan nama versi ke-2, untuk goa jatijajar tersebut. Kemudian mereka berdua berpeluka dan saling memaafkan.Namun karena Silihwarni harus membawa bukti hati dan darah Raden Kamandaka, maka akhirnya anjing pelacaknya yang dipotong diambil darah dan hatinya. Dikatakan bahwa itu adalah hati dan darah Raden Kamandaka yang telah dibunuhnya. Raden Kamandaka kemudian bertapa di dalam goa dan mendapat petunjuk , bahwa niatnya untuk mempersunting Dewi Ciptoroso akan tercapai kalau ia sudah mendapat pakaian “Lutung” dan ia disuruh supaya mendekat ke Kadipaten Pasir Luhur, yaitu supaya menetap di hutan Batur Agung, sebelah Barat Daya dari batu Raden.

    BalasHapus
  186. Babak 6

    Suatu kegemaran dari Adipatih Pasir Luhur adalah berburu. Pada suatu hari Adipatih dan semua keluarganya berburu, tiba-tiba bertemulah dengan seekor lutung yang sangat besar dan jinak. Yang akhirnya di tangkaplah lutung tersebut hidup-hidup.Ketika akan dibawa pulang muncullah pemuda bernama Rekajaya.

    Adipatih Kandandoho:”Hey, siapa Engkau?”

    Rekajaya :”Maaf paduka, lutung tersebut adalah lutung peliharaanku dan jika kau bersedia aku ingin merawatnya di Kadipaten.”

    Adipatih Kandandoho:”Baiklah kau kuterima, ayo ikuti aku pulang ke Kadipaten.”

    Rekajaya :”Terima kasih paduka.”

    Setelah sampai di kadipaten para putri berebut ingin memelihara lutung tersebut. Selama di Kadipaten lutung tersebut tidak mau dikasih makan.

    Putri 1 :”Ayahanda aku ingin memelihara lutung itu.”
    Putri 2 :”Tidak, kw harus mengalah kepadaku, aku ingin memeliharanya.”
    Putri 3 :”Kalian berdua apakah bsa mengalah kepadaku yang lebh muda?”

    Adipatih Kandandoho:”Baiklah, jika kalian berebut, akan ku buat sayembara, siapaun pun di anatara kalian yang dapat memberi lutung ini makan, maka dia berhak memeliharanya.”

    Putri 1 2 3 :”Baiklah ayahanda.”





    Ternyata makanan yang diterima oleh lutung tersebut hanyalah makanan dari Dewi Ciporoso, maka “Lutung Kasarung” itu menjadi peliharaan Dewi Ciptoroso. Pada malam hari lutung tersebut berubah wujud menjadi Raden Kamandaka. Sehingga hanya Dewi Ciptoroso yang tahu tentang hal tersebut. Pada siang hari ia berubah menjadi lutung lagi. Maka keadaan Dewi kini menjadi sangat gembira dan bahagia, yang selalu ditemani lutung kasarung.

    BalasHapus
  187. Babak 7

    Alkisah pada suatu hari raden dari Nusa Kambangan Prabu Pule Bahas menyuruh Patihnya untuk meminang Putri Bungsu Kadipaten Pasir Luhur Dewi Ciptoroso.

    Patih :”Maaf paduka, hamba kesini karena perintah dari raden dari Nusa Kambangan Prabu Pule Bahas.

    Adipatih Kandandoho:”Ada apa gerangan dia memerintahmu kesini?”

    Patih :”Raden Nusa Kambangan ingin sekali meminang putrid anda, Dewi Ciptoroso., dan jika ini di tolak, dia akan menghancurkan Kadipaten Pasir Luhur.

    Adipatih Kandandoho:”Ba..baik akan kulakukan sekarang kau cepat sampaikan penerimaan pinang nya.”

    Patih :”Hamba mohon pamit.”

    Atas saran dan permintaan dari Lutung Kasarung pinangan Raja Pule Bahas agar supaya diterima saja. Namun ada beberapa syarat yang haarus dipenuhi oleh raja Pule Bahas. Salah satunya ialah dalam pertemuan pengantin nanti Lutung Kasarung harus turut mendampingi Dewi Ciporoso. Pada waktu pertemuan pengantin berlangsung, Raja Pule Bahas selalu diganggu oleh Lutung Kasarung yang selalu mendampingi Dewi Ciptoroso. Oleh sebab itu Raja Pule Bahas marah dan memukul Lutung Kasarung. Namun Lutung Kasarung telah siap berkelahi melawan Raja Pule Bahas

    Raja Pule :”Hey kau lutung lancing sekali kau menggangguku dengan Dewi Ciptoroso.”

    Lutung Kasarung :”Kau kira aku akan taut dengan gertakanmu?tidak akan!”

    Raja Pule :”lancang sekali kauy, sekarang kita akan bertarung!”

    Pertarungan Raja Pule Bahas dengan Lutung Kasarung terjadi sangat seru. Namun karena kesaktian dari Lutung Kasarung, akhirnya Raja Pule Bahas gugur dicekik dan digigit oleh Lutung Kasarung.
    Tatkala Raja Pule Bahas gugur maka Lutung Kasarung pun langsung menjelma menjadi Raden Kamandaka, dan langsung mengenkan pakaian kebesaran Kejajaan Pajajaran dan mengaku namanya Banyak Cotro. Kini Adipatih Pasir Luhur pun mengetahui hal yang sebenarnya adalah Raden Kamandaka dan Raden Kamandaka adalah Banyak Cotro dan Banyak Cotro adalah Lutung Kasarung putra mahkota dari kerajaan Pajajaran. Dan akhirnya ia dikawinkan dengan Dewi Ciptoroso.
    Namun karena Raden Kamandaka sudah cacat pada waktu adu ayam dengan Silihwarni kena keris Kujang Pamungkas maka Raden Kamandaka tidak dapat menggantikan menjadi raja di Pajajaran.
    Karena tradisi kerajaan Pajajaran, bahwa putra mahkota yang akan menggantikan menjadi raja tidak boleh cacat karena pusaka Kujang Pamungkas. Sehingga setelah ia dinikahkan dengan Dewi Ciptoroso, Raden Kamandaka hanya dapat menjadi Adipatih di Pasir Luhur Menggantikan mertuanya. Sedangkan yang menjadi Raja di Pajajaran adalah Banyak Blabur

    BalasHapus
  188. Pak Kasdi saya Masitha Prilina Yusmar salah menuliskan nomor absen,yang benar no. absen saya 27 bukan 14. Dengan ini kesalahan pada nomor absen saya perbaiki. Terima kasih pak :)

    BalasHapus
  189. Naskah Drama
    Karya :Steven Salim
    Kelas/No.Absen: XI IPA 4 / 40

    Timun Emas
    Babak (1/4)

    Di suatu desa hiduplah kakek dan nenek yang menginginkan seorang anak yang dapat membantunya tiap hari di rumah.

    1.Kakek: Selamat sore nek (sambil mengetuk pintu rumah)
    2.Nenek: Sebentar (sambil berjalan dan membuka pintu) , bagaimana hari ini ?
    3.Kakek: Seperti biasa nek (dengan mengembuskan nafas)
    4.Nenek: Kakek kenapa kelihatan sedih
    5.Kakek: Saya masih bingung kenapa dari dulu kita belum mendapatkan
    seorang anak.
    6.Nenek: Hmm.. bagaimana jika kita pergi ke hutan nanti sore , nenek dengar dari warga desa ini ada raksasa yang dapat mengabulkan permintaan.
    7.Kakek: Itu-kan hanya tahyul nek.
    8.Nenek: Apa salah kalau kita mencobanya dulu.
    9.Kakek: Baiklah lagi pula kakek lelah hidup tanpa anak yang dapat membatu dan menjaga kita kelak.
    10.Nenek: Ayo kita bergegas pergi sekarang nanti kemalaman.

    Pada sore itu juga mereka pergi kehutan untuk mencari Raksasa yang dikatakan oleh warga desa tersebut , ketika mereka berjalan terdengar-lah suara suara yang aneh.

    11.Nenek: kakek suara apa itu ?
    12.Kakek: kakek juga tidak tahu suara apa itu, tapi sepertinya suara itu berasal dari tempat yang tertutup pepohonan besar itu.
    13.Nenek: nenek jadi takut kek.
    14.Kakek: Mungkin saja itu raksasa yang kita cari.
    15.Nenek: Baiklah mari kita kesana (dengan suara yang gemetar)

    Akhirnya mereka pergi ke tempat suara aneh itu ber-asal dan mereka menemukan raksasa yang sedang tidur dengan pulas.

    16.Kakek: Nek ternyata itu suara raksasa yang sedang tidur ini.
    17.Nenek: Raksasanya besar dan menyeramkan kek , mungkin kita sebaiknya pulang dari pada dia marah dan memakan kita nanti .
    18.Kakek: Kita sudah setengah jalan nek mengapa kita harus pulang dan mengurungkan niat kita untuk mendapatkan anak yang dapat membantu kita.

    Karena mereka berdebat terus akhirnya sang raksasa terbangun dan nenek tidak bisa berkata-kata karena ketakutan melihat raksasa yang besar dan menyeramkan itu , tetapi hanya kakek yang terlihat sedikit gugup karena takut tidak bisa kembali lagi ke rumah.

    BalasHapus
  190. Babak (2/4)

    19.Raksasa: Hei kalian berani sekali membangunkan saya !
    20.Kakek: Maaf raksasa kami tidak bermaksud untuk menggangu (dengan gugup kakek menjawab)
    21.Raksasa: Jadi maksud kedatangan kalian kesini kenapa? Apa kalian mau saya masak ?
    22.Kakek: Jangan masak kami raksasa , kami hanya ingin memiliki seorang anak , bisakah kamu menolong ku wahai raksasa .
    23.Raksasa: Seorang anak? Hmm.. baiklah tapi ada syaratnya.
    24.Kakek: Apapun syaratnya saya akan terima
    25.Raksasa: Syaratnya,ketika anakmu berumur 9 tahun , kamu bawa anakmu ke hutan ini lagi untuk saya santap , ini saya berikan biji mentimun nanti kamu tanam dan rawat baik-baik selama 2 minggu , setelah itu kamu cari mentimun yang besar dan berkilau seperti emas.
    26.Kakek: Baiklah saya menerima syaratnya dan saya akan menanam biji mentimun itu dan merawatnya dengan baik.

    Dalam perjalanan pulang dari hutan nenek hanya diam saja , kakek mencoba menghilangkan rasa takut nenek dengan menghiburnya . Akhirnya sesampai dirumah nenek sudah mulai tenang .

    27.Kakek: Nek mari kita tanam bibit ini dan kita rawat dengan baik.
    28.Nenek: Baiklah nenek ambil cangkul dulu.

    Setelah 2 minggu , pagi itu kakek yang terbangun duluan dan dengan cepat kakek keluar rumah untuk melihat bibit mentimun yang mereka tanam itu , dan sesampai diluar kakek terkejut melihat mentimun yang bersinar dan sangat besar.

    29.Kakek: Nenek! Cepat bangun! Lihatlah apa yang terjadi dengan biji mentimun yang kita tanam.
    30.Nenek: Wah! Ayo lekas kita belah timun itu.

    Ketika mereka membelah mentimun emas itu terlihat sosok gadis kecil dan jelita.

    31.Kakek: Wah nek akhirnya kita memiliki seorang anak (dengan nada yang terputus-putus)
    32.Nenek: Iya kek , nenek senang sekali (sambil menangis)
    32.Kakek: Bagaimana jika anak ini kita beri nama Timun Emas
    33.Nenek: Baiklah itu nama yang bagus , karena memang anak ini lahir dari biji mentimun yang berkilau seperti emas.

    Kakek dan nenek itu merawat Timun Emas dengan baik dan Timun Emas tumbuh sempurna .
    Suatu hari datanglah raksasa untuk menagih janjinya.

    BalasHapus
  191. Babak (3/4)

    34.Raksasa: hei kalian saya datang menagih janji yang harus kalian tepati.
    35.Kakek dan Nenek: Raksasa kami mempunyai usul , bagaimana jika kamu memberikan kami waktu 2 tahun lagi agar Timun Emas menjadi dewasa dan besar karena semakin besar dan dewasa akan semakin enak kamu lahap .
    36.Raksasa: Benar juga apa kata kalian , baiklah saya akan memberikan kalian waktu 2 tahun lagi .

    Pada saat itu Timun Emas melihat dan mendengar semua yang dibicarakan Raksasa dengan kakek dan nenek ,Timun Emas lalu bertanya dengan kakek dan nenek.

    37.Timun Emas: Kek , nek apakah yang kalian bicarakan dengan raksasa itu benar?
    38.Kakek dan Nenek: Ya, itu semua benar (kakek dan nenek menceritakan semua hal tentang perjanjian itu )
    39.Timun Emas: Kakek dan nenek harus tenang , kita harus selalu berdoa agar semua itu tidak akan terjadi.

    Hari demi hari berlalu dengan cepat dan Sebentar lagi raksasa itu akan kembali , setiap kali kakek dan nenek teringat akan janjinya hatinyapun menjadi cemas dan sedih karena,anak mereka besarkan dan mereka sayangi dengan sepenuh hati akan dilahap raksasa , dan suatu ketika nenek bermimpi agar anak mereka selamat ia harus menemui petapa di Gunung Gundul.

    40.Nenek: Kakek! Timun! sini nenek ingin membicarakan sesuatu.

    Nenek menceritakan semua isi mimpinya kepada kakek dan Timun Emas.
    Ke-esokan harinya Kakek , Nenek pergi ke Gunung Gundul , di Gunung Gundul ia bertemu seorang petapa.

    41.Petapa: Siapa kalian? Dan untuk apa kalian kesini ?
    42.Kakek , Nenek: Maaf maksud kedatangan kami kami ingin meminta bantuan kepadamu petapa.
    43.Petapa: Kenapa kalian meminta bantuan kepadaku , bisakah kamu menjelaskannya?

    Langsung nenek menceritakan isi mimpinya kepada petapa tersebut , dan petapa tersebut memberikan 4 buah bungkusan kecil, yaitu biji mentimun, jarum, garam,dan terasi sebagai penangkal. Sesampainya dirumah diberikannya 4 bungkusan tadi kepada Timun Emas, dan disuruhnya Timun Emas berdoa.
    Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji.

    44.Raksasa: Hei kalian semua keluar-lah saya datang untuk menagih janji.

    Timun emaspun disuruh keluar lewat pintu belakang oleh Kakek dan Nenek.Tetapi raksasa itu melihatnya dan raksasapun mengejarnya.

    BalasHapus
  192. Babak (4/4)

    45.Raksasa: Hei kau mau lari kemana!
    Timun emaspun teringat akan bungkusannya, maka ditebarnya biji mentimun.Timun emaspun teringat akan bungkusannya, maka ditebarnya biji mentimun untuk mengulur waktu.Raksasapun memakannya tapi buah timun itu malah menambah tenaga raksasa.

    46.Raksasa: Wah lezat sekali timun ini , ini membuatku semakin kuat.
    47.Timun Emas: Celaka raksasa itu semakin kuat!

    Lalu timun emas menaburkan jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam.

    48.Timun Emas: Rasakan itu raksasa jelek .

    Akan tetapi dengan kaki yang berdarah-darah raksasa terus mengejar.

    49.Raksasa: Aku akan mendapatkan mu sekarang !

    Timun emaspun membuka bingkisan garam dan ditaburkannya.
    Seketika hutanpun menjadi lautan luas.

    50.Timun Emas: Sepertinya kali ini kau tidak bisa lagi mengejar-ku

    Dengan kesakitannya raksasa dapat melewati lautan tersebut. Timun Emas langsung berlari lagi karena melihat raksasa tersebut bisa melewati lautan dengan mudah dan akhirnya Timun Emas terjebak di jalan buntu.

    51.Raksasa: Akhirnya engkau kudapatkan sebentar lagi Timun Emas akan kulahap kau sekarang,karena kau sudah tidak bisa berlari kemana-mana lagi.

    Yang terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, raksasa itu pun tercebur dan mati.Kakek dan nenek pun sangat gembira melihat Timun Emas Pulang dengan selamat.

    52.Timun Emas: Terimakasih Tuhan, Engkau telah melindungi hambamu ini

    Akhirnya Timun Emas,Kakek dan Neneknya hidup bahagia dan damai selamanya.

    BalasHapus
  193. ASAL – USUL DANAU TOBA
    Narrator : Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai.



    Petani : “Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar” (sambil memegang pancingan dan jongkok didepan sungai).


    Narrator : Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.

    Petani : “wah” kelihatannya kail ku diambil oleh ikan”.(dengan mimic senang lalu mengankat kailnya).”cantik sekali ikan ini dan ukurannya pun besar”.

    Narrator : Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu
    berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan
    menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. Tiba-tiba…..

    Ikan : “tunggu!!jangan makan aku! Aku akan bersedian membantumu dan
    menemanimu jika kau tidak mamakanku.”

    Narator : Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita.

    Petani : “aaaaa….”(mimic bngung sseakan-akan sedang bergumam)

    Ikan : “Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata itu.(sambil mngulurkan tangn) "Namaku Puteri, aku tidak
    keberatan untuk menjadi istrimu. Tapi ingat setelah kita mempunyai
    anak nanti kau tak boleh memberitahu asal-usul ku. Walaupun disaat itu engkau sedang marah sekalipun,jika kaau melanggarnya akan terjadi mala petaka yang maha dasyat”

    BalasHapus
  194. narrator : Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.
    Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak
    boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika
    janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.Setelah sampai
    di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani.


    Warga : "Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! "



    Narrator : Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
    Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.

    Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka.

    Puteri : “kanda bersabar saja mungkin putera masih dalam masa nakal-
    naklnya. Jadi dinda harap kanda bersabar”

    petani : "Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!"

    puteri : "Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik,"

    narrator : Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja.

    Puteri : “ nak tolong antarkan makanan dan minuman ini untuk ayahmu. Kasihan ayahmu kelaparan dan kehausan di sawah.”

    Putera : “ baik bu”

    Puteri : “ ingat putera jangan tidak kau antarkan makanan ini. Ayahmu sangat kelaparan disan”

    Putera : “baik bunda. Aku tidak akan lupa”

    Narrator : Namun belum sempat mngantarkan makanan tersebut putera diajak main bola oleh teman- teman sepermainnanya.

    Teman : “ putera!putera! main boal yuk?”

    Putera : “tapi..””aa nanti saja aku anatarkan makanan ini.baik ayo kita main”

    Narrator : Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya.

    Petani : "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !,"

    Narrator : Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.

    BalasHapus
  195. TIGA PERMINTAAN
    (SUMATERA SELATAN)




    Ada sepasang suami istri petani bertempat tinggal agak di luar desa.Sang suami bernama Robin dan istrinya bernama Rabiatun. Mereka sebidang lahan yang dijadikan sawah. Rumah mereka berlantai tanah dan berdinding kulit kayu di tepi sawah. Kehidupan suami istri itu tidak terlallu mmiskin. Hasil panen padi mereka setiap musim selalu baik, cukup untuk makan sekedarnya. Hasil panen palawija mereka jual ke pasar. Cukup untuk membeli kebutuhan ruamah tanggadan pakaian sekedarnya. Akan tetapi, mereka merasa risau sebab sudah beberapa tahun hidup sebagai suami istri, belum juga mendapat anak. Setiap Rabiatun berkunjung ke desa, hatinya selalu pilu jika melihat para ibu menggendong atau bermain denagan anak mereka. Demikian juga Robin, sudah lama ia ingin menjadi ayah, tetapi belum berhasil. Suatu malam Rabiatun bermimpi. Ia sedang mencari kayu di hutan. Tiba – tiba muncul seorang pria tua.

    Pria tua : aku tahu namamu rabiatun, aku datang karena ingin menolongmu.
    (pria tua berjubah putih dengan serban di kepala)
    Rabiatun : menolong dalam soal apa pak ?.
    Pria tua : aku tahu hatimu dan juga suamimu selalu risau. Benarkah?.
    Rabiatun : benar, pak! (dengan nada suara yang cerah).
    Rabiatun : kenapa bapak bisa tahu? (dengan wajah yang kebinguan)
    Pria tua : iya tentu, kalian berdua risau karena belum mempunyai anak.
    Rabiatun : benar pak, apakah bapak orang sakti, mungkin dapat menolong
    kami? (raut muka rabiatun penuh harap).
    Pria tua : aku datang ketempat ini karena ingin menolongmu jika kamu
    memang memerlukan pertolonganku.
    Rabiatun : kami sangat mengharapkan pertolongan, pak. Jika kami tidak
    mendapatkan anak, hidup kami akan sia – sia. Tolonglah kami, pak.
    (sambil meletakkan parangnya di tanah dan berlutut di hadapan pria
    tua berjubah putih).
    Pria tua : berdirilah, jangan berlutut demikian. Aku akan berusaha menolong,
    tetapi kamu harus menepati janji.
    Rabiatun : janji apa pak?
    Pria tua : berjanji bahwa kamu minta tolong untuk mendapat anak. Obat yang
    akan kuberi kelak harus kamu gunakanuntuk kepentingan anakmu,
    aemelihara dan mendidik anak dengan baik agar menjadi orang
    Orang berbudi pekerti yang baik.
    Rabiatun : ya, saya berjanji, pak. Obat yang bapak beri untuk tujuan agar kami
    mendapat anak.
    Pria tua : baiklah. Besok pagikamu dengan suami berjalan menghulu tepi
    Sungai yang ada di dekat sawahmu sampai masuk hutan lebat. Bila
    Kamu berdua menemukan pohon besar yang sedang berbunga merah,
    Dekatilah pohon itu. Di dekat batang pohon akan ada tiga biji
    Semangka, ambilah ketiga biji itu. Bila kamu ingin apa saja, termasuk
    Ingin anak, tutup matamu dan buang salah satu biji itu keatas sambil
    Menyebut apa yang kamuinginkan. Setelah kau buka matamu, kau
    Akan memperoleh apa yang kau minta itu. Jelas?.

    BalasHapus
  196. Rabiatun : jelas, pak. Terima kasih. Siapa yang harus melakukanya pak?.
    Pria tua : kamu yang melakukannya.
    Rabiatun : Terima kasih, pak. Apakah kelak, Kubuka mataku aku akan langsung
    mendapat anak?.
    Pria tua : (sambil tersenyum) mana mungkin kamu langsung mendapat anak.
    Anak itu manusia. Aku bukan tuhan yang mendapatkan apa saja yang
    Kamu hendaki. Untuk mendapatkan anak harus melalui cara biasa.
    Kamu akan mengandung sembilan bulan lamanya, kemudian
    Melahirkan bayi.
    Rabiatun : baik, pak. Terima kasaih. (tiba – tiba pria berjubah itu lenyap).

    Rabiatun terbangun mejelang fajar, ia seakan merasakan benar percakapan dengan pria tua yang tadi ia jumpai dalam mimpinya. Rabiatu membangunkan suainya. Semua yang dialaminya dalam mimpi dicertakan kepada suaminya.

    Robin : ah, mimpi hanya permainan tidur. (dengan raut muka tidak percaya)
    Rabiatun : tetapi, aku percaya kak. Aku sungguh percaya. Besok pagi harus kita
    Coba berjalan menyusuri tepi sungai ke hulu. Kakak juga harus
    Percaya. Jika kakak ragu mungkin bapak tua berjuabah itu tidak jadi
    menyediakan biji semangka yang dikatankannya. Bukankah kakak
    juga sudah lama ingin jadi ayah?.

    Keesokan harinya, mereka berjalan menyusuri tepi sungai yang ada di dekat sawah mereka setelah beberapa ratus meter masuk ke hutan, mereka tiba di pohon besar yang sedang berbunga merah. Memnag benar, di dekat pohon itu ada tiga biji seperti biji semangka terketak ditanah.

    Rabiatun : terima kasih pak! Terima kasih! (sambil memungut biji - biji itu).
    aku sangat senang kak.
    Robin : aku juga bahagia, kalau memang benar – benar biji itu akan membuat
    Kita mempunyai anak.
    Rabiatun : ada tiga jenis yang dapat kita minta dan langsung dapat kita miliki.
    Biji pertama akan kugunakan untuk minta agar kita dapat anak. Lalu,
    Biji kedua untuk minta apa kak?.
    Robin : tentu saya minta agar kita kaya raya (sambil tersenyum licik).
    Rabiatun : setelah dapat anak dan kaya raya, kita minta yang berikutnya apa?.
    Robin : apa saja. Rumah besar yang mewah seperti istana raja.
    Rabiatun : setuju, kak. Aku setuju. Tapi bagaimana kalau yang ketiganya kita
    Gunakan untuk minta anak?.
    Robin : maksudmu sekaligus minta tiga anak?.
    Rabiatun : ah, kakak kok begitu, mana tahan aku melahirkan anak kembar tiga
    Begini kak, setiap biji kita minta satu anak.dengan demikian, kita
    Akan dapat tiga orang anak.
    Robin : terserah padamulah. Kau yang bermimpi, tentu kau yang paling
    berhak menggunakannya.

    BalasHapus
  197. Setelah mengambil biji- biji tadi di hutan, rabiatun dan suaminya pulang ke rumah. Setibanya di gubuk mereka.

    Rabiatun : kak, kita akan bisa mendapat tiga anak, tetapi kalau hidup kita terus –
    Menerus miskin begini bagaimana kak?.
    Robin : ok, kalau begitu. Satu biji kita gunakan untuk meminta anak, dua biji
    Lain untk kekayaan. Dengan demikian, kita akan hidup bahagia dan
    Kaya raya. Punya kekayaan yang berlimpah dan punya rumah seperti
    Istana.
    Rabiatun : setuju!! Malah aku ingin begini, kak. Kita akan hidup senang di istana
    Dan punya anak.
    Robin : aku juga senang, bagiku sama saja. Kaya raya dan mendapat anak.
    Rabiatun : kulakukan sekarang ya kak?
    Robin : terserah.

    Keduanya berdiri di halaman gubuk mereka. Rabiaatu memejamkan mata dan
    Menyuruh suaminya juga memejamkan mata.

    Rabiatun : kak, jangan membuka matamu sebelum aku selesai mengucapkan
    Permintaan. Aku minta istana yang mewah (sambil melempar biji
    Yang pertama).
    Rabiatun : kak lihatlah, (sambil membuka mata) kita sudah berada didalam
    istana mewah yang masih. Kosong berada tepat di bekas sawah
    kita. Tapi kalau kosong begini Bagaimana kak?
    Robin : minta lagi.
    Rabiatun : apa yang diminta? Minta perabot yang lengkap, tetapi jalan keluar
    Dan jalan untuk orang datang berkunjung tidak ada.
    Robin : minta sekaligus, perabot istana dan jalan raya ke desa serta mobil
    Mewah dan persediaan makanan yang banyak.
    Rabiatun : mungkin tidak bisa kak, kata pak tua berjubah itu, setiap biji hanya
    Dapat mengabulkan satu jenis, mungkin tidak terkabul kak.
    Robin : kalau saja kita pertama kali tadi minta anak terlebih dajulu, baru yang
    Yang lain. (namun hal itu hanya diucapkannya dalam hati).
    Rabiatun : begini kak. Kita minta emas saja. Jika ada emas, bisa kita jual ke kota
    Besar dan kita bisa membeli apa saja.
    Robin : dimana emas itu akan disimpan? Kalau orang tahu kita memiliki
    Segudang emas, tentu kita akan dirampok. Kalau kita minta sedikit,
    Akan habis terjual.
    Rabiatun : begini kak. Akan kuminta agar apa saja yang aku pegang menjelma
    Menjadi emas. Nah, dengan demikian kita bisa memiliki emas
    Seberapa banyak kita perlukan. Tidak perlu khawatir dirampok.
    Setuju kak?.
    Robin : benar juga, mintalah jika sudah ada emas, bisa kita jual dan kita bisa
    Membeli apa saja yang kita inginkan.

    BalasHapus
  198. Tanpa pikir panjang dan karena didorong hasrat yang kuat untuk menjadi
    Orang kaya raya. Keduanya memejamkan mata.

    Rabiatun : kuminta apa saja yang kusentuh berubah menjadi emas.

    Robin : (sambil membuka mata) jadi, kau dapat menciptakan emas dengan
    Hanya menyentuh suatu benda.
    Rabiatun : seharusnya demikian. (sambil mencoba meraba daun pintu, dalam
    Sekejap mata daun pintu yang terbuat dari papan menjadi emas).
    Robin : jika setiap benda yang kau sentuh berubah menjadi emas apa yang
    Akan terjadi pada kita? (dengan wajah yang murung)

    Rabiatun kemudian menyentuh dinding dan seluruh dinding dalam ruangan itu
    Menjadi emas. Dengan perasaan yang cemas pula dirabanya kain yang dipakai.
    Dalam sekejap mata kain itu menjadi emas, benda logam yang keras hingga tidak
    Dapat menggerakkan kakinya yang dibalut emas itu. Mereka berdua tiba – tiba
    Menjadi murung.

    Rabiatun : jadi aku harus bagaimana? Apa yang harus kulakukan?
    Robin : mintalah kembali agar keadaan kita kembali seperti semula.(mereka
    Berdua sambil memejamkan matanya dan melempar biji yang
    Terakhir).
    Rabiatun : kembalikan keadaan kami seperti semula.

    Ketika mereka membuka mata, semua perabot dan istana yang indah sudah
    Lenyap. Di hadapan mereka terbentang sawah, mereka berdiri di halaman rumah
    Gubuk berlantai tanah.

    Rabiatun : aku menyesal setengah mati. Aku telah ingkatr janji, kepada pria tua
    Itu aku telah berjanji hanya akan meminta seorang anak kita hingga
    Dewasa, menjadi manusia yang berbudi pekerti baik. Tapi .....
    Robin : sudahlahm, nasi sudah menjadi bubur. Mulai saat ini terimalah
    Keadaan ini degan pasrah sambil terus bekerja keras.


    sekian

    BalasHapus
  199. TIGA PERMINTAAN
    (SUMATERA SELATAN)




    Ada sepasang suami istri petani bertempat tinggal agak di luar desa.Sang suami bernama Robin dan istrinya bernama Rabiatun. Mereka sebidang lahan yang dijadikan sawah. Rumah mereka berlantai tanah dan berdinding kulit kayu di tepi sawah. Kehidupan suami istri itu tidak terlallu mmiskin. Hasil panen padi mereka setiap musim selalu baik, cukup untuk makan sekedarnya. Hasil panen palawija mereka jual ke pasar. Cukup untuk membeli kebutuhan ruamah tanggadan pakaian sekedarnya. Akan tetapi, mereka merasa risau sebab sudah beberapa tahun hidup sebagai suami istri, belum juga mendapat anak. Setiap Rabiatun berkunjung ke desa, hatinya selalu pilu jika melihat para ibu menggendong atau bermain denagan anak mereka. Demikian juga Robin, sudah lama ia ingin menjadi ayah, tetapi belum berhasil. Suatu malam Rabiatun bermimpi. Ia sedang mencari kayu di hutan. Tiba – tiba muncul seorang pria tua.

    Pria tua : “Aku tahu namamu rabiatun, aku datang karena ingin menolongmu”.(pria tua berjubah putih dengan serban di kepala)
    Rabiatun : “Menolong dalam soal apa pak ?”.
    Pria tua : “Aku tahu hatimu dan juga suamimu selalu risau. Benarkah?”.
    Rabiatun : “Benar, pak!” (dengan nada suara yang cerah).
    Rabiatun : Kenapa bapak bisa tahu? (dengan wajah yang kebinguan)
    Pria tua : Iya tentu, kalian berdua risau karena belum mempunyai anak.
    Rabiatun : “Benar pak”, apakah bapak orang sakti, mungkin dapat menolong kami? (raut muka rabiatun penuh harap).
    Pria tua : “Aku datang ketempat ini karena ingin menolongmu jika kamu memang memerlukan pertolonganku”.
    Rabiatun : “Alami sangat mengharapkan pertolongan, pak. Jika kami tidak mendapatkan anak, hidup kami akan sia – sia. Tolonglah kami, pak".(sambil meletakkan parangnya di tanah dan berlutut di hadapan pria tua berjubah putih).
    Pria tua : “Berdirilah, jangan berlutut demikian. Aku akan berusaha menolong,
    tetapi kamu harus menepati janji”.
    Rabiatun : janji apa pak?
    Pria tua : “Berjanji bahwa kamu minta tolong untuk mendapat anak. Obat yang akan kuberi kelak harus kamu gunakanuntuk kepentingan anakmu,memelihara dan mendidik anak dengan baik agar menjadi orang berbudi pekerti yang baik”.
    Rabiatun : “Ya, saya berjanji, pak. Obat yang bapak beri untuk tujuan agar kami
    mendapat anak”.
    Pria tua : “Baiklah. Besok pagikamu dengan suami berjalan menghulu tepi sungai yang ada di dekat sawahmu sampai masuk hutan lebat. Bila kamu berdua menemukan pohon besar yang sedang berbunga merah,dekatilah pohon itu. Di dekat batang pohon akan ada tiga biji
    Semangka, ambilah ketiga biji itu. Bila kamu ingin apa saja, termasuk ingin anak, tutup matamu dan buang salah satu biji itu keatas sambil menyebut apa yang kamuinginkan. Setelah kau buka matamu, kau akan memperoleh apa yang kau minta itu. Jelas?”.

    BalasHapus